Serapan DD Provinsi NTB Masih Rendah

Ilustrasi dana desa. Sumber Foto: Istockphoto
Ilustrasi dana desa. Sumber Foto: Istockphoto

MATARAMDewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia mengungkapkan, jika serapan dana desa (DD) di seluruh Indonesia, termasuk di NTB masih rendah. Rendahnya serapan DD ini, disebabkan banyak faktor salah satunya karena banyak regulasi yang mengatur penggunaan DD, baik dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat.

 

‘’Memasuki semester 1 tahun 2023, realisasi penyaluran dana desa secara nasional masih tergolong rendah, yakni sekitar Rp27,5 triliun atau sekitar 38,7 8% per 4 Juni 2023 ini data terakhir. Jadi kalau melihat serapan APBN kita sampai dengan 4 Juni  kemarin,  maka 38,78% masih sangat rendah,” ungkap ANGGOTA Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia dari Komite IV, Lalu Suhaimi Ismy, Rabu (5/7/2023).

 

Ia menyebut, rendahnya serapan DD ini tidak hanya terjadi di Provinsi NTB. Oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan serapan ini, karena  sekarang sudah bulan Juli dan beberapa bulan lagi Tahun Anggaran 2022 akan berakhir.

 

‘’Kemudian kalau  serapannya belum 50%, nah ini juga mungkin akan menyulitkan kita pada akhir tahunnya. Kemudian pemerintah desa masih belum bisa menggunakan dana desa sesuai kebutuhan dan kondisi desanya, karena adanya pengaturan tentang penggunaan dana desa untuk tahun 2023 sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 2022 tentang Pengelolaan Dana Desa,’’ ujarnya.

 

Hal ini menjadi permasalahan di tingkat desa, karena menyebabkan DD terlambat tersalurkan untuk masyarakat. Dalam hal ini,   perlu sinkronisasi peraturan dalam simplikasi tata kelola Dana Desa, mengingat masih terdapat regulasi yang tumpang tindih ditemukan pada peraturan tingkat menteri yang mengatur tentang pengelolaan dana desa.

 

Ia mengaku ketika berkunjung ke beberapa desa lagi di Pulau Lombok maupun di Pulau Sumbawa permasalahan ini menjadi keluhan yang sangat serius. Kepala desa mengadukan sulitnya pencairan dana desa, karena adanya regulasi yang  tumpang tindih, terutama untuk penyaluran-penyaluran bantuan dan lain sebagainya.

 

“Termasuk juga sering terlambatnya regulasi yang mengatur tentang  bagaimana  Dana desa yang digulirkan pemerintah setingkat desa itu  ada pengaturannya. Sering kali regulasinya juga terlambat datang, ini juga menyulitkan kepala desa kita dalam mengimplementasikannya,’’ imbuhnya.

 

Suhaimi mengatakan, pihaknya masih menemukan adanya permasalahan hukum dalam hal penggunaan Dana Desa di daerah. Dalam hal ini, kepala desa  harus memahami regulasi yang ada tentang pengelolaan keuangan yang ditransfer ke desa masing-masing agar supaya tidak menjadikan kepala-kepala desa tidak tersangkut  permasalahan-permasalahan hukum yang tidak diharapkan.

 

‘’Kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada di LHP BPK tahun 2022 masih terdapat beberapa permasalahan administrasi BLT Desa Tahun Anggaran 2022. Nah seperti tadi saya sampaikan,   bahwa fata untuk penerima berbagai bantuan di tingkat desa itu yumpang tindih. Masih ada terdapat banyak yang salah sasaran. Artinya ada  orang-orang atau pihak yang seharusnya mendapatkan bantuan, tapi tidak terdaftar,” jelasnya.

 

Pihaknya mendorong BPS dan juga instansi investasi terkait untuk memiliki  satu data nasional. Sehingga masing-masing instansi punya basis data dan bisa mengintervensi setiap program pemerintah dengan tepat.

 

‘’Jadi tidak masing-masing instansi mendatang sendiri-sendiri, kemudian justru nanti terjadi di tingkat bawah. Ini menjadi catatan kita untuk ke masa-masa yang akan datang, karena kalau terus berlanjut seperti itu tentu akan menimbulkan kecemburuan yang sangat tidak harapkan di kalangan masyarakat,’’ tutupnya.

 

Penulis: Erdhi

Editor: Rizal

Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *