Kolomdesa.com, Batu – Tren kopi di Indonesia yang makin berkembang menarik perhatian banyak pihak, terutama petani kopi. Sebab nilai jualnya yang tinggi, beberapa daerah yang potensial untuk menanam kopi, menjadikan kopi sebagai komoditas unggulannya. Tentunya, ini dilakukan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
Salah satunya di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sejak tahun 2012, desa ini mulai menanam kopi. Walaupun masih belum menjadi fokus utama, sebab mayoritas petani di Desa Bulukerto menanam tanaman holtikultura. Mereka menanam cabai, kol, dan sayuran lainnya. Namun akhir-akhir ini, banyak petani yang tertarik untuk menanam kopi di lahan mereka.
Letak geografis Desa Bulukerto berada di lereng Gunung Arjuno. Desa seluas 548,357 H ini memiliki udara yang sangat sejuk. Desa ini memiliki potensi lahan yang baik untuk tanaman kopi arabika.
Oktavian Dwi Suhermanto, Direktur Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) Desa Bulukerto mengatakan bahwa budidaya kopi arabika di Desa Bulukerto menunjukkan peningkatan. Hal ini merupakan respon positif terhadap fenomena industri kopi yang menjanjikan. “Melihat kopi menjadi salah satu produk yang berdaya jual tinggi, akhirnya banyak masyarakat memilih untuk menanam kopi di lahan mereka,” ungkap dia pada Kolom Desa, Senin (2/12/2024).
Hingga saat ini, terdapat 11 hektare lahan kopi arabika milik warga Desa Bulukerto yang dikelola oleh 21 petani kopi. Mereka masuk dalam kemitraan BUMDesma. Herman menyebutkan, BUMDesma Desa Bulukerto fokus pada pengembangan budidaya kopi.
“Kami juga menggandeng petani kopi dari daerah lain seperti Desa Ginipuro dan Sumber Gondok yang letak geografis daerahnya sama-sama di lereng Gunung Arjuno,” kata Herman.
Pendampingan petani yang dilakukan oleh Herman berawal dari pengalaman pribadinya dalam bertani kopi. Ia sempat mengalami fase penjualan dengan harga rendah sebab perawatan hasil kopi yang kurang tepat. Tak menyerah, Herman berkunjung ke Kabupaten Bondowoso untuk belajar budidaya kopi di sana, lalu kembali untuk mengimplementasikannya untuk pertanian kopi di Desa Bulukerto.
“Di sana kok harganya mahal, akhirnya cari tahu lah kenapa kopi itu bisa mahal. Akhirnya balik ke Malang ketemu temen-temen praktisi kopi ternyata kopi itu bisa mahal karena dari kebun sampai pasca panen itu harus benar caranya. Waktu itu setelah pasca panennya bagus, saya bisa jual 60 ribu, itu sudah 200% dari harga umumnya,” katanya.
Ilmu tersebut yang disalurkan Herman kepada petani kopi di Desa Bulukerto melalui BUMDesma hingga saat ini.
“Kita tanamnya dari tahun 2012, tapi sampai saat ini kami terus menanam karna kopi yang asli Batu ini. Kita tahu Batu ini kecil, kita ingin menjaga originalitas kopi di Batu jadi kami langkah budidaya jadi kami terus menanam, menanam,” tukas Herman.
Dalam setahun, Desa Bulukerto dapat memanen 125.000 pohon kopi dengan angka 8 kilo gelondongan perpohonnya. Kopi tersebut dihargai sekitar 15 hingga 16 ribu rupiah per kilonya.
Memiliki Nilai Konservasi
Penanaman kopi di Desa Bulukerto tidak semata-mata untung keuntungan komersil saja, lanjut Herman. Menurutnya, keberadaan lahan kopi arabika di Desa Bulukerto juga mendukung upaya konservasi alam.
“Yang di batu ini pertaniannya holtikultura. Holtikultura ini kan sering melakukan pengelolaan tanah. Jadinya sering terjadi erosi ketika hujan karena tidak ada tutupan vegetasi di atas permukaan tanah. Dari kopi ini kami berharap kopi ini bisa menahan tanah supaya tidak terjadi erosi,” terangnya.
Selain itu, Kota Batu menjadi hulu sungai terpanjang kedua di Jawa yaitu sungai Brantas. Sungai ini melewati 14 kabupaten/kota di Jawa Timur. Kata Herman, dengan turut mengontrol kondisi alam di Batu melalui kopi, setidaknya mengurangi resiko kerusakan pada hulu sungai Brantas.
“Misal di hulunya saja sudah mengalami kerusakan, maka pasti akan berdampak ke daerah lain. Untuk hal kecil di (daerah) Pujon itu kan masih banyak tanaman holtikultura, tidak jauh dari Pujon, di Mantang itu waduknya sudah mengalami sedimentasi. Pengendapan jadi area persawahan, padahal bendungan itu seharusnya menjadi penampung air dari Pujon,” beber Herman.
Sokong Kelompok Marjinal

BUMDesma Desa Bulukerto menggandeng 4 petani perempuan yang merupakan ibu tunggal. Kelompok ini dinamakan Ibu Petani Kopi. Herman menuturkan, ibu tunggal yang tergabung dalam kelompok tersebut memang memiliki latar belakang sebagai petani kopi dan memiliki lahan pribadi.
“Di sini ada Ibu Patmianah, Ibu Supami, Ibu Samiana dan Ibu watini. Keempatnya ibu tunggal, namun sudah mandiri dalam pertanian kopi,” katanya.
Dalam hal ini, kelompok ibu tunggal didampingi dalam proses perawatan, dari pemupukan hingga pasca panen. Kata Herman, hasil panen kopi para petani di dijual ke BUMDesma dan akan didistribusikan ke beberapa pasar dan langganan yang ada di kota Batu. “Program kerja kami ini kan pengolahan hasil. Jadi kami menampung hasil kebun dari petani-petani,” terangnya.
Untung menambah nilai jual, BUMDesma menjadikan lahan kebun Ibu Tani Kopi sebagai salah satu destinasi pelancong. Batu terkenal dengan berbagai pariwisatanya, termasuk pariwisata alam. Dengan lanskap Desa Bulukerto yang indah, lahan pertanian milik Ibu Tani Kopi cukup potensial. Hemat Herman, cara ini ditujukan agar para ibu petani tersebut mendapatkan manfaat dari ekowisata.
“Ke depannya kami akan seriusi hal itu,” tukas dia.
Perkuat Ekonomi Lokal
Dari Batu, didistribusikan ke Batu, manfaatnya diambil langsung oleh masyarakat Batu. Begitulah kalimat Herman saat menjelaskan bahwa pemasaran kopi Desa Bulukerto difokuskan di daerah Batu saja. Penguatan kopi lokal menurut Herman merupakan salah satu langkah untuk mendukung kedaulatan petani lokal, terutama di Desa Bulukerto.
“Kalau bisa harus petaninya yang berdaulat, bukan tengkulak,” ungkapnya.
Untuk meningkatkan pendapatan desa, BUMDesma juga membuka warung kopi khas Desa Bulukerto. Mereka menjual olahan biji kopi panggang (roasted been), bubuk kopi, hingga kopi siap saji untuk siapapun yang bertandang.
“Kami juga berjalan warung kopi di situ jualan bubuk kopi, roasted been, kemudian kami jualan kopi di cangkir ala ala warung kopi seperti itu,” katanya.

Kopi hasil pertanian Desa Bulukerto didistribusikan ke beberapa pasar di Batu. Selain itu, kopi lokal ini juga menjadi kopi pilihan hotel-hotel di Batu. Dengan konsep pemasaran yang terbatas, menjadikan kopi Desa Bulukerto tersebut memberikan kesan ekslusif bagi para pengunjung yang membelinya. “Jadi hanya orang-orang yang datang ke Batu yang akan mencicipi kopi lokal kami,” beber Herman.
Soal rasa, kopi arabika Desa Bulukerto memiliki rasa yang khas. Citarasa kopi arabika ini berdasarkan faktor tanah dan letak geografis, kata Herman.
“Kopi di lereng Gunung Arjuno memiliki body yang kuat. Istilahnya kalau pahit, pahit yang nyaman, yang nendang. Nah itu sama footy juga bagus kopi dari Arjuno,”
Untuk saat ini, petani di Desa Bulukerto masih terus menanam pohon kopi. Setidaknya ada 300 hektare lahan yang disiapkan untuk tanaman kopi. Rencana tersebut akan dijalankan dalam waktu dekat.
Selain itu, BUMDesma Desa Bulukerto membuka peluang untuk membangun kemitraan selama tidak keluar dari koridor tujuan utamanya. Yaitu konservasi alam dan pemberdayaan masyarakat.
“Harapan kami ya masyarakat Desa Bulukerto terus menanam kopi. Menanggapi tren kopi yang terus naik, hal ini menjadi masa depan yang cerah bagi petani kopi,” tutup dia.