Kolomdesa.com, Bandar Lampung – Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, kuliner adat dan bahasa. Tiap daerah memiliki keunikan pada tiap kulinernya, termasuk Provinsi Lampung. Provinsi Lampung yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera, terkenal akan keindahan alamnya. Namun tidak hanya alamnya, provinsi ini juga memiliki keunikan dalam kulinernya.
Banyak hidangan kuliner yang menjadi kebanggaan daerah ini, salah satunya adalah “Seruit”. Seruit merupakan warisan kuliner khas Lampung yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat setempat.
Hidangan ini dikenal sebagai simbol keakraban dan kebersamaan masyarakat Lampung, karena sering disajikan dalam acara keluarga atau kegiatan adat. Seruit bukan sekadar hidangan pelengkap, tetapi juga mencerminkan identitas budaya yang kaya akan rasa dan makna.
Masyarakat Lampung percaya bahwa makan seruit sebaiknya tidak disantap sendirian. Melainkan akan lebih nikmat jika dimakan bersama-sama dengan banyak orang.
Untuk memakan seruit, tidak perlu menggunakan peralatan makan seperti sendok, garpu, maupun pisau. Seruit biasanya diletakkan di atas piring dan disantap menggunakan tangan sambil duduk lesehan.
“Hidangan ini tidak hanya sekedar makanan, tetapi juga menjadi sarana komunikasi sosial dalam masyarakat Lampung,” ungkap Ellynawati, pemilik Rumah Makan Sambal Seruit Buk Lin, Senin (27/1/2025).
Orang dahulu bahkan memakan seruit secara bersama dengan berwadahkan daun pisang atau satu wadah berukuran besar. Seruit termasuk kategori makanan berat yang sifatnya mengenyangkan sehingga hidangan ini cocok disantap ketika jam makan utama.
Makanan ini terdiri dari ikan yang digoreng atau dibakar, lalu dicampur sambal terasi dan tempoyak yang merupakan makanan hasil fermentasi buah durian atau mangga. Ikan yang digunakan untuk seruit adalah ikan sungai seperti belida, baung, dan lais.
Hidangan seruit biasanya disantap bersama nasi, ikan pindang, dan lalapan sayuran. Lalapannya dapat berupa timun, petai, kemangi, kol, dan tomat.
Dengan sejumlah lauk yang ada dalam seruit, cita rasanya disebut ‘ramai’. Dalam artian, ada rasa pedas, asam, serta asin dalam satu hidangan.

Sejarah dan Filosofi Seruit
Sambal Seruit telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi kuliner masyarakat Lampung sejak zaman dahulu. Makanan ini berasal dari kebiasaan masyarakat adat Lampung yang hidup berdampingan dengan alam.
Sebagai daerah yang kaya akan hasil laut dan sungai, ikan menjadi bahan utama yang melengkapi sambal ini. Pada masa lampau, seruit biasanya disajikan sebagai bagian dari upacara adat, seperti pernikahan, khitanan, atau upacara penyambutan tamu penting.
Dalam tradisi ini, seruit menjadi simbol penghormatan kepada tamu serta representasi dari keberkahan yang melimpah di daerah Lampung. Seruit adalah sambel hasil perpaduan tempoyak, sambal terasi, pindang ikan, dan ditambah sedikit air jeruk lesom (air aren yang digunakan untuk membuat gula aren yang tidak jadi).
Nama “seruit” sendiri berasal dari cara pembuatan sambal ini, yaitu dengan menumbuk atau menghancurkan semua bahan hingga halus menggunakan cobek dan alu. Proses seruit ini memberikan sensasi dan aroma khas yang berbeda dengan sambal-sambal lainnya.
Latar belakang seruit merupakan kebiasaan masyarakat Way Kanan. Dimana, mereka selalu mencari bahan makanan yang memunculkan rasa segar dan pedas.
Sambal Seruit memiliki filosofi mendalam yang berakar pada nilai kebersamaan dan gotong royong. Kata “seruit” sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti “dicampur” atau “diaduk bersama”.
Filosofi ini tercermin dalam cara penyajiannya, di mana berbagai bahan seperti sambal, ikan bakar, tempoyak (fermentasi durian), dan lalapan dicampur menjadi satu. Makanan ini melambangkan persatuan dalam keberagaman, di mana setiap bahan memiliki rasa unik namun saling melengkapi ketika digabungkan.
“Tradisi makan seruit bersama keluarga atau tetangga mencerminkan semangat gotong royong dan keakraban. Dengan berbagi seruit, masyarakat Lampung mempererat hubungan sosial sekaligus merayakan hasil bumi yang mereka nikmati bersama,” ucapnya.
Sambal yang pedas dan kaya rasa melambangkan keberanian dan kehangatan interaksi antarindividu dalam komunitas. Sambal Seruit juga mengajarkan nilai-nilai harmoni, kerja sama, dan rasa syukur terhadap hasil bumi yang diberikan oleh alam.

Cara Penyajian Sambal Seruit
Rasa seruit sedikit berbeda dibandingkan sambal pada umumnya, yakni asin, pedas, asam segar, dan gurih dari pindang ikan. Ikan yang digunakan dalam seruit berupa ikan sungai, seperti ikan balide, lais, dan baung.
Ikan juga dapat digoreng atau dibakar setelah diberi bumbu, berupa bawang putih, kunyit, garam, dan jahe. Seruit sangat cocok dimakan dengan lalap, baik mentah maupun matang.
Lalap dapat berupa daun singkong yang telah direbus, rebusan labu, jengkol, jinal (semacam kunyit berwarna putih dan rasanya segar seperti kweni muda), terong bulat kecil, bekasem petai, julang-juling (seperti jengkol namun ukurannya kotak), daun katuk, dan daun mangga muda. Seruit dimakan sebagai teman makan nasi, terutama masih hangat supaya lebih bersemangat dan nikmat.
Hidangan ini sering menjadi menu utama dalam berbagai acara tradisional dan perayaan di Lampung. Dari acara keluarga hingga perayaan besar, Seruit tidak pernah absen dari meja makan, menggambarkan betapa pentingnya kuliner ini dalam budaya masyarakat Lampung.
Penduduk Lampung mempercayai bahwa memakan seruit tidak sedap dan nikmat apabila disantap sendirian. Namun akan lebih nikmat dan sedap apabila dimakan secara bersama-sama dengan sanak keluarga, teman atau kerabat.
Dikarenakan lebih sedap dan nikmat apabila disantap secara bersama-sama, maka tidak perlu menggunakan peralatan makan seperti sendok, garpu dan pisau. Cara memakannya cukup diletakkan diatas piring dan disantap menggunakan tangan sambil duduk lesehan.
Membuat seruit membutuhkan beberapa langkah. Dalam proses ini, ikan yang telah disediakan terlebih dahulu dibumbui dengan bumbu yang sudah dihaluskan. Bumbu yang dihaluskan adalah Bawang putih, garam, kunyit, dan jahe.
Ikan kemudian dibakar selama sepuluh menit. Setelah ikan setengah matang, beri kecap manis dan campuran bumbu yang telah dihaluskan di atasnya.
Sambal untuk campuran Seruit terdiri dari cabai merah, cabai kecil, garam, micin, tomat rampai, dan terasi bakar, bahan ini dihaluskan untuk menjadi sambal yang nikmat. Untuk menikmatinya ditambahkan dengan lalapan segar, seperti daun kemangi, timun, jengkol dan terong bakar.
Seruit tidak hanya kaya akan rasa, tetapi juga menyimpan nilai budaya yang dalam. Bagi masyarakat Lampung, makan seruit melambangkan kekeluargaan dan kebersamaan.
“Sebagai warisan kuliner tradisional, Sambal Seruit adalah simbol identitas budaya Lampung yang patut dilestarikan. Selain menghadirkan cita rasa tersendiri, seruit juga mengajarkan generasi muda tentang pentingnya menjaga tradisi dan menghargai kearifan lokal,” jelasnya.
Hidangan ini biasanya disiapkan dalam jumlah besar sehingga cukup untuk dinikmati banyak orang, menjadikannya pilihan favorit untuk acara besar atau perayaan. Selain itu, tradisi membuat tempoyak dari durian hasil kebun sendiri menunjukkan bagaimana masyarakat Lampung memanfaatkan sumber daya alam sekitar dan mewariskan keterampilan kuliner dari generasi ke generasi.
“Sambal Seruit adalah bukti bahwa makanan tradisional tidak hanya soal rasa, tetapi juga sejarah, filosofi, dan nilai-nilai kehidupan yang diwariskan dari generasi ke generasi,” tutupnya.