Kolomdesa.com, Madura – Setiap menjelang Hari Raya Idul Adha, masyarakat Madura yang tinggal di perantauan melakukan tradisi khas yang disebut “Toron.” Tradisi Toron ini mirip dengan mudik yang biasanya dilakukan pada Hari Raya Idul Fitri, namun memiliki makna dan filosofi yang mendalam bagi warga Madura. Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga, Moordinati, S.S., M.Hum., menjelaskan bahwa kata “Toron” memiliki dua arti: turun atau kembali ke kampung halaman, dan Toron Tana, yang berarti kembali ke kampung halaman untuk menyambangi keluarga dan kerabat.
“Toron memiliki dua arti, yang pertama yaitu turun, orang Madura yang bermigrasi pulang ke kampung halamannya. Kedua adalah Toron Tana, yaitu orang Madura pulang ke kampung halaman untuk menyambangi keluarga dan kerabatnya,” kata Moordinati dalam laman resmi Universitas Airlangga.
Tradisi Toron merupakan moment untuk berkumpul bersama keluarga dan kerabat di tanah Madura, tetapi juga menjadi momen untuk berziarah ke makam sanak saudara yang telah mendahului. Tradisi ini telah melekat dalam budaya masyarakat Madura sejak lama, meskipun tidak ada sumber primer yang menjelaskan asal mula tradisi ini secara spesifik.
“Tradisi Toron sudah dilakukan sejak lama. Tidak ada catatan khusus dari peninggalan kolonial tentang kapan awal mulanya tradisi ini ada. Namun, berdasarkan orang Madura yang bermigrasi ke luar daerah, sebenarnya sudah mereka mulai sejak jauh sebelum abad ke-19,” tambah Moordinati.
Toron memiliki nilai-nilai akar budaya yang kuat serta mendalam dalam konteks sosial-budaya masyarakat Madura. Tradisi ini didasari oleh rasa cinta kepada keluarga, kerabat, dan teman, serta keinginan untuk menjalin tali persaudaraan yang erat. Menurut Moordinati, Toron menjadi seperti obat rindu dan semangat motivasi bagi masyarakat perantau dari Madura. Selain itu, tradisi ini juga menjadi momen hangat yang meningkatkan rasa persaudaraan dan cinta tanah kelahiran bagi masyarakat Madura.
“Toron menjadi seperti obat rasa rindu dan semangat pembangun motivasi bagi masyarakat perantau dari Madura. Hal ini juga menjadi momen yang hangat dan meningkatkan rasa persaudaraan dan cinta tanah kelahiran bagi masyarakat Madura,” ujarnya.
Selain nilai filosofis, tradisi Toron juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Mudik ini membuat industri jasa transportasi mendapatkan keuntungan, serta para penjual di sekitar bandara, terminal, atau stasiun. “Kebanyakan perantau sukses, ketika pulang membuat masyarakat Madura lainnya termotivasi, sehingga terjadi diaspora dan tradisi Toron terus lestari,” ujar Moordinati.
Tradisi Toron juga disebut sebagai “perjalanan cinta” oleh Ibnu Hajar, Budayawan asal Sumenep. Ketika perantau pulang dari rantau, bertemu keluarga, dan bersilaturahmi, itu memunculkan sebuah kebudayaan yang membangun mentalitas, solidaritas, dan menjunjung tinggi nilai kearifan lokal dalam balutan cinta.
“Budaya Toron, mudik atau pulang kampung saat hari raya, saya menyebutnya perjalanan cinta. Ketika mereka pulang dari rantau bertemu keluarga, soan ke kuburan keluarga yang meninggal, bersilaturahim untuk saling memaafkan, itu memunculkan sebuah kebudayaan membangun mentalitas, solidaritas, menjunjung tinggi nilai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Madura dalam balutan cinta,” tuturnya.
Pada sisi yang agak sedikit bias, tradisi ini dimanfaatkan oleh para perantau untuk pamer kesuksesan. Penting untuk mengembalikan esensi dari nilai mudik itu sendiri, yaitu merajut silaturahmi dalam balutan kebersamaan. Bagi para perantau, pulang kampung menjadi obat untuk melepas rindu kepada sanak famili di tanah kelahiran, karena saat lebaran lah semua keluarga akan berkumpul, menyambung silaturahmi sebagai tanda berkumpulnya jiwa dan raga.
Keutuhan dan keakraban antarwarga Madura diharapkan tetap terjalin semakin rapat dan mesra dengan adanya tradisi Toron. Tradisi ini tidak hanya memberikan dampak positif dalam aspek sosial dan emosional, tetapi juga dalam aspek ekonomi. Toron membantu meningkatkan perekonomian lokal dengan adanya peningkatan permintaan terhadap jasa transportasi dan penjualan oleh-oleh khas daerah.
Di sisi lain, banyak warga Madura merasakan peningkatan volume arus kendaraan menjelang hari raya Idul Adha karena tradisi Toron. Hari raya Idul Adha ini juga menjadi momen warga Madura untuk pulang kampung, bahkan jika dibandingkan dengan Idul Fitri tidak jauh berbeda.
Tradisi Toron menunjukkan betapa pentingnya menjaga tali persaudaraan dan cinta tanah kelahiran bagi masyarakat Madura. Tradisi ini menjadi bukti bahwa budaya dan nilai-nilai lokal masyarakat Madura masih tetap hidup dan dihargai dalam masyarakat modern, membawa pesan tentang pentingnya hubungan keluarga dan persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari.