Kolomdesa.com, Muara Enim – Desa Talas Air, Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan memiliki kultur yang cukup unik. Desa ini dipenuhi dengan budaya dan adat istiadat Bali.
Bukan tanpa alasan, Desa Air Talas merupakan wilayah kawasan transmigrasi oleh penduduk dari Desa Les Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Tak heran jika mengunjungi desa ini, nuansa khas Bali cukup terasa.
Desa Air Talas ini ada sejak era Pemerintahan Presiden Soeharto pada tahun 1987. Sekitar 75 KK per kelompok ikut program transmigrasi program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yakni kelapa sawit sebagai penghasil utamanya.
Untuk mengunjungi Desa Air Talas, setidaknya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam melalui jalan tol Palembang – Prabumulih. Kemudian dilanjutkan melalui jalan lintas Sumatera Selatan arah Kota Muara Enim sekitar 30 menit perjalanan.
Coba Tanam Jeruk sebagai Sampingan Kerja Kelapa Sawit
Sekitar 350 KK transmigran Bali tinggal di Desa Air Talas. Kepala Desa Air Talas, I Gede Arsana menyebut, penduduk per KK yang bertransmigrasi ke desa tersebut mendapatkan 2 hektar perkebunan sawit, 25 area pekarangan rumah dan 75 area lahan berkebun.
Menurut I Gede, alasan penduduk migrasi adalah sebab gagalnya petani jeruk di Bali akibat virus Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) atau kutu loncat. “Banyak petani jeruk merugi karena virus CVPD, menyebabkan petani kehilangan mata pencaharian, kemudian memilih bertransmigrasi ke Sumatera sebagai petani sawit,” tuturnya.
Namun, penghasilan sebagai petani sawit membutuhkan waktu lama, membuat masyarakat desa berpikir untuk mencoba mencari penghasilan kedua. “Jadi waktu sawit berumur 2 tahun belum berproduksi, sebagian warga ada yang membawa bibit jeruk siam dari Bali, kemudian ditanam di lahan berkebun transmigran,” katanya.
Tak disangka, bibit jeruk bawaan dari Bali tersebut menghasilkan panen yang berlimpah, dengan rasa buah yang manis. Sehingga warga memutuskan untuk bertani jeruk kembali di samping menunggu panen kelapa sawit.
Usaha kedua untuk berkebun jeruk siam ternyata tidak mudah. Masyarakat masih dihadapkan dengan hama yang sama untuk kedua kali.
Meski usaha menanam jeruk siam tidak lancar pada awalnya, warga akhirnya mendapatkan bantuan berupa program dari salah satu perusahaan migas di Indonesia untuk mengembangkan pengolahan produk jeruk yang terbentuk dalam kelompok Anggrek Dewata.
Pengembangan Jeruk Lewat Program Anggrek Dewata
I Gede Arsana menyebutkan, masyarakat Desa Air Talas menjalankan program unggulan Agribisnis Penggerak Desa Wisata Air Talas (Anggrek Dewata) di bawah PEP Limau Field sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) dengan mengembangkan potensi jeruk siam. Program ini memiliki tiga sub-program yang terintegrasi.
Ketiga sub-program itu adalah Bu Jusi (Budidaya Jeruk Siam Organik), Bude Arta Maju (Ibu-Ibu Desa Air Talas Mengolah Jeruk), dan Puteri Jelita (Pupuk Cair Organik dari Limbah Kulit Jeruk Air Talas). Program ini dicanangkan untuk mengentaskan angka kemiskinan di Desa Air Talas.
Sub-program Bu Jusi ini dicanangkan sejak hama CVPD menyebar luas selama pandemi Covid-19 dan suhu tinggi. Akibatnya, petani menghadapi penurunan produktivitas tanaman jeruk siam.
Khairil Anam, Ketua Satgas Penanggulangan Hama Penyakit pada Tanaman Jeruk di Desa Talas Air mengungkapkan kelompok Anggrek Dewata membuat inovasi kepada petani di Desa Air Talas lewat program Bu Jusi.
Petani yang tergabung dalam Bu Jusi ini memanfaatkan limbah pekarangan, limbah dapur, dan limbah-limbah yang bersifat organik diolah menjadi pupuk cair, pupuk bokashi dan pupuk padat. “Untuk mensiasati kelangkaan pupuk, bahan dari alam kita kembalikan ke alam,” kata Khairil.
Untuk memaksimalkan produksi internal, Khairil mengungkapkan hasil olahan pupuk organik tersebut dialokasikan kepada petani jeruk siam di Desa Talas Air sebesar 85 persen. Sedangkan sisanya dialokasikan ke pusat studi agen hayati Trichoderma sp, yang ada di Desa Air Talas.
Agen hayati Trichoderma sp. ini digunakan untuk memerangi hama CVPD, dengan hasil pengurangan biaya operasional petani hingga 71 persen. Upaya ini juga mempromosikan pertanian ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan pupuk anorganik.
“(riset ini) sudah sampai ke desa tetangga, ke luar kota pun sudah seperti Kota Lahat, Kota Prabumulih, tapi kalau pupuk organik cair kita prioritaskan di desa saja agar petani kita semakin kreatif,” beber pria 42 tahun ini.
Menurutnya, penting untuk memberi edukasi kepada masyarakat bahwa pupuk organik juga tidak kalah luar biasa daripada pupuk kimia. Maka dari itu, pemasaran pupuk cair ke luar daerah belum terlalu diperhitungkan.
Untuk mempermudah mobilisasi, Khairil juga mengungkapkan bahwa terdapat blok-blok yang disediakan untuk menyuplai pupuk cair kepada petani. Petani jeruk siam dapat mendatangi pos terdekat untuk mengambil pupuk. Jika stok salah satu blok kosong, petani dapat mengambilnya ke pusat studi atau riset.
Pembuatan pupuk cair juga dibagi per blok sesuai dengan kebutuhan. Petani dapat mengambilnya secara cuma-cuma. Sedangkan untuk pupuk riset dijual sekitar harga Rp 35 ribu saja atau setengah dari harga pasaran.
“Kami memproduksi banyak (pupuk organik cair) kami sediakan hingga satu ton, kisaran waktu 3 bulan harus kita aplikasikan pada petani. Biaya untuk pembuatan tidak menjadi halangan sehingga kita tidak mematok harga, kecuali petani ingin memberikan mahar kita masukkan dalam kas kelompok,” beber Khairil.
Di sisi lain, program Bude Arta Maju berfokus pada peningkatan nilai jeruk siam kualitas kedua, yang sebelumnya memiliki harga jual rendah karena rasanya yang kurang manis atau asam. Menurut Khairil, sekitar 3 hingga 4 kebun petani yang menghasilkan buah jeruk rasa asam menjadi penyuplai bahan bagi kelompok Bude Arta Maju.
Sistem pengolahan kedua jeruk siam diolah di rumah produksi Komunitas Wanita Tani (KWT) Bude Arta Maju. Setidaknya 18 perempuan tergabung dalam kelompok ini. Hasil produknya pun beragam, dari sirup, aneka kue seperti pie jeruk, stik jeruk, dan olahan lainnya.
Program yang digarap oleh para ibu melalui KWT ini dinilai berhasil mengurangi angka pengangguran perempuan di Desa Air Talas. Meskipun masih terdapat kendala pemasaran dan kompetitor yang menjual produk dengan harga yang lebih ekonomis.
“Kendala kita untuk pemasaran yakni masih banyak kompetitor yang menjual dengan harga yang lebih ekonomis. Sedangkan bahan yang kami gunakan juga cukup lumayan sehingga tidak bisa dijual dengan harga murah,” katanya.
Kendati demikian, Kelompok Bude Arta Maju masih dapat menjual produk-produknya pada acara pameran. Pemesan dari perusahaan-perusahaan tertentu juga masih menjadi ladang uang bagi mereka.
“Mengingat kita memperhitungkan tanggal kadaluarsa terutama di produk sirup, kita juga tidak memproduksi secara massal. Ketika ada pesanan baru kita olah,” ungkapnya.
Sedangkan program Puteri Jelita menjawab permasalahan jeruk siam kualitas ketiga atau yang busuk dengan mengubahnya menjadi pupuk cair organik. Pupuk ini digunakan untuk mendukung pertanian jeruk siam di Desa Air Talas.
UKM Diminati Warga Luar Desa, Ekonomi Ikut Bergerak
Khairil mengungkapkan, omzet yang didapatkan oleh petani jeruk siam di Desa Air Talas ini rata-rata menyentuh 25 hingga 30 juta pertahun. Sedangkan untuk pengolahan sirup, kue dan stik jeruk dapat menyentuh nominal 7 hingga 10 juta.
“Tapi dari angka tersebut tidak menutup kemungkinan angka omzet akan naik. Sebab kemarin ada yang menyentuh angka hingga 120 juta,” sebut Khairil.
Selain itu, I Gede Arsana juga menyebutkan Pemerintah Desa Air Talas juga menyiapkan dana desa yang dikhususkan untuk pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Dana desa tersebut direalisasikan untuk kegiatan fisik dan pelatihan-pelatihan.
“Kami sangat giat, kami berinovasi untuk terus mengajak pengurus Anggrek Dewata untuk mengikuti pelatihan baik di internal maupun eksternal,” ungkap I Gede.
I Gede juga mengungkapkan, dampak perekonomian warga Desa Air Talas juga semakin membaik. Produk-produk yang dikelola oleh warga mendapat sambutan hangat dari warga luar desa.
“Mereka datang untuk belanja produk kami. Baik dari produk sirup, kue, pia, dan lain-lain. Secara langsung, ekonomi di desa turut bergerak,” katanya.
I Gede berharap, kelompok Anggrek Dewata tersebut dapat bersaing dengan produk-produk besar. “Tentu kami ingin usaha desa kami maju,” tukas dia.