Kala BUM Desa Kalahkan Tengkulak Beras Tanpa Modal

Usaha Beras Milik BUM Desa. Sumber: Istimewa
“Kita itu kalah dengan tengkulak, tengkulak punya modal besar tapi Bumdes tidak punya modal. Sehingga membelinya setelah cair dari Pemda baru kita beli. Jadi kita hutang dulu dengan petani,” ujar Corko, Direktur BUM Desa Mulya Bersama".

Kolom Desa – Rona optimis dan bahagia tersunging dari wajah pengurus yang mewakili masing-masing BUM Desa pasca penandatanganan kontrak. Terbayang dibenak mereka, dari delivery order (DO) 30 ton beras dengan margin Rp 970/kg saja keuntungan Rp 28  juta per bulan ada didepan mata.

 

Terang saja, karena pada saat itu, Kamis (27/02/2020) telah disepakati perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Manokwari dengan tiga BUM Desa terkait pemenuhan jatah beras aparatur sipil negara (ASN) di kabupaten Manokwari, Papua Barat. Adapun rinciannya adalah BUM Desa Mulya Bersama dari kampung Prafi Mulya mendapat kontrak DO 40 ton per bulan, BUM Desa Pandu Upokarti dari kampung Desay sebanyak 30 ton per bulan dan BUM Desa Sinar Papua dari Kampung Sidey Baru juga 30 ton per bulan melengkapi total volume DO pemenuhan jatah beras ASN yang mencapai 100 ton per bulan. Mereka sepakat dengan harga beli dari Pemkab sebesar Rp 10.937/kg dan BUM Desa mematok harga beras petani Rp 10.000/kg. Sehingga margin yang didapat sebesar Rp 937/kg.

 

Mungkin kesepakatan itu dapat dikatakan bondo nekat alisa bondo yakin. Karena pada saat itu, hampir semua BUM Desa tidak ada modal sama sekali. BUM Desa Mulya Bersama baru saja dibentuk setelah ada kejelasan kontrak. Bahkan BUM Desa Sinar Papua yakin mengiyakan kontrak hanya karena punya modal 30 juta. Direkturnya saat itu beranggapan dengan modal tersebut dapat membeli beras dari petani sebanyak 30 ton. Ia tidak ngeh, bahwa untuk membeli 10 ton beras saja membutuhan modal Rp 100 juta. Hal yang sama juga dialami BUM Desa Pandu Upokarti.

 

Namun apa lacur, kontrak sudah terlanjur diteken, sudah pasti tidak dapat dibatalkan lagi. Kepala Dinas Pembardayaan Masyarakat dan Kampung (PMD) Kab. Manokwari, Jeffry Sahuburua, sosok yang paling lantang menyuarakan BUM Desa, sontak mengajak para pengurus untuk bersama-sama merancang secara detail kegiatan sosialisasi, musyawarah hingga bagaimana bergerilya ke petani-petani untuk meyakinkan mereka agar bersedia diambil berasnya dahulu tapi bayar belakang.

 

Sudah dapat diperkirakan, meyakinkan petani tidaklah semudah yang dibayangkan. Bukan karena petani tidak mau. Akan tetapi hubungan bisnis yang saling menguntungkan antara petani manokwari dengan tengkulak memang sudah terjalin bertahun-tahun. Salah satunya, sebut saja Hamdi. Ia dapat meminjam uang terlebih dahulu kepada tengkulak untuk modal garap sawah serta kebutuhan keluarga yang beragam, mulai dari kebutuhan sehari-hari, kebutuhan kesehatan, kebutuhan pendidikan dan utamanya kebutuhan sosial dan produksi pertaniannya. Akhirnya, ketika panen raya tiba, Ia harus membawa seluruh hasil panennya untuk bayar utang dengan harga yang sudah ditetapkan sepihak oleh tengkulak. Jika ada sisa gabah, dia akan membawa pulang. Jika tidak ada sisa gabah, Hamdi terpaksa utang lagi untuk modal musim tanam berikutnya.

