BONDOWOSO – Nasi Mamong, dengan bentuk yang mirip ujung tumpeng dan setinggi sekitar 10 cm, merupakan hidangan istimewa yang patut Anda coba saat berada di Bondowoso. Nasi ini adalah makanan khas yang sangat lezat. Namun, yang membuatnya begitu istimewa bukan hanya rasanya, tetapi juga cerita di balik namanya.
Kata Mamong berasal dari bahasa Madura dan berarti bingung. Menurut penduduk Bondowoso, Nasi Mamong dinamai demikian karena proses pembuatannya yang cukup rumit, sehingga membuat pembelinya merasa bingung. Proses pembuatan nasi ini memerlukan waktu yang cukup lama, mulai dari memasak nasi hingga matang sempurna.
Rifka Jannatin, pemilik ODL Resto di Jalan Santawi, Bondowoso mengatakan asal kata Mamong atau dalam bahasa indonesia berarti Bingung dikarenakan setelah melihat makanan tersebut, pasti akan bingung dengan teknik memasaknya. Sejak saat itulah nasi tabeg itu dinamai Nasi Mamong.
Asal Muasal Nasi Mamong dan Cara Membuatnya
Pada awalnya, masyarakat Bondowoso menjalankan sebuah tradisi khas yang berhubungan dengan persiapan makanan sebelum mereka melakukan perjalanan jauh. Kebiasaan ini adalah bentuk persiapan mereka agar memiliki bekal selama perjalanan yang mungkin memakan waktu beberapa hari. Cara mereka mempersiapkan makanan ini sungguh unik dan mengikuti proses yang hati-hati.
“Proses pembuatannya memang agak sedikit ribet ya, mulai dari membuat nasi gurihnya kemudian diisi dengan ayam, teri dan oseng-oseng singkong tapi ini tergantung selera didaerah masing-masing,” katanya.
Pertama-tama, mereka memasak nasi hingga menjadi panas dan matang dengan seksama. Nasi yang baru dimasak ini memiliki aroma harum yang menggoda dan rasa yang lezat. Namun, langkah selanjutnya adalah apa yang membuat proses ini begitu istimewa.
Setelah nasi matang, mereka membiarkannya terlebih dahulu untuk sejenak, memberikan kesempatan agar nasi bisa didinginkan hingga mencapai suhu yang lebih rendah. Nasi yang sudah tidak terlalu panas kemudian diangin-anginkan untuk menjadikannya lebih bersahabat dengan proses selanjutnya.
Nasi yang telah diangin-anginkan ini kemudian diambil sejumlah tertentu dan digulung secara hati-hati menjadi berbentuk silinder. Untuk menggulung nasi ini, mereka menggunakan daun pisang yang tahan dan bersih. Daun pisang memberikan aroma alami yang khas dan juga melindungi nasi dari kelembaban.
Setelah berhasil digulung menjadi silinder dengan rapi, nasi ini diikat dengan tali bambu. Penggunaan tali bambu yang kuat memastikan agar nasi tetap dalam bentuknya yang sempurna dan tidak terbuka selama perjalanan.
Tahapan terakhir adalah proses pengukusan. Nasi yang sudah digulung dengan cermat ini kemudian diletakkan dalam alat pengukus yang disiapkan dengan teliti. Pengukusan dilakukan dengan penuh perhatian agar nasi matang dengan sempurna dan tetap lembut.
Inilah bagaimana masyarakat Bondowoso secara tradisional mempersiapkan makanan mereka untuk bekal selama perjalanan jauh. Proses yang penuh perhatian ini menghasilkan hidangan yang praktis, lezat, dan tahan lama, yang dapat menyokong mereka selama perjalanan mereka yang panjang dan menantang.
Editor: Ani