Fenomena Budaya Haji Kopi di Desa Sidomulyo

Haji Kopi dan Ilustrasi Kebun Kopi Desa Sidomulyo
Haji Kopi dan Ilustrasi Kebun Kopi Desa Sidomulyo

Share This Post

Kolomdesa.com, JemberDesa Sidomulyo di Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, telah menjadi pusat perhatian berkat fenomena budaya unik yang dikenal sebagai “Haji Kopi.” Fenomena ini mencerminkan bagaimana keberhasilan ekonomi dari budidaya kopi tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat tetapi juga memungkinkan mereka untuk menunaikan ibadah haji atau umroh. Dalam fenomena ini, masyarakat yang berhasil meraih keuntungan besar dari penjualan kopi akan mengalokasikan sebagian penghasilannya untuk kegiatan religius seperti naik haji atau umroh, yang dianggap sebagai tanda kesuksesan yang dicapai dalam budaya setempat.

Fenomena Budaya Haji Kopi di Desa Sidomulyo
Ilustrasi tanaman kopi yang memiliki nilai tinggi.

Keberhasilan ekonomi dari budidaya kopi telah secara menyeluruh mengubah perekonomian masyarakat Desa Sidomulyo khususnya pada petani kopi. Tahun ini, harga kopi termasuk pada harga tinggi, yaitu Rp. 70.000 per kilogram, yang berdampak besar pada pendapatan petani. Kestabilan harga kopi dari tahun ke tahun juga membuat kopi tetap menjadi komoditas unggulan di desa ini. Corak kondisi geografis di Desa Sidomulyo sangat cocok dari segi kesuburan dan ketinggian untuk ditanami kopi dibandingkan dengan tanaman komoditas lain.

Ketua Karang Taruna Sidomulyo, Muhammad Lutfi, menjelaskan bahwa masyarakat yang memiliki kebun kopi merasakan perubahan yang sangat signifikan setiap musim panen kopi tiba. “Musim kopi sangat mempengaruhi pola hidup dan perekonomian masyarakat desa Sidomulyo,” ujar Lutfi. “Contohnya pada musim kopi kali ini, ada yang sudah merencanakan untuk umroh dan ada yang merencanakan untuk membeli mobil dan rencana-rencana lainnya.”

Tradisi dan Budaya Haji Kopi

Fenomena Tradisi “Haji Kopi” tidak hanya tentang keberhasilan ekonomi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya dan religius masyarakat Sidomulyo.

“Ada anekdot di kalangan para juragan atau warga desa Sidomulyo, bahwa seseorang dianggap benar-benar kaya jika sudah sampai ke Mekkah, entah itu sebagai haji atau umroh,” tambah Lutfi.

Namun, Lutfi juga menekankan bahwa tradisi keagamaan di desa ini tidak mengalami perubahan dalam hal religiusitas dan penanaman nilai meskipun ada peningkatan kesejahteraan. Sejak tahun 2000-an, masyarakat Sidomulyo merayakan Haul Gus Dur sebagai bentuk syukur atas jasa mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam pembebasan lahan untuk masyarakat sipil. “Masyarakat yang memiliki kebun kopi merasa terbantu dan Gus Dur sangat berjasa dalam pembebasan lahan pada waktu itu. Sehingga setiap haul Gus Dur masyarakat Sidomulyo turut merayakan dan itu dikemas dalam pengajian akbar sebagai wujud syukur,” jelas Lutfi.

Budidaya kopi di Sidomulyo telah menjadi tradisi turun-temurun. Lahan kopi diwariskan dari generasi ke generasi, memastikan keberlanjutan produksi dan menjaga kopi sebagai komoditas unggulan desa.

“Setiap tahun itu tetap terjaga, kopi itu menjadi komoditas unggulan. Karena selain cocok, harganya sangat stabil, dan setiap tahunnya mendapatkan keuntungan yang besar dibandingkan dengan komoditas lainnya,” kata Lutfi.

Fenomena Budaya Haji Kopi di Desa Sidomulyo
Masyarkat Desa Sidomulyo memegang produk kopinya. Sumber: Ngopibareng.id

Keberhasilan ekonomi dari budidaya kopi membuat masyarakat Sidomulyo untuk merencanakan berbagai kegiatan penting, termasuk menunaikan ibadah haji atau umroh. Selain itu, beberapa warga juga menggunakan hasil penjualan kopi untuk membeli kendaraan atau keperluan lain yang mendukung peningkatan kualitas hidup mereka.

Fluktuasi harga kopi yang tinggi setiap tahun juga mempengaruhi keputusan ekonomi masyarakat. Lutfi menjelaskan bahwa harga kopi dapat mengalami kenaikan dan penurunan yang sangat variatif dalam satu bulan.

“Kadang dipanen awal itu tinggi, abis itu di pertengahan terkadang turun, terkadang naik. Jadi yang melatarbelakangi secara umum itu lebih kepada harga jual kopi yang tiap tahun berbeda,” ungkapnya.

Tahun ini, harga kopi mencapai puncaknya, mendorong banyak warga untuk melaksanakan umroh atau bahkan mendaftar haji. Peningkatan harga yang signifikan ini memungkinkan petani kopi untuk merencanakan masa depan yang lebih baik dan mengejar mimpi-mimpi mereka.

Tasyakuran dan Syukur atas Hasil Panen

Setiap tahun, masyarakat Sidomulyo mengadakan tasyakuran setelah panen kopi, yang sering bertepatan dengan Maulid Nabi dan Haul Gus Dur. “Tasyakuran itu diadakan dan disatukan ketika bertepatan dengan Maulid Nabi dan Haul Gus Dur. Jadi setelah panen kopi ada Maulid Nabi dan Haul Gus Dur, itu salah satu agendanya mensyukuri hasil panen dari masyarakat Sidomulyo,” jelas Lutfi.

Tasyakuran ini merupakan inisiatif dari masyarakat Sidomulyo sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang melimpah. Tradisi ini juga memperkuat ikatan sosial dan keagamaan di antara warga desa, mengingatkan mereka akan pentingnya bersyukur atas berkah yang telah diterima.

Tradisi Haji Kopi di Sidomulyo ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan ekonomi dari budidaya kopi, tetapi juga bagaimana masyarakat desa memanfaatkan hasil panen mereka untuk dialokasikan pada kegiatan religius dan peningkatan kualitas hidup. Lutfi sebagai seorang warga Sidomulyo optimis bahwa dengan kondisi alam yang mendukung dan tradisi yang kuat, kopi akan tetap menjadi komoditas unggulan desa Sidomulyo.

Penulis: Lukacs Lazuardi

Editor: Mukhlisa

Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Budaya Lainnya