Kolomdesa.com, Maluku – Kecamatan Amalatu di Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, dikenal sebagai daerah penghasil Cengke Utang, varietas cengkih lokal yang juga disebut Cengkih Hutan. Oleh sebab itu, Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD) memberikan perhatian khusus kepada para petani di wilayah tersebut agar pengembangan Cengke Utang lebih terarah dan profesional.
“Program TEKAD melihat Cengke Utang sebagai komoditas unggulan yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Amalatu. Kami berkomitmen untuk mendukung pengembangannya, mulai dari peningkatan skala pembibitan hingga penyediaan teknologi pascapanen yang lebih efisien,” ujar Mathilda Wairatta, salah satu Kader Desa yang aktif dalam program TEKAD di Kecamatan Amalatu, Senin (07/10/2024).
Melalui pemetaan yang dilakukan oleh tim fasilitator TEKAD, pada tahun 2024 Kecamatan Amalatu tercatat memproduksi hingga 85 ton Cengke Utang kering, dengan nilai transaksi mencapai 7 miliar Rupiah. Desa-desa seperti Hualoy, Latu, dan Tomalehu menjadi pusat produksi utama komoditas ini.
Meskipun budidaya masih dilakukan secara konvensional dan berskala kecil, potensi Cengke Utang dinilai sangat besar jika didukung dengan pendekatan pertanian modern dan berkelanjutan. Salah satu keunggulan utama Cengke Utang adalah usia panennya yang relatif lebih singkat dibandingkan jenis cengkih lain, yakni sekitar 4-5 tahun sejak masa tanam.
Selain itu, varietas ini memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di lahan pekarangan rumah serta dataran rendah. Dari segi produktivitas, varietas ini menghasilkan buah lebih banyak dibandingkan dengan Cengkih Tuni, yang umumnya tumbuh di wilayah pegunungan.
Namun, proses pengeringan pascapanen masih menjadi tantangan utama bagi para petani. Biji Cengke Utang yang berukuran lebih besar dan mengandung kadar air tinggi memerlukan waktu pengeringan yang cukup lama, terutama jika masih menggunakan metode tradisional dengan memanfaatkan sinar matahari. Pengeringan alami ini membutuhkan waktu hingga lebih dari 7 hari, sering kali terganggu oleh kondisi cuaca yang tidak menentu.
“Pada bulan Februari hingga Maret, yang merupakan masa panen utama Cengke Utang, curah hujan di Kecamatan Amalatu cukup tinggi. Ini menyebabkan proses pengeringan terhambat, yang berdampak pada kualitas hasil panen serta harga jual di pasaran,” jelas Erna Wailissa, Fasilitator Kecamatan yang terlibat dalam pendampingan petani Cengke Utang di Amalatu.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2022 menunjukkan bahwa pada bulan Februari-Maret, Kecamatan Amalatu mengalami rata-rata 8-10 hari hujan setiap bulannya. Kondisi ini mempengaruhi kualitas produksi karena hasil panen yang tidak seragam dan sering kali menyebabkan fluktuasi harga.
Untuk mengatasi tantangan ini, Program TEKAD berkomitmen membantu para petani dengan menyediakan teknologi pascapanen yang lebih efisien. Salah satu solusi yang direncanakan adalah memperkenalkan teknologi pengeringan buatan yang dapat menjaga kualitas biji cengkih meskipun cuaca tidak mendukung.
Di samping itu, TEKAD juga mendorong pengembangan bibit Cengke Utang dalam skala yang lebih besar untuk menjawab kebutuhan bibit di wilayah Maluku. Program pembibitan ini tidak hanya berfungsi sebagai penopang budidaya, tetapi juga berpotensi membuka peluang usaha baru bagi masyarakat lokal.
“Pengembangan Cengke Utang bukan hanya tentang menanam dan memanen, tetapi juga bagaimana menciptakan nilai tambah. Oleh karena itu, Program TEKAD hadir untuk memberikan pendampingan dari segi teknik budidaya, pemanfaatan teknologi, serta membuka akses pasar yang lebih luas,” ujar Yusuf Tubaka, Fasilitator Kecamatan yang bertanggung jawab atas program di lapangan.
Dukungan yang diberikan oleh Program TEKAD diharapkan mampu menjadikan Cengke Utang sebagai komoditas utama yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian lokal. Dengan pengembangan yang terarah serta penerapan teknologi modern, Cengke Utang tidak hanya menjadi sumber pendapatan utama bagi petani di Kecamatan Amalatu, tetapi juga berpotensi membuka peluang usaha baru di sektor pembibitan dan pemasaran.
“Dalam jangka panjang, ini akan menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan serta memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat Kecamatan Amalatu dan sekitarnya,” pungkas Yusuf.
Sebagai informasi, Program TEKAD dilaksanakan di 1.110 desa pada 25 kabupaten di 9 provinsi di wilayah Timur Indonesia, yaitu Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Adapun tujuan Program TEKAD adalah memberdayakan masyarakat desa agar mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkelanjutan, menciptakan dan memperluas kesempatan ekonomi, serta memastikan akses yang lebih luas dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia Timur.
Editor: Rizal K