Perajin Tempe di Desa Pliken Terdampak Kenaikan Harga Kedelai

Ilustrasi tempe. Sumber foto: iStock.
Ilustrasi tempe. Sumber foto: iStock.

BANYUMAS – Sejumlah perajin tempe di Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas mengalami dampak kenaikan harga kedelai. Harga kedelai terus meroket sejak satu bulan terakhir hingga mencapai 20 persen.

 

“Naiknya itu sudah sejak 1 bulanan ini. Dahulu awalnya sebelum naik harga Rp 10.600 per kilo. Sekarang Rp 12.550 per kilo kedelai dan ini adalah kedelai impor,” kata salah satu perajin tempe desa setempat, Imam, Kamis (9/11/2023).

 

Iman menilai naiknya harga kedelai berdampak pada tingkat produksi. Dirinya menyebut terpaksa menurunkan jumlah produksi karena daya beli juga turun.

 

“Saya biasa memproduksi hingga 70 kilo, tetapi saat ini mentok hanya 50 kilo per hari,” ujarnya.

 

Ia menjual bahan tempe mendoan dan tempe muntuk dengan harga Rp 600 per bungkus. Sedangkan untuk tempe mendoan bungkusan plastik dijual dengan harga Rp 12.000 per kilo.

 

Sementara perajin tempe lainnya, Cici merasa dilema dengan kondisi ini. Sebab ia khawatir jika menaikkan harga para pelanggan akan kabur.

 

“Kalau harga tempe dinaikkan, banyak pelanggan yang komplain. Jadi saya memilih memperkecil ukuran tempenya,” tuturnya.

 

Namun ia memperkecil ukuran tempenya secara bertahap. Hal ini untuk menghindari protes dari pembeli.

 

“Dikecilin pelan-pelan biar tidak terasa,” kata Cici.

 

Hal berbeda dilakukan oleh Agus perajin tempe lainnya. Ia masih mempertahankan harga dan ukuran sama seperti sebelum adanya kenaikan harga kedelai.

 

“Kalau saya masih tetap sama, meskipun keuntungannya tipis ga papa. Saya sambil survei ke pelanggan, mau harga tempenya dinaikkan atau ukurannya yang diperkecil,” tandasnya.

 

Penulis: Habib Az

Editor: Rizal

Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *