BKKBN Imbau Kades hingga Lurah untuk Aktif dan Teliti Lakukan Pendataan Stunting

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo. Sumber foto: Website resmi BKKBN

JAKARTA – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengimbau seluruh kepala desa maupun lurah di setiap daerah untuk lebih aktif dan teliti melakukan pendataan balita yang memiliki berat atau tinggi badan di Bawah Garis Merah (BGM), dan keluarga yang tak menerima bantuan PKH. Pasalnya, jika bantuan itu tak diterima oleh keluarga berisiko stunting, maka intervensi yang dilakukan tidak akan maksimal.

 

“Jadi para kepala desa harus aktif (memantaunya), didukung oleh PKK dan Tim Pendamping Keluarga (TPK), kader, penyuluh KB dan lainnya harus aktif, karena anggaran Pendamping Makanan Tambahan (PMT) dari DAK sudah diberikan Kementerian Kesehatan melalui puskesmas,” ujar Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Webinar Seri 2 Praktik Baik De’Best 1.000 HPK yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (12/4/2023).

 

Lebih luas, Hasto membeberkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi, yakni 21,6 persen berdasarkan data SSGI 2022. Hasto memperkirakan dari persentase tersebut jumlah balita stunting saat ini mencapai 4,6 juta jiwa.

 

Menurut Hasto, dengan 82 ribu desa/kelurahan yang tersebar di seluruh penjuru negeri, seharusnya penanganan stunting bisa lebih optimal karena menggerakkan langsung partisipasi dari masyarakat desa dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045 melalui pembentukan generasi yang unggul, produktif, cerdas dan berdaya saing.

 

“Kalau kita targetkan separuh saja (angka prevalensi itu) turun, maka kurang lebih dua juta balita stunting di seluruh Indonesia harus terkoreksi. Terutama yang masih sebarannya di baduta, dengan kita membagi jumlah itu di 82 ribu desa/kelurahan, maka jatuhnya bapak dan ibu rata-rata hanya menangani sekitar 23 balita stunting bahkan ada yang lebih rendah atau lebih banyak tergantung jumlah penduduknya,” ujarnya.

 

Hasto juga mengingatkan seluruh kepala desa ataupun lurah di setiap daerah untuk menggunakan secara maksimal empat sumber pendanaan yang ada untuk mengatasi stunting. Pasalnya, hal itu sesuai dengan Perpres No. 72 Tahun 2021 untuk percepatan penurunan stunting.

 

“Perlu saya sampaikan setelah ada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 untuk percepatan penurunan stunting, maka berapa jumlah desa yang bebas stunting itu menjadi indikator, menjadi ukuran dari proses pencapaian penurunan stunting,” jelas Hasto.

 

Kemudian diperkirakan pula bahwa Indonesia memiliki sebanyak 4,8 juta ibu hamil dalam setahun. Ia menghitung bila dibagi dengan 82 ribu desa/kelurahan maka, setiap desa kurang lebih bisa hanya mengintervensi sebanyak 58 ibu hamil tiap tahun.

 

Hasto memperkirakan, penanganan stunting tidak akan terasa berat, terlebih jika kepala desa atau lurah bisa memanfaatkan empat sumber anggaran yang telah diberikan oleh pemerintah pusat seperti bantuan Program Keluarga Harapan itu.

 

Oleh sebab itu, Hasto meminta setiap kepala desa memeriksakan penyaluran dana tersebut di tingkat kabupaten, agar skrining pada anak stunting ataupun pemberian PMT bisa segera disalurkan secara tepat pada target sasaran.

 

“Bahkan dalam rangka percepatan penurunan stunting ini, kita harus bersama-sama dengan lintas sektor secara pentaheliks sampai melibatkan TNI/Polri,” pungkasnya.

 

Penulis: Danu

Editor: Rizal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *