Akulturasi Agama dan Tradisi dalam Desa Wisata Cikakak

Ornamen-ornamen yang terdapat dalam masjid ini sangat kental dengan simbol nilai-nilai Islam yang bersinergi dengan adat-istiadat Jawa. Hal ini menggambarkan harmonisasi Islam dengan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya. 
Masyarakat Desa Cikakak Sedang Berkumpul Melaksanakan Tradisi Setempat. Sumber: Jadesta
Masyarakat Desa Cikakak Sedang Berkumpul Melaksanakan Tradisi Setempat. Sumber: Jadesta

 BANYUMAS – Di sisi selatan Kabupaten Banyumas, ada sebuah desa bernama Desa Cikakak yang diresmikan sebagai desa wisata pada tahun 2020. Di desa dengan wilayah seluas 595.400 Ha ini, berdiri salah satu masjid tertua di Indonesia yang didirikan pada tahun 1288 yaitu Masjid Saka Tunggal.


Meskipun masih terbilang baru, masyarakat desa sudah sangat siap menerima wisatawan yang ditandai dengan banyaknya rumah warga yang dijadikan homestay


Di tahun 2021, Desa Wisata Cikakak sudah berhasil masuk di 50 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI), Juara I Jambore Pokdarwis Tingkat Provinsi Jawa Tengah, dan merupakan Desa Wisata Terbaik dalam Gelar Desa Wisata Provinsi Jawa Tengah.


Daerah Cikakak memiliki kontur tanah bergunung-gunung yang dialiri beberapa sungai, di antaranya: Sungai Cikadu, Cikalong, Cilumpang, Cikaroya, Cipakis.


Potret warga Desa Cikakak Sedang Merayakan Tradisi dan Kearifan Lokal. Sumber: Jadesta
Potret warga Desa Cikakak Sedang Merayakan Tradisi dan Kearifan Lokal. Sumber: Jadesta


Sejarah Desa Cikakak


Sekretaris Pokdarwis Cikakak Jarwoto Andi Purnomo, mengatakan bahwa berdasarkan tradisi lisan yang dimengerti dan diceritakan oleh para sesepuh. Daerah Cikakak adalah sebuah hutan belantara yang  angker dan menakutkan. Hanya orang-orang tertentu dan terpilih yang memiliki keberanian untuk masuk ke hutan.


“Orang menyebutnya hutan Pakis Gondomayit atau Alas Mertani. Tak sedikit yang masuk hutan tersebut dapat keluar hidup-hidup. Kalaupun ada yang keluar dengan selamat, pastilah sudah mengalami rusak badan dan tidak karuan wujudnya sebagai manusia. Andaipun bertahan hidup ya Cuma sekedar hidup,” tuturnya.


Di lain tempat yang masih masuk wilayah Alas Mertani, sebenarnya sudah ada kehidupan. Sekelompok orang, lebih tepat disebut gerombolan. Namun konon, mereka tidak mengenal tatanan kehidupan sama sekali.


“Mereka sama sekali tidak mengenal tentang agama/kepercayaan. Mereka hanya tahu siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Hukum rimba adalah patokannya,” ujarnya.


Menurut Thomas Hobbes, hukum itu dinamakan Homo Homini Lupus. Caruban, Pajajaran, Demak, bahkan Majapahit. Kehidupan yang masyarakatnya hanya tahu berjudi, bermabuk-mabukan, mencuri, memperkosa, dan merampok. 


Kondisi Kultural Masyarakat Desa Wisata Cikakak


Masyarakat Desa Cikakak berjumlah kurang lebih 5000 jiwa. Mereka hidup rukun, sopan santun serta saling menghargai sesama. Sebagian masyarakat Cikakak hidup dengan bertani.


Mereka hidup dalam komunitas yang saling gotong royong dalam kebaikan dan juga menjunjung tinggi asas musyawarah dalam mencapai mufakat. Karakteristik masyarakat Cikakak itulah yang membuat mereka kompak. Sehingga, tidak mudah terprovokasi dan  terpengaruh oleh kuatnya arus budaya luar.


Karakter kolektif tersebut dapat kita lihat pada kegiatan tradisi masyarakat pada setiap tanggal 26 Rajab tiap tahun. Tanpa diminta dan diperintah, ribuan warga berbondong-bondong menuju ke pesarean Mbah Thalih untuk melaksanakan penjaroan, yakni membuat jaro (pagar dan bambu) yang mengelilingi pesarean.


Menurut para sesepuh, penggantian atau pembaharuan pagar (jaro) secara filosofis memiliki makna jaba jero (luar dalam). Artinya bahwa manusia dianjurkan untuk selalu memagari di luar dalam (lahir batin) dan pengaruh hal-hal yang tidak baik.


Karena itu, pagar harus selalu diperbaharui agar manusia memiliki kekuatan iman yang makin kokoh untuk menangkal pengaruh-pengaruh jahat yang dapat menjerumuskan manusia ke hal-hal yang buruk.


Hingga sekarang tradisi ini masih tetap terpelihara dari berbagai dengan baik sebagai bentuk manifestasi kekuatan non fisik yang tidak ternilai dengan apapun.

Di desa Cikakak ada beberapa tempat bersejarah yaitu:


  1. 1. Makam Mbah Thalih/Mbah Gusti Ingkang Sumareh
  2. 2. Makam Mbah Kanjeng Sregi
  3. 3. Makam Mbah Adipati Kaleng
  4. 4. Makam Mbah Maya Citra di daerah Gandarusa
  5. 5. Makam Mbah Eyang Dalem Somariah
  6. 6. Makam Jajar Papat
  7. 7. Makam Eyang Karyadi
  8. 8. Masjid Saka Tunggal
  9. 9. Watu Tumpeng
  10. 10. Batu Asahan besar
  11. 11. Makam Wangsahita

Warga Desa Cikakak Sedang Memainkan Al;at Musik Gamelan. Sumber: Jadesta
Warga Desa Cikakak Sedang Memainkan Al;at Musik Gamelan. Sumber: Jadesta


Objek Wisata Desa Cikakak


Desa Cikakak merupakan salah satu Desa Wisata yang ada di Kabupaten Banyumas berdasar pada UU no.5 Tahun 1992 dan PP no.10 Tahun 1993. Dan juga ditetapkan menjadi Desa Adat oleh Kementerian Dalam Negeri Ditjen PMD dalam program Pilot Project Pelestarian Adat Istiadat dan Budaya Nusantara tahun 2011.


Di RT 02/RW 04 Desa Cikakak, berdiri salah salah satu masjid tertua di Indonesia bernama Masjid Saka Tunggal. Masjid yang juga dikenal dengan nama Masjid Baitussalam ini juga dipercaya masyarakat sudah berdiri sejak ratusan tahun yang lalu.


Masjid Saka Tunggal memiliki ciri khas yang membedakannya dengan masjid lain. Salah satu keunikan masjid ini adalah empat helai sayap dari kayu di dalam saka yang melambangkan ”papat kiblat lima pancer” atau empat mata angin di satu pusat dan menggunakan atap sirap kayu.


Material dinding masjid awalnya adalah kayu dan anyaman bambu, namun dilakukan penambahan dinding bata untuk eksterior masjid dengan tujuan pemeliharaan. Ornamen-ornamen yang terdapat dalam masjid ini sangat kental dengan simbol nilai-nilai Islam yang bersinergi dengan adat-istiadat Jawa. Hal ini menggambarkan harmonisasi Islam dengan budaya lokal yang sudah ada sebelumnya. 


Di sekitar Masjid Saka Tunggal, pengunjung akan bertemu beberapa kelompok kera yang berjumlah ribuan ekor dan hidup berdampingan dengan pemukiman warga. Kera berjenis kera ekor panjang (Macaca fascicularis) ini merupakan hewan liar dan dipercaya telah ada sejak dahulu kala.


Wisatawan yang berkunjung ke Taman Kera dapat membeli pisang, kacang-kacangan, dan jagung seharga Rp10.000,00 per kantong yang dijual oleh masyarakat setempat untuk diberikan kepada kera.


Pengunjung dapat membayar dana partisipasi sebesar Rp3.000,00 untuk orang dewasa dan Rp2.000,00 untuk anak anak. Harga ini berlaku untuk hari biasa, sedangkan untuk hari besar dikenakan tarif Rp5.000,00 untuk orang dewasa dan Rp3.000 untuk anak-anak.


Trafik Pengunjung Desa Wisata Cikakak


Pengunjung di Desa Wisata Cikakak cenderung naik secara signifikan. Meskipun sempat turun drastis karena dampak dari pandemi, kini Desa Wisata Cikakak berhasil melewati masa recovery dengan baik. Terbukti semakin banyaknya jumlah wisatawan. Hal tersebut tentu hasil kerja keras untuk mensosialisakan desa melalui sosial media.

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di: