RIAU – Bakar Tongkang Riau adalah salah satu tradisi unik yang berasal dari provinsi Riau, Indonesia. Tradisi ini merujuk pada acara pembakaran rakit yang terbuat dari bambu dan bahan-bahan organik sebagai ungkapan syukur dan harapan untuk mendapatkan berkah dan kesuburan.

Sejarah Bakar Tongkang Riau
Sejarah Bakar Tongkang Riau dapat ditelusuri kembali ke zaman dahulu kala, ketika masyarakat Riau bergantung pada hasil alam untuk hidup mereka. Musim kemarau yang datang setiap tahun menjadi momen penting yang dinanti-nanti, karena dapat mengancam kelangsungan hidup mereka. Masyarakat Riau mengembangkan tradisi Bakar Tongkang sebagai ungkapan syukur dan harapan untuk mendapatkan berkah dan kesuburan saat musim kemarau tiba.
Tradisi Bakar Tongkang Riau biasanya dilakukan di awal musim kemarau, yang biasanya jatuh pada bulan April atau Mei. Proses persiapan Bakar Tongkang dimulai beberapa bulan sebelumnya, di mana masyarakat Riau bekerja sama dalam mengumpulkan bambu, kayu bakar, daun kelapa, serta bahan-bahan organik lainnya yang akan digunakan dalam pembangunan rakit.
Ansar, R. (2021), tradisi bakar tongkabg ini sudah dilakukan oleh masyarakat Riau sejak lama dan telah menjadi bagian dari warisan budaya mereka. Pada awalanya bakar tongkang dilakukan oleh para nelayan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil tangkapan yang melimpah. Namun seiring berjalannya waktu tradisi ini berkembang dan menjadi sebuah perayaan besar Islam yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Riau.
“Proses pembangunan rakit dilakukan secara gotong royong, melibatkan partisipasi masyarakat lokal dari berbagai kelompok usia, mulai dari anak-anak hingga orang tua,” ujar Riza Aulia, seorang budayawan lokal.
Rakit yang dibangun memiliki bentuk dan ukuran yang besar, terdiri dari beberapa lantai yang dipenuhi dengan bambu, kayu bakar, serta bahan-bahan organik seperti daun kelapa, jerami, dan sejenisnya.

Rakit ini dihias dengan berbagai ornamen tradisional, seperti kain songket, anyaman bambu, serta dekorasi alamiah seperti bunga dan daun. Setelah rakit selesai dibangun, masyarakat Riau mengadakan upacara adat sebagai bagian dari persiapan Bakar Tongkang. Upacara ini melibatkan para pemimpin adat, pemangku adat, serta masyarakat lokal sebagai ungkapan syukur dan doa untuk kelancaran pelaksanaan Bakar Tongkang.
“Pada hari pelaksanaan Bakar Tongkang, rakit yang telah dipersiapkan sebelumnya diletakkan di tengah sungai atau danau yang menjadi tempat pelaksanaan acara. Rakit kemudian dinyalakan, menciptakan pemandangan yang sangat spektakuler. Rakit yang terbakar menghasilkan percikan api yang menjulang tinggi, memancarkan cahaya yang mempesona, dan membentuk awan asap yang menghiasi langit. Masyarakat Riau bersama-sama menyaksikan acara ini dengan penuh suka cita dan kegembiraan” tambah Riza Aulia
Nilai Budaya Bakar tongkang
Bapak Surya, seorang nelayan setempat mengatakan; Nilai-nilai yang terkandung dalam Bakar Tongkang Riau sangat beragam. Pertama, nilai religius menjadi aspek penting dalam tradisi ini. Masyarakat Riau meyakini bahwa Bakar Tongkang adalah ungkapan syukur kepada Tuhan atas berkah dan keberlimpahan yang diberikan kepada mereka, serta sebagai doa untuk memohon berkah dan kesuburan pada musim kemarau yang akan datang. Tradisi ini mengandung nilai-nilai keagamaan, kesederhanaan, dan kerjasama antar generasi dalam menjaga dan merawat hubungan manusia dengan Tuhan dan alam.
Selain itu, Bakar Tongkang Riau juga mengandung nilai-nilai sosial dan budaya. Tradisi ini menjadi momen penting bagi masyarakat Riau untuk bersatu, bekerja sama, dan bergotong royong dalam proses pembangunan rakit, persiapan upacara, serta pelaksanaan Bakar Tongkang itu sendiri. Tradisi ini memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas dalam komunitas, serta memperkuat ikatan sosial antar anggota masyarakat lokal.
Keunikan Tradisi Bakar Tongkang
Keunikan Bakar Tongkang Riau juga terletak pada aspek estetika dan seni. Rakit yang dibangun dengan ukuran yang besar dan dihiasi dengan berbagai ornamen tradisional menciptakan pemandangan yang spektakuler saat terbakar. Cahaya api yang memancar, percikan api yang menjulang tinggi, dan awan asap yang membentuk pola-pola menarik menjadi pemandangan yang menakjubkan bagi para penonton. Selain itu, penggunaan bahan-bahan organik seperti bambu, kayu bakar, daun kelapa, dan jerami sebagai bahan utama dalam pembangunan rakit, serta dekorasi alamiah yang digunakan sebagai ornamen, memberikan nuansa alami dan ekologis pada tradisi ini.

Bakar Tongkang Riau juga memiliki dampak positif bagi masyarakat dan ekonomi lokal. Tradisi ini menjadi daya tarik wisata budaya yang menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Dalam pelaksanaan Bakar Tongkang, masyarakat lokal juga memiliki kesempatan untuk memperoleh penghasilan tambahan melalui penjualan tiket masuk, jajanan, serta kerajinan tangan dan souvenir yang dijual selama acara. Selain itu, tradisi ini juga memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal untuk memperoleh penghasilan melalui pembuatan dan penyediaan bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembangunan rakit, ujar Joko; seorang tokoh masyarakat setempat.
Namun, Bakar Tongkang Riau juga menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah pengaruh modernisasi dan perubahan sosial yang dapat mempengaruhi kontinuitas dan keberlanjutan tradisi ini. Dalam era globalisasi, banyak generasi muda yang terpengaruh oleh budaya asing dan cenderung kehilangan minat dan identitas terhadap tradisi lokal. Selain itu, perubahan lingkungan dan perubahan iklim juga dapat mempengaruhi musim kemarau, yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tradisi Bakar Tongkang.
Editor: Ani