 

“Mungkin sudah jalan Tuhan,” celetuk salah satu pengurus BUM Desa. Bersama kepala kampung, aparat dan tokoh kampung, pengurus BUM Desa saling bahu membahu hingga akhirnya berhasil meyakinkan petani satu persatu. Sehingga secara perdana, kontrak beras berhasil dipenuhi 100%. Untuk menjaga kontinuitas pasokan, Jeffry Sahuburua juga rutin mengadakan musyawarah antara BUM Desa, Petani serta Tengkulak. Dengan tujuan bila suatu saat kontrak volume beras tak terpenuhi, para tengkulak dapat membantu, tentu dengan kesepakatan harga yang lebih tinggi dari petani.

Kala BUM Desa Kalahkan Tengkulak Beras Tanpa Modal
Distribusi Beras Milik BUM Desa

Satu bulan pertama hingga bulan ketiga BUM Desa berhasil memenuhi target. Mungkin karena saat itu, stok gabah masih cukup melimpah di petani. Tapi menginjak bulan keempat, apa yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Kuota pasokan beras mulai terganggu, para petani mulai enggan melepas berasnya tanpa ada modal atau minimal uang panjer terlebih dahulu. Mungkin ibarat “siapa yang mau periuk nasinya dikurangi”, para tengkulak pun tidak bersedia membantu dengan alasan margin yang ditawarkan masih sangat-sangat minim. Sudah dapat dibayangkan, pada bulan keempat, tidak ada satupun BUM Desa yang dapat memenuhi kontrak pemenuhan beras 100%.

 

Mau tidak mau, pengurus BUM Desa terpaksa harus bergerilya lebih keras lagi bahkan dengan terpaksa harus “mengimpor” beras dari kampung tetangga hingga Kabupaten Manokwari Selatan. BUM Desa Pandu Upokarti pun harus meminjam dana atas nama pribadi, hanya untuk memenuhi 20% kuota beras. Kejadian tersebut terus berlangsung pada bulan ke lima dan seterusnya.

 

Lambat laun, hasil jerih payah pengurus BUM Desa mulai menuai hasil. Kepercayaan penuh petani-petani yang lain (karena pembayaran on time) sudah mulai mereka dapatkan. Bahkan dari akumulasi margin yang didapat, mereka sudah bisa men-DP setiap beras yang akan diambil.

 

Hasilnya per tahun 2022, BUM Desa Prafi Mulia dari unit pengadaan berasnya saja mendapat keuntungan bersih Rp 107 juta. Sedangkan BUM Desa Sinar Papua membukukan laba bersih Rp 97 juta. Bahkan BUM Desa Pandu Upokarti dari keseluruhan unit usaha, membukukan laba bersih Rp 220 juta. Dan yang paling membanggakan, program pengadaan Beras ASN oleh BUM Desa ini sudah mulai diadopsi oleh kabupaten Manokwari Selatan.

 

Mungkin ada beberapa dari kita yang ragu atau bahkan cukup sulit membayangkan kenapa para petani bersedia diambil berasnya terlebih dahulu. Walaupun itu harus dengan gencar meyakinkan petani, bahwa keberadaan BUM Desa memang untuk kesejahteraan desa dan warganya.

 

Kala BUM Desa Kalahkan Tengkulak Beras Tanpa Modal
Usaha Beras Milik BUM Desa

Padahal, ada satu poin positif yang justru itu memang sangat menguntungkan petani. Yakni kepastian harga beras. Secara tidak langsung, kontrak penyaluran beras ASN yang digawangi BUM Desa ini, telah mendongkrak kepastian harga beras dari yang dulunya sesuai kehendak tengkulak atau berdasar stok yang ada menjadi pasti atau tetap. Awalnya saat panen raya tiba, harga beras cenderung anjlok. Pun begitu para tengkulak tak bisa semena-mena mematok harga dibawah DO dari BUM Desa bila masih ingin membeli beras dari petani.

 

Pada akhirmya, dengan bersatu, bergotong-royong serta dukungan dari pemerintah desa dan supra desa, BUM Desa memang benar-benar bisa mensejahterakan petani dengan mengalahkan tengkulak bahkan tanpa modal sekalipun.

 

Tulisan ini hanyalah pembukaan. Berikutnya akan mengulas kisah unik dari lika-liku Pemkab Manokwari dalam menetapkan pemenuhan jatah beras ASN oleh BUM Desa, serta profil menarik dari masing-masing BUM Desa tersebut.

 

Penulis: Reza Pahlevi *

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *