Kolomdesa.com, Tabanan – Desa Wisata Jatiluwih terletak di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan memiliki keunikan geografis dan budaya yang tersembunyi di lereng Batukaru. Terletak di ketinggian kurang lebih 685 m di atas permukaan laut, desa wisata ini memiliki pemandangan hamparan sawah dan udara sejuk yang cocok dinikmati wisatawan.
Pada tanggal 29 Juni 2012 Jatiluwih mendapatkan pengakuan internasional ketika sistem pengairan sawah tradisionalnya yaitu Subak, diakui oleh UNESCO sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia. Subak adalah sistem irigasi tradisional Bali yang mengatur distribusi air secara adil dan berkelanjutan.
Secara historis, sistem Subak berakar pada ajaran Tri Hita Karana dalam Agama Hindu yang mencerminkan keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam dan spiritualitas. Di bangun sejak abad ke-11, subak bukan hanya sebuah sistem irigasi tetapi juga filosofi hidup yang menekankan pada keharmonisan dan keberlanjutan.
“Selain menjadi daya tarik wisata, Subak adalah simbol harmoni yang menginspirasi dunia,” ungkap Kepala Pengelola Desa Wisata Jatiluwih, John Ketut Purna, Senin (18/11/2024) kepada Kolomdesa.
Desa Jatiluwih dikelilingi oleh hutan lindung seluas 24 hektar yang merupakan rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna endemik. Flora dan fauna yang mendiami hutan tersebut di antaranya adalah berbagai jenis burung langka dan hewan seperti kukang jawa.
Pesona kekayaan flora dan fauna ini akan sering terlihat oleh pengunjung saat mendaki atau bersepeda melalui jalur setapak yang membelah hutan dan sawah.
Desa Wisata Jatiluwih menawarkan lebih dari sekedar pemandangan sawah terasering yang memukau. Desa Wisata Jatiluwih menyelenggarakan festival dan upacara tradisional yang memungkinkan pengunjung untuk merasakan kekayaan budaya dan tradisi lokal.
Menurut Ketut, pihaknya juga menyediakan program wisata edukasi berbasis tradisi Subak diiringi dengan pemahaman filosofi Tri Hita Kirana. Tujuan dari edukasi ini adalah agar wisatawan bisa terlibat langsung dalam kegiatan bertani dan melibatkan wisatawan dalam pelestarian.
“Kami mengajak wisatawan untuk terlibat langsung, seperti menanam pohon, belajar bertani. Atau mengikuti program edukasi tentang tradisi Subak dan filosofi Tri Hita Karana,” sebutnya.
Sistem Subak, Warisan Budaya yang Diakui UNESCO
Hal pertama yang bikin Desa Wisata Jatiluwih terkenal adalah lanskap sawah teraseringnya. Sawah-sawah di sini menggunakan sistem pengairan tradisional Bali yang disebut subak.
Sistem subak berakar pada ajaran Tri Hita Karana yang dalam ajaran Hindu mencerminkan keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Sistem yang ada sejak abad ke-11 ini bukan hanya sistem irigasi tetapi juga filosofi hidup yang menekankan pada keharmonisan dan keberlanjutan.
“Kami selalu berupaya menjaga harmoni antara manusia dan alam, sebagaimana yang diajarkan oleh filosofi Tri Hita Karana,” paparnya.
Sistem subak ini menjadi daya tarik wisata bagi para turis lokal maupun mancanegara. Area persawahan yang dibuat bertingkat atau berundak-undak di daerah perbukitan menghadirkan keindahan yang berbeda.
Selain menikmati pemandangan yang memanjakan mata, wisatawan akan lebih memahami betapa pentingnya keberadaan tradisi ini buat masyarakat Bali di Jatiluwih. Pemandangan di sini juga cocok untuk pengunjung dengan hobi fotografi atau sekedar mengisi feed Instagram.
