Mengenal Tradisi Unik Petik Tebu Manten Awal Musim Giling Pabrik Gula

Tradisi Unik Petik Tebu Manten Awal Musim Giling Pabrik Gula. Sumber Foto: Twitter Radio Elshinta
Tradisi Unik Petik Tebu Manten Awal Musim Giling Pabrik Gula. Sumber Foto: Twitter Radio Elshinta

Share This Post

JAWA TIMURJawa Timur memiliki banyak tradisi unik yang sangat menarik untuk dipelajari dan dipahami, salah satunya adalah ritual petik tebu manten. Ritual petik tebu manten ini merupakan tradisi khas yang diadakan setiap tahun di berbagai pabrik gula, khususnya di daerah Jember, Lumajang, dan Situbondo. Ritual ini biasanya dilakukan saat memasuki musim giling, yaitu masa ketika tebu mulai dipanen dan diolah menjadi gula.

Kata “manten” dalam tradisi petik tebu manten merujuk pada konsep manten atau pengantin, yaitu sepasang individu berbeda jenis kelamin yang melangsungkan akad nikah. Dalam konteks ini, tradisi petik tebu manten mengadopsi simbolisme pernikahan manusia untuk melambangkan penyatuan dua batang tebu dalam sebuah ritual sakral.

Seperti dalam upacara pernikahan manusia, tradisi petik tebu manten dipenuhi dengan berbagai tatanan dan aturan yang harus dilaksanakan dengan teliti dan penuh perjuangan. Setiap tahap dalam upacara ini memiliki makna mendalam dan penting bagi keberhasilan serta keberkahan prosesi tersebut. Masyarakat Jawa memegang teguh keyakinan bahwa setiap elemen dalam ritual ini tidak boleh diabaikan atau dilewatkan, karena kelalaian terhadap satu bagian saja dianggap dapat membawa nasib buruk atau ketidakberuntungan.

Mengenal Tradisi Unik Petik Tebu Manten Awal Musim Giling Pabrik Gula
Tradisi Unik Petik Tebu Manten Awal Musim Giling Pabrik Gula. Sumber Foto: Lumajang.kab.com

Pelaksanaan dan Nilai-nilai dalam Tradisi petik Manten Tebu

Pelaksanaan tradisi ini selalu diadakan setiap bulan April atau Mei, menandai peristiwa krusial dalam siklus produksi gula yang melibatkan seluruh elemen masyarakat yang terlibat dalam industri ini.

Petik tebu manten merupakan ritual yang tidak hanya berfungsi sebagai seremoni pembuka musim giling, tetapi juga mengandung makna mendalam yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan kerja sama antara petani tebu dan pabrik gula. Pada setiap tahunnya, ketika musim giling tiba, pabrik gula menjadi pusat kegiatan yang dipenuhi oleh antusiasme dan partisipasi masyarakat setempat. Mereka berkumpul untuk melaksanakan ritual ini dengan penuh khidmat dan rasa syukur.

Prosesi dimulai dengan pemilihan dua batang tebu yang akan dijadikan simbol utama dalam upacara tersebut. Kedua batang tebu ini kemudian diberi nama yang sarat dengan makna historis dan budaya, yaitu Raden Bagus Rosan dan Dyah Ayu Roro Manis, yang menggambarkan pasangan pengantin. Melalui penamaan ini, tradisi petik manten tebu menggambarkan ‘pernikahan’ simbolis antara tebu yang dihasilkan oleh petani dan proses pengolahan yang dilakukan oleh pabrik gula.

“Filosofinya adalah mengawinkan Raden Bagus Rosan dan Dyah Ayu Roro Manis ini juga sebagai simbol perkawinan antara PG dan Petani agar tetap berhubungan baik sehingga keberkahan panen bisa kita dapatkan bersama-sama bersama segenap masyarakat pula” terang AgusAgus Setiono selaku General Manager (GM) PG Semboro.

Seluruh tahapan dalam ritual ini dilakukan dengan penuh kepercayaan dan penghormatan terhadap tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Prosesi ‘pernikahan’ simbolis ini juga diiringi dengan doa-doa yang dipanjatkan untuk memohon berkah dan kelancaran dalam musim giling yang akan dijalani. Dengan demikian, tradisi ini bukan hanya sekadar kegiatan seremonial, tetapi juga menjadi wujud nyata dari harapan dan doa masyarakat agar hasil panen tebu melimpah dan produksi gula berjalan sukses.

Selain memiliki makna simbolis yang kuat, pelaksanaan petik tebu manten juga berfungsi sebagai ajang untuk mempererat hubungan sosial di antara masyarakat setempat. Generasi muda diajak untuk turut serta dan memahami pentingnya menjaga serta melestarikan tradisi ini, sehingga nilai-nilai kearifan lokal tetap hidup dan berkembang di tengah-tengah mereka. Tradisi ini juga memberikan pelajaran tentang pentingnya kerjasama dan keselarasan antara manusia dengan alam serta antar sesama manusia dalam mencapai tujuan bersama.

Dengan pelaksanaan yang konsisten setiap tahun, tradisi petik tebu manten terus menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat yang terlibat dalam industri gula. Setiap bulan April atau Mei, pabrik gula menjadi saksi dari pelaksanaan sebuah tradisi yang kaya akan makna dan sejarah, yang mampu menyatukan masyarakat dalam semangat gotong royong dan kebersamaan, serta meneguhkan komitmen untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya yang berharga ini.

Mengenal Tradisi Unik Petik Tebu Manten Awal Musim Giling Pabrik Gula
Tradisi Unik Petik Tebu Manten Awal Musim Giling Pabrik Gula. Sumber Foto: PT. Perkebunan Nusantara XII

Makna Simbol-simbol dalam Tradisi Petik Tebu Manten

Simbol-simbol yang digunakan dalam upacara petik tebu manten dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, yakni simbol daun, simbol buah, simbol bunga, simbol tingkah laku, dan simbol alat. Masing-masing simbol memiliki makna dan peran penting dalam rangkaian upacara tradisi petik tebu manten, yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan masyarakat Jawa.

Simbol daun dalam upacara ini meliputi beberapa jenis daun yang memiliki makna khusus:

Daun pisang, aun ini sering digunakan sebagai alas atau pelindung dalam berbagai ritual, melambangkan kesucian dan perlindungan.

Janur, janur atau daun kelapa muda melambangkan kesucian dan harapan baru, sering digunakan dalam berbagai hiasan upacara.

Sirih, daun sirih melambangkan kesucian dan digunakan dalam upacara adat sebagai simbol penghormatan dan kebaikan.

Daun beringin, daun ini melambangkan kekuatan dan ketahanan, mencerminkan harapan akan keberlanjutan dan keteguhan.

Simbol buah dalam upacara ini juga memiliki makna mendalam:

Kelapa gading, buah ini melambangkan kesucian dan keberuntungan, sering digunakan sebagai simbol perlindungan dan kebersihan.

Pisang raja, pisang ini melambangkan kesuburan dan kemakmuran, serta harapan akan hasil panen yang melimpah.

Simbol bunga yang digunakan terdiri dari bunga tiga warna, yakni merah, putih, dan kuning:

Mawar, bunga ini melambangkan cinta dan kesucian.

Melati, melambangkan kemurnian, kesederhanaan, dan kesucian hati.

Kantil, bunga ini melambangkan harapan dan doa untuk kesejahteraan serta keberkahan.

Air adalah simbol penting dalam upacara, melambangkan kesucian, kehidupan, dan penyucian diri. Air digunakan dalam berbagai tahapan ritual untuk membersihkan dan menyucikan segala sesuatu yang terlibat dalam prosesi.

Piranti atau alat-alat yang digunakan dalam upacara meliputi:

Bokar kencana, sebuah wadah atau tempat khusus yang digunakan untuk menyimpan berbagai simbol upacara, melambangkan kemewahan dan keagungan.

Telur, telur melambangkan kelahiran baru, kehidupan, dan kesuburan, digunakan dalam ritual untuk menyimbolkan awal yang baru dan harapan akan keberlanjutan.

Setiap simbol dalam upacara petik tebu manten ini memiliki makna tersendiri dan berkontribusi pada keseluruhan makna dan tujuan dari tradisi tersebut. Simbol-simbol ini bukan hanya hiasan, tetapi juga bagian integral dari kepercayaan dan harapan masyarakat Jawa akan panen yang melimpah, kehidupan yang sejahtera, serta hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan leluhur. Melalui penggunaan simbol-simbol ini, masyarakat mengekspresikan rasa syukur, doa, dan harapan mereka, serta menjaga kelestarian tradisi yang kaya dan penuh makna ini.

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Budaya Lainnya