Merangkul Penyandang Disabilitas Desa Plaosan: Perwujudan Desa Inklusi

Desa Plaosan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang menggandeng penyandang disabilitas untuk aktif dalam program ketahanan pangan. Pemerintah desa setempat membagikan bantuan berupa kolam lele dan bibitnya untuk menciptakan ekonomi mandiri bagi kelompok rentan dan marjinal di Desa Plaosan.
Focus Group Discussion tau FGD kelompok rentan dan marginal di Desa Plaosan. Sumber: Dokumentasi Humas Desa Plaosan
Focus Group Discussion tau FGD kelompok rentan dan marginal di Desa Plaosan. Sumber: Dokumentasi Humas Desa Plaosan

Kolomdesa.com, Kabupaten Malang – Pemerintah Desa Plaosan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang melibatkan penyandang disabilitas dalam menjaga ketahanan pangan di desa. Tak hanya untuk mewujudkan Desa Inklusi, tapi juga dalam bentuk mendorong perekonomian kelompok marjinal.

Sekitar 30 penyandang disabilitas mental dan fisik di Desa Plaosan merawat lele yang dibudidayakan di halaman terbuka mereka. Kolam ikan lele berdiameter 3 menggunakan bahan terpal yang dirawat oleh keluarga Usman, salah satu penyandang disabilitas nampak penuh dengan ikan.

Usman merupakan salah satu penyandang disabilitas mental di Desa Plaosan. Namun, ia cukup dapat berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya, bahkan untuk beternak lele, Usman cukup giat.

Merangkul Penyandang Disabilitas Desa Plaosan: Perwujudan Desa Inklusi
Budidaya ternak lele oleh salah satu keluarga penyandang disabilitas mental di Desa Plaosan. Sumber: Dokumentasi Humas Desa Plaosan.


“Kami menerima bantuan ini sejak Juli kemarin. Usman akhirnya memiliki kegiatan,” ungkap Yayuk, wali Usman pada Kolom Desa, Senin (16/12/2024). 

Kolam ikan lele tersebut merupakan salah satu bantuan sarana prasarana dari Pemerintah Desa Plaosan. Bantuan juga disertai dengan alat dan bibit lele yang disalurkan secara berkala sejak Juli lalu.

Pada Juni 2024, Desa Plaosan membentuk kelompok Penggerak Desa Inklusif. Kelompok ini menggerakkan warga desa penyandang disabilitas dalam aksi ketahanan pangan dengan berternak lele. 

Sri Wahyuni, Kepala Desa Plaosan mengungkapkan, melakukan aktivitas merawat lele cukup efektif untuk melatih sensorik dan motorik kelompok disabilitas mental. Tentunya hal ini didampingi oleh keluarga penyandang. 

“Langkah ini untuk mewujudkan Desa Inklusi, kami merangkul semua warga termasuk kelompok rentan dan marjinal, salah satu yang menjadi fokus kami adalah penyandang disabilitas,” kata Sri Wahyuni pada Kolom Desa, Senin (16/12/2024). 

Menurut Sri, penyandang disabilitas di desa masih memerlukan perhatian yang ekstra. Kelompok ini sangat sulit mendapatkan akses bersosial sebab keterbatasan pengetahuan masyarakat desa dalam menghadapi kelompok disabilitas.

“Masyarakat desa masih bingung gimana menghadapi kelompok ini, kadang takut kadang ya karena memang gak nyambung akhirnya kelompok ini juga tidak bebas bersosialisasi,” kata Sri. 

Libatkan Kelompok Disabilitas dalam Musyawarah Desa

Pemerintah Desa Plaosan turut mengajak kelompok disabilitas dalam kegiatan musyawarah desa, antaranya RKPDes, Perencanaan Pembangunan Desa dan Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa. 

Kegiatan Musyawarah Desa (Musdes) Desa Plaosan. Sumber: Dokumentasi Humas Desa Plaosan.
Kegiatan Musyawarah Desa (Musdes) Desa Plaosan. Sumber: Dokumentasi Humas Desa Plaosan.

Menurut Sri, sebagian kelompok rentan dan marjinal turut di Desa Plaosan cukup aktif mengikuti setiap musdes. Mereka didampingi oleh Penggerak Desa Inklusi Desa Plaosan. 

“Dengan melibatkan mereka dalam rapat-rapat perencanaan pembangunan, saya harap mereka dapat menyuarakan kebutuhan-kebutuhan mereka,” ungkapnya. 

Forum serap aspirasi dilakukan dengan metode FGD atau Focus Group Discussion. Langkah ini dibuat agar masyarakat dapat lebih luwes dalam menyampaikan pendapatnya. 

“‘Kalau dibuat forum seperti biasanya, masyarakat cenderung malu-malu untuk berpendapat. Jadi kami juga melatih mereka untuk berpartisipasi aktif dalam grupnya masing-masing. 

Khususkan Posyandu bagi Penyandang Disabilitas 

Tercatat sebanyak 37 orang penyandang disabilitas di Desa Plaosan. Antaranya 15 warga penyandang disabilitas mental dan 22 warga penyandang disabilitas fisik.

Meski tak semua warga marjinal dilibatkan dalam program ketahanan pangan budidaya lele, namun mereka mendapatkan akses kesehatan berupa pengecekan kesehatan khusus bagi kelompok rentan setiap bulannya.

“Memang, untuk penyandang disabilitas kami fokuskan pada pemberdayaan dan kesehatan,” katanya. 

Kegiatan Terapi Hipnotis yang diikuti oleh penyandang disabilitas mental di Desa Plaosan. Sumber: Dokumentasi Humas Desa Plaosan.
Kegiatan Terapi Hipnotis yang diikuti oleh penyandang disabilitas mental di Desa Plaosan. Sumber: Dokumentasi Humas Desa Plaosan.

Sebagian besar kelompok penyandang disabilitas datang dari keluarga prasejahtera. Sehingga, akses kesehatan dari Pemerintah Desa cukup membantu keluarga para penyandang disabilitas. Fasilitas berupa alat bantu juga sempat disalurkan. 

“Kalau ada warga butuh kursi roda, egrang, dan fasilitas alat bantu lain, keluarga tinggal melakukan pengajuan ke desa. Alhamdulillah selama ini bantuan sudah terealisasi. Namun kami tetap berfokus pada pemberdayaannya,” katanya. 

Sri berharap, program desa inklusinya ke depan akan lebih meluas dan merata ke seluruh warga Desa Plaosan. 

Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Inovasi Lainnya