Selain berfoto dengan latar belakang sawah, wisatawan juga bisa terjun langsung untuk belajar bertani. Masyarakat setempat menawarkan pembelajaran terkait pertanian, subak, dan aktivitas lainnya sebagai paket wisata.
“Kami ingin Desa Jatiluwih menjadi contoh bagaimana pariwisata dapat berjalan seiring dengan pelestarian budaya dan lingkungan.” ucapnya.
Selain sawah terasering, Jatiluwih juga dikelilingi oleh hutan lindung yang kaya akan flora dan fauna. Pengunjung dapat menikmati trekking atau bersepeda menyusuri jalan setapak yang menawan, sambil menikmati pemandangan alam yang asri.
Jatiluwih tidak hanya menawarkan view sawah terasering, terdapat juga air terjun tersembunyi, salah satunya adalah Air Terjun Yeh Ho. Lokasinya memang agak tersembunyi, tapi perjalanan menuju ke sana bakal jadi petualangan seru. Setibanya di air terjun, wisatawan akan disambut dengan suasana yang tenang dan asri.
Suara gemericik air yang jatuh dari ketinggian, ditambah udara segar yang bikin rileks. Bagi wisatawan yang suka tantangan, trekking ke lokasi air terjun ini juga bisa jadi pengalaman yang menyenangkan.
Budaya Lokal yang Masih Terjaga
Selain pemandangan alamnya yang luar biasa, Desa Wisata Jatiluwih juga punya daya tarik lain yaitu kekayaan budayanya. Di sini, wisatawan bisa melihat langsung kehidupan masyarakat yang masih menjaga tradisi leluhur mereka.
Mulai dari aktivitas bertani, upacara adat, hingga seni tari, semuanya masih hidup, terjaga dengan baik dan terus berkembang. Jika beruntung, wisatawan bisa menyaksikan salah satu upacara adat yang sering diadakan di desa ini.
Suasananya penuh dengan warna, tarian, dan musik tradisional Bali yang bikin kamu merasa seperti kembali ke masa lalu. Pengalaman ini benar-benar bikin kamu lebih dekat dengan budaya Bali yang unik dan autentik.
Desa Wisata Jatiluwih adalah contoh sempurna dari wisata berkelanjutan. Di sini, pelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat lokal, dan pelestarian budaya berjalan beriringan.
“Tetapi juga terus terpelihara, berkembang, dan semakin baik kondisinya melalui penerapan Pariwisata Regeneratif. Kami percaya Jatiluwih dapat terus menjadi inspirasi untuk pariwisata yang berdampak positif bagi lingkungan, budaya, dan masyarakat.” terangnya.
Dengan berkunjung ke sini, wisatawan tidak hanya menikmati keindahan alam dan budaya, tapi juga ikut mendukung upaya pelestarian desa ini. Setiap langkah kecil yang dilakukan di desa ini punya dampak besar untuk keberlanjutan Jatiluwih sebagai destinasi wisata.
Harga Tiket, Jam Operasional dan Rute Menuju Desa Wisata Jatiluwih
Untuk masuk ke Desa Wisata Jatiluwih, wisatawan harus membayar tiket masuk sebesar Rp 40.000 per orang untuk wisatawan domestik dan Rp 60.000 per orang untuk wisatawan asing.
Tiket ini sudah termasuk biaya parkir dan asuransi.
Wisatawan juga bisa menyumbang secara sukarela untuk pengembangan desa wisata ini. Desa Wisata Jatiluwih biasanya buka dari pukul 08:00 WITA hingga 18.00 WITA, setiap hari kecuali hari tertentu yang mungkin ada perubahan jadwal
Desa Wisata Jatiluwih berada di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan dimana lokasinya cukup jauh dari pusat kota Denpasar, sekitar 50 km atau 1,5 jam perjalanan dengan mobil. Wisatawan bisa menggunakan kendaraan pribadi atau menyewa mobil untuk menuju ke sana.
