Mengenal Tradisi Peresean Suku Sasak di Pulau Lombok

Tradisi Paresean, tradisi khas Suku Sasak di Lombok. Sumber Foto: Dok. Kodam IX/Udayana
Tradisi Paresean, tradisi khas Suku Sasak di Lombok. Sumber Foto: Dok. Kodam IX/Udayana

Share This Post

LOMBOK – Pulau Lombok adalah pulau yang terkenal sebagai daerah tujuan wisata dan memiliki budaya yang kaya. Banyak wisatawan yang tertarik dengan atraksi lokal di pulau ini, salah satunya adalah presean. Peresean adalah kesenian tradisional dari Pulau Lombok yang berfungsi sebagai media bagi para lelaki untuk menguji keberanian dan ketangguhan mereka.

Tradisi peresean merupakan warisan leluhur yang masih sangat terjaga kelestariannya, terutama di Desa Wisata Adat Sasak Ende. Dalam peresean, para peserta menggunakan rotan sebagai senjata pemukul dan tameng yang terbuat dari kulit sapi sebagai pelindung. Kesenian ini tidak hanya menggambarkan keberanian dan ketangguhan, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya yang penting bagi masyarakat setempat.

Mengenal Tradisi Peresean Suku Sasak di Pulau Lombok
Tradisi Paresean, tradisi khas Suku Sasak di Lombok. Sumber Foto: Dok. Kodam IX/Udayana

Tahapan Pelaksanaan Tradisi Peresean

Pertama, Persiapan tempat dan alat untuk pelaksanaan Peresean merupakan bagian penting dalam menjaga keaslian dan keseriusan tradisi ini. Umumnya, Peresean dilakukan di tempat terbuka, dengan daerah tarungan yang disiapkan memiliki bentuk persegi dengan ukuran standar sekitar 20 x 20 meter. Ruang terbuka ini memberikan kesempatan bagi para peserta untuk bergerak dengan bebas dalam pertarungan.

Sementara itu, alat-alat yang digunakan dalam Peresean memiliki makna simbolis yang dalam. Penjalin atau rotan menjadi senjata utama dalam Peresean, dengan panjang sekitar 150 cm. Rotan ini tidak hanya sekadar alat pukul, tetapi juga melambangkan keberanian dan kekuatan para petarung. Rotan biasanya dibalut dengan lima ikatan benang merah pada batangnya, yang memiliki makna khusus dalam konteks tradisi ini.

Selain itu, ende atau tameng juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam Peresean. Ende ini terbuat dari kulit sapi atau kerbau, berbentuk persegi panjang dengan ukuran sekitar 60 cm x 40 cm. Ende bukan hanya sebagai alat pelindung bagi para petarung, tetapi juga memiliki peran simbolis dalam pertarungan sebagai perlindungan dan penghalang terhadap serangan lawan.

Kedua, Setelah persiapan tempat dan alat Peresean telah selesai, tahapan selanjutnya adalah persiapan Pekembar atau wasit. Pekembar terdiri dari Pekembar Tengaq, yang merupakan wasit tengah, dan dua Pekembar Sedi, yang bertindak sebagai wasit pinggir. Mereka memasuki arena dengan diiringi oleh suara musik gamelan yang khas dan menggema, memberikan nuansa khusus pada suasana Peresean.

Musik gamelan yang menjadi pengiring dalam Peresean memiliki peran penting dalam menentukan ritme dan suasana pertarungan. Terdapat tiga jenis irama yang dimainkan sesuai dengan tahapan-tahapan dalam Peresean. Pertama adalah gending pengempoh, atau lagu pemanggilan, yang dimainkan untuk menarik perhatian masyarakat sekitar agar datang menyaksikan acara Peresean. Kedua adalah gending pengadok, atau lagu penggugah, yang dimainkan ketika para Pekembar mulai mencari dan mencocokkan para petarung yang akan bertanding.

Sementara itu, gending pengalus, atau lagu penghalus, adalah irama terakhir yang dimainkan ketika pertarungan telah berakhir. Pada tahapan ini, dominan digunakan suara suling yang memiliki tujuan untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bertarung serta menenangkan suasana di arena Peresean. Melalui irama-irama yang berbeda ini, musik gamelan tidak hanya menjadi pengiring dalam Peresean, tetapi juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari seluruh pengalaman budaya yang dihadirkan oleh tradisi ini.

Ketiga, Setelah para Pekembar memasuki arena pertandingan dan semua instrumen pelengkap telah disiapkan, tahap selanjutnya dalam rangkaian Peresean adalah pencarian pepadu. Pepadu adalah para petarung yang mewakili masing-masing halaman atau kelompok, yang telah ditentukan oleh mangku atau pembina mereka sebelumnya.

Para pepadu kemudian menempati posisi yang sudah dipilih oleh mangku atau pembina mereka, menandakan bahwa mereka siap untuk bertarung. Proses nandingan, atau pencocokan, kemudian dilakukan untuk mencari lawan tanding. Dalam proses ini, pepadu dari satu halaman akan mencari pasangan yang sepadan dari halaman lain untuk bertarung.

Setelah mendapatkan lawan, langkah berikutnya adalah para pepadu menyiapkan segala atribut yang harus digunakan dalam pertarungan. Atribut ini meliputi sapuq, yang merupakan rotan yang digunakan sebagai senjata pukul, kereng, yang merupakan tameng atau pelindung untuk tangan, dan bebet, yang merupakan bagian penting dalam perlindungan tubuh. Persiapan ini dilakukan dengan cermat dan teliti, karena setiap atribut memiliki peran penting dalam melindungi dan mempersiapkan pepadu untuk bertarung dengan baik.

Dengan demikian, pencarian pepadu bukan hanya sekadar proses menemukan lawan tanding, tetapi juga merupakan tahapan penting dalam mempersiapkan diri untuk pertarungan yang akan datang. Melalui keseriusan dan ketelitian dalam setiap tahapannya, Peresean menjadi sebuah tradisi yang kaya akan makna dan keindahan dalam budaya suku Sasak di Pulau Lombok.

Mengenal Tradisi Peresean Suku Sasak di Pulau Lombok

Tradisi Paresean, tradisi khas Suku Sasak di Lombok. Sumber Foto: Dok. Kodam IX/Udayana

Pemenang dalam Tradisi Peresean

Pertarungan dalam Peresean memiliki aturan yang ketat dan konsisten. Salah satu aturan utama adalah pertarungan akan dihentikan secara segera jika salah satu pepadu mengalami luka yang mengeluarkan darah atau menyatakan menyerah. Moment ini menandakan akhir dari pertarungan tersebut dan menjadi momen krusial yang ditentukan oleh keberanian dan ketahanan pepadu.

Setelah pertarungan dihentikan, pepadu yang mengalami luka atau berdarah akan segera mendapatkan perawatan dari tim medis. Tim medis akan menggunakan obat-obatan tradisional, seperti minyak tertentu yang dioleskan pada luka. Minyak ini khusus diracik agar tidak menimbulkan rasa perih ketika dioleskan, sehingga pepadu tidak merasakan ketidaknyamanan yang berlebihan selama proses penyembuhan. Perawatan yang diberikan ini tidak hanya bertujuan untuk mengobati luka fisik, tetapi juga untuk memberikan dukungan moral kepada pepadu yang mengalami cedera.

Selain dari penghentian pertarungan akibat cedera, penentuan kemenangan juga bisa ditentukan berdasarkan perolehan skor selama 5 ronde pertarungan. Skor ini mencerminkan seberapa baik pepadu mampu menguasai pertarungan, memberikan pukulan yang akurat, serta menjaga ketahanan dan keberanian dalam menghadapi lawan. Dengan demikian, penentuan kemenangan tidak hanya bergantung pada satu aspek saja, tetapi merupakan hasil dari evaluasi keseluruhan dari performa pepadu dalam pertarungan.

Melalui aturan yang jelas dan prosedur penentuan kemenangan yang adil, Peresean tidak hanya menjadi ajang pertarungan fisik semata, tetapi juga menjadi ajang untuk menguji keberanian, ketangguhan, dan keterampilan petarung dalam menyampaikan budaya dan tradisi yang kaya dari suku Sasak di Pulau Lombok.

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Budaya Lainnya