Tradisi Nyepuh: Sinkretisme Budaya dalam Menyambut Ramadhan Desa Ciomas

Tradisi Nyepuh Desa Ciomas. Sumber: Instagram bp2dciamis
Tradisi Nyepuh Desa Ciomas. Sumber: Instagram bp2dciamis

Share This Post

Menjelang kedatangan bulan suci Ramadhan, warga Tatar Galuh, tepatnya di Desa Ciomas, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, menjalankan tradisi Nyepuh dengan penuh khidmat. Tradisi ini menjadi bukti hidupnya sinkretisme budaya yang harmonis di antara warga setempat, menggabungkan nilai-nilai Islam dengan warisan leluhur warga Tatar Galuh. Tradisi Nyepuh, yang telah diwariskan secara turun-temurun, dipenuhi dengan beragam prosesi yang sarat makna. Mulai dari prosesi nyimpayan, di mana ratusan batang lidi dikumpulkan dan diikat menjadi satu sebagai simbol persatuan dan persaudaraan, hingga ziarah ke makam leluhur untuk membersihkan dan mendoakan mereka.

Ritual ini tidak hanya melibatkan aspek spiritual, namun juga mencakup aspek sosial dan kultural. Para peserta membawa makanan yang disajikan bersama, dengan syarat bahwa sumber makanan tersebut harus jelas dan dari bahan yang halal, menunjukkan penggabungan nilai-nilai keagamaan Islam dengan kebiasaan lokal. Puncak dari tradisi Nyepuh ini adalah saat ratusan warga berkumpul untuk menikmati hidangan khas, termasuk tumpeng nasi kuning yang melambangkan persaudaraan, keimanan, dan kebaikan. Ini adalah momen di mana kebersamaan dan kebersyukuran dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat yang ada.

Ziarah makam sebagai penghormatan kepada leluhur. Sumber Foto: Visit Ciamis
Ziarah makam sebagai penghormatan kepada leluhur. Sumber Foto: Visit Ciamis

Terminologi Nyepuh

Secara terminologis, Nyepuh berasal dari kata “sepuh” dengan arti “mempertua, pendalaman dan penyempurnaan”. Hal ini dikontekskan pada individu yang sudah lanjut usia dan sangat dihormati oleh masyarakat karena karisma dan pengalaman sehingga pada umumnya dijadikan pedoman atau pemimpin.

Makna leluhur bagi masyarakat Sunda ataupun Jawa memilki artian yang sangat kuat dalam aktivitas spiritual dan sosial. Leluhur menjadi sumber kebijaksanaan dan pengalaman. Penghormatan kepada leluhur memiliki makna bahwa ada ikatan kuat untuk menjaga nilai-nilai yang sudah ada secara turun temurun. Ikatan ini pula terkadang menjadikan masyarakat pedesaan memiliki ikatan yang kuat satu sama lain dalam menjaga lingkungan dan kelompoknya.

Dalam konteks kulturalnya Nyepuh diartikan sebagai “nyipun” berarti membersihkan diri, dan hubungkan dengan menjelangnya bulan suci Ramadhan. Penggabungan elemen budaya lokal dengan nilai-nilai keislaman nampak hadir disini ketika akar tradisi dalam budaya sunda dengan ajaran Islam saling menyatu satu sama lain menjadi buah tradisi yang bertahan hingga saat ini.

Simbolisme Budaya

Ratusan batang lidi dikumpulkan oleh warga Tatar Galuh sebagai bentuk simbol persatuan dan persaudaraan. Prosesi ini juga menjadi bagian melekat dalam tradisi Nyepuh. Nilai persatuan dan persaudaraan antar masyarakat harus dijunjung tinggi dengan mengingat jasa dan ajaran leluhur agar tercipta lingkungan yang aman dan damai. Tidak sebatas menjadi simbol, dalam prosesinya, para warga menggunakan sapu lidi ini untuk membersihkan area makam untuk menjaga kesakralan dan lingkungan sekitar makam. Konsep kesucian dan kebersihan bukan sebatas kata, namun tercermin dengan praktik Nyepuh.

Ziarah pada makam Kiai ataupun leluhur pun tidak hanya menjadi sebuah bentuk penghormatan kepada leluhur, praktik ini menjadi sebuah sarana untuk memperkuat nilai dan ajaran keislaman kepada masyarakat.  Melalui tradisi Nyepuh, masyarakat memaknai ajaran untuk menghormati leluhur sesuai dengan syariat islam, hal ini menunjukan adanya upaya penyatuan nilai-nilai budaya lokal dengan ajaran Islam.

Praktik budaya ini menjadi sebuah praktik masyarakat yang terus dipertahankan sampai hari ini. Dasar praktiknya didasarkan pada nilai, keyakinan dan bertujuan menjadi pegangan masyarakat untuk terus menjunjung persatuan dan ketertiban dengan mengingat para leluhurnya. Weber memperkenalkan tindakan rasionalitas nilai sebagai tindakan berdasarkan nilai-nilai yang mengakar. Sehingga dalam konteks ritual Nyepuh, partisipasi tersebut dapat dilihat sebagai rasionalitas nilai. Tak hanya sebatas simbolisasi ritual yang diadakan setahun sekali, namun untuk memperkuat nilai-nilai tersebut diwujudkan dalam keseharian masyarakat.

Selain menjadi bagian penting dari budaya lokal, tradisi Nyepuh diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata bagi pengunjung yang ingin merasakan keindahan harmoni budaya dan spiritual yang tercipta di Tatar Galuh, Ciamis. Dengan demikian, tradisi Nyepuh tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, namun juga menjadi bukti nyata dari kesatuan dalam keberagaman, serta warisan budaya yang terus dilestarikan dan dihargai oleh masyarakat setempat.

Editor: Mukhlis

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Budaya Lainnya