Beberapa opsi rute yang dapat ditempuh oleh pengunjung diantaranya mulai dari Denpasar. Pengunjung yang memilih opsi ini bisa langsung menggunakan jalan tol Denpasar-Singaraja, lalu keluar di Simpang Singaraja dan melanjutkan perjalanan ke arah Tabanan.
Jika pengunjung memilih berangkat dari Ubud, pengunjung bisa langsung menggunakan jalan menuju Singaraja, lalu berbelok ke arah Tabanan. Selain kendaraan pribadi, pengunjung juga bisa mencoba pilihan transportasi umum seperti bus atau angkot dengan rute Denpasar-Penebel-Jatiluwih.
Jumlah Pengunjung dan Omzet Desa Wisata Jatiluwih
Desa Wisata Jatiluwih di Kabupaten Tabanan menunjukkan perkembangan signifikan dalam jumlah pengunjung dan omzetnya dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2019 jumlah pengunjung mencapai 200.000 orang dengan komposisi 60% wisatawan mancanegara, 40% wisatawan domestik.
Pada tahun ini jumlah omzet yang diterima mencapai Rp 8 miliar. Jumlah ini bersumber dari tiket masuk, jasa pemandu, penyewaan sepeda, dan pendapatan dari usaha kuliner lokal.
Tahun 2020 karena adanya pandemi Covid-19 jumlah wisatawan menurun drastis menjadi 50.000 orang. Penurunan ini terjadi karena adanya pembatasan jumlah pengunjung di setiap objek wisata.
Omzet yang diterima oleh pengelola Desa Wisata Jatiluwih pada tahun ini mencapai Rp 2 miliar. Akibat dari adanya penurunan jumlah pengunjung, jumlah omzet yang diterima juga mengalami penurunan hampir 75%.
Di tahun 2021, pandemi Covid-19 masih menjadi momok dalam pertumbuhan dunia wisata di Indonesia. Hal ini terbukti dari jumlah pengunjung desa wisata ini hanya tercatat sebanyak 80.000 orang wisatawan.
Seiring dengan adanya pemulihan awal dari pandemi Covid-19, jumlah omzet yang diterima mencapai Rp 3,5 miliar. Pendapatan ini kian meningkat seiring dengan bertambahnya kunjungan wisatawan domestik.
Tahun selanjutnya, tepatnya pada tahun 2022 mulai terjadi pemulihan dengan semakin longgarnya aturan pembatasan pengunjung. Hal ini memungkinkan adanya peningkatan jumlah pengunjung secara signifikan menjadi 120.000 orang.
Dalam laporan pertanggungjawaban tahun 2022, Desa Wisata Jatiluwih melaporkan kontribusi hasil tiket masuk untuk masyarakat, seperti petani lokal, yang menunjukkan transparansi dan dukungan terhadap kesejahteraan komunitas sekitar. Ini juga mengindikasikan pengelolaan keuangan yang baik, meskipun angka spesifik omzet tahunan tidak disebutkan secara eksplisit.
Pada tahun ini, kunjungan wisatawan mancanegara menyumbang kontribusi besar dalam pertumbuhan pariwisata Desa Jatiluwih. Omzet yang diterima oleh pengelola Desa Wisata Jatiluwih pada tahun ini mencapai Rp 4,8 miliar.
Upaya pengembangan ke depan termasuk penambahan homestay dan diversifikasi atraksi wisata untuk meningkatkan daya tarik. Pada tahun 2023, rata-rata kunjungan harian mencapai 1.750-2.000 wisatawan, dengan puncaknya pada Hari Raya Galungan mencapai hampir 3.000 pengunjung dalam sehari.
Total kunjungan wisatawan tahun 2023, Desa Wisata Jatiluwih menerima sekitar 500.000 pengunjung, dengan omzet yang mencapai sekitar Rp 50 miliar. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencerminkan minat yang semakin besar dari wisatawan baik domestik maupun internasional.