Kolomdesa.com, Jember – Tradisi Somber atau Sumber Tunjung bukan sekedar perayaan semata, melainkan cerminan mendalam tentang keterkaitan antara manusia dan alam. Dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Somber Tunjung adalah bukti kesadaran bahwa sumber mata air telah menjadi bagian penting dalam kehidupan warga setempat sejak masa lampau.
“Kegiatan ini diadakan oleh Rumah Tunjung Panti. Festival Tradisi Sumber Tunjung mengangkat konsep yang berakar pada kearifan lokal, yaitu tilik sumber. Acara ini, dikemas dengan kegiatan Sedekah Desa, sebagai ungkapan syukur masyarakat Panti atas berbagai nikmat yang diberikan oleh Allah SWT,” ujar M. Irham, Ketua Panitia Festival Sumber Tunjung, saat wawancara dengan Kolom Desa.
Festival Sumber Tunjung adalah puncak dari tradisi Tilik Sumber. Acara ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana mempererat hubungan antarwarga, tetapi juga menjadi media untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal. Salah satu rangkaian utamanya adalah menyatukan air dari tujuh mata air ke dalam sebuah gentong, diiringi pembacaan doa syukur kepada Tuhan.
Namun sebelumnya telah dilakukan pengambilan terlebih dahulu pada tujuh sumber mata air di setiap desa di Kecamatan Panti. Pada puncak acara, digelar kirab budaya yang menampilkan tujuh sumber mata air dan tujuh gunungan. Setelah prosesi arak-arakan selesai, setiap kepala desa menyerahkan air tersebut kepada Camat Panti untuk kemudian dicampur menjadi satu.
Para kepala desa membawa air dari dari sumber mata air yang menghidupi desanya. Kepala Desa Panti mengambil dari sumber mata air Tunjung, Kepala Desa Pakis dari sumber Kembang, Kepala Desa Kemuning Sari Lor dari sumber Balong Keramat Mbah Yai Nur, Kepala Desa Glagah Wero dari Waduk, Kepala Desa Suci dari Sumber Suci, Kepala Desa Kemiri dari Sembah Kemiri, dan Kepala Desa Serut dari Sumber Suko.
Warga Kecamatan Panti berpartisipasi secara antusias dalam acara Kirab Budaya dan Sedekah Desa yang berlangsung pada Rabu, 11 September 2024, di Lapangan Panti. Ia menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur atas segala nikmat, terutama kekayaan sumber daya alam yang telah menopang kehidupan mereka.
Tradisi Tilik Sumber
Tilik Sumber adalah tradisi nenek moyang yang dilakukan untuk mengunjungi, merawat, dan memperlakukan air sebagai sumber kehidupan. Melalui ritual ini, diharapkan mata air yang jernih dan segar tidak hanya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga diyakini memiliki kekuatan spiritual yang dapat menyuburkan bumi dan jiwa.
Wilayah Panti memiliki banyak sumber yang diyakini berpengaruh besar terhadap nilai-nilai kearifan lokal masyarakatnya. Bunga Tunjung, yang melambangkan kesucian dan kekuatan spiritual, tumbuh di sana. Sumber air di daerah ini diketahui tidak pernah kering, bahkan di musim kemarau. Terdapat keyakinan lokal yang mengatakan bahwa siapa pun yang mampu mendapatkan bunga Tunjung akan dianggap mendapat restu dari alam sebagai pemimpin di wilayah tersebut.
Tradisi ini adalah cara untuk menghormati sumber mata air sebagai karunia Tuhan yang sangat berharga. Dalam prosesi Tilik Sumber, masyarakat berkumpul untuk mengunjungi sumber-sumber air di sekitar Tunjung sambil membawa sesaji. Sesaji ini melambangkan rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan agar keberlangsungan sumber air dapat terjaga.
Melalui tradisi Tilik Sumber, terdapat pesan yang menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, terutama sumber air. Air merupakan sumber kehidupan, dan tanpa air, kehidupan tidak dapat ada. Oleh karena itu, kita semua bertanggung jawab untuk melestarikan sumber air agar generasi yang akan datang dapat merasakan manfaatnya.
Puncak Festival Somber Tunjung
Dalam tradisi Somber Tunjung, terdapat juga prosesi arak-arak tujuh gunungan yang berisi hasil bumi. Setiap gunungan dalam kirab tersebut mencakup berbagai jenis hasil bumi dari masing-masing desa, mulai dari buah-buahan hingga sayuran. Setelah doa dibacakan, warga akan berebut untuk mendapatkan gunungan tersebut.
Makna gunungan tersebut tidak hanya berfungsi untuk melestarikan kearifan lokal, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam, khususnya terkait dengan hasil pertanian yang telah ditanam. Selain itu, diharapkan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat desa di sekitarnya.
“Di samping itu, Festival Sumber Tunjung juga menyelenggarakan berbagai acara, salah satunya adalah Kirab Budaya, yang merupakan pawai meriah dengan penampilan beragam seni tradisional, seperti tarian, gamelan, dan reog,” kata Irham.
Selain itu, acara ini juga dimeriahkan oleh pameran produk lokal. Pameran ini menampilkan berbagai produk hasil pertanian dan kerajinan khas Jember. Acara ini juga menyelenggarakan berbagai lomba menarik, seperti lomba memasak, lomba memancing, dan lomba membuat kerajinan tangan dari bahan alami.
“Selain itu, terdapat seminar dan workshop yang bertujuan sebagai kegiatan edukasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan budaya. Dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, hingga generasi muda, diharapkan kesadaran akan pelestarian budaya dan lingkungan dapat meningkat,” ungkap Irham.
Festival Sumber Tunjung diharapkan menjadi acara tahunan yang semakin meriah dan mampu menarik perhatian wisatawan, baik lokal maupun internasional. Dengan demikian, festival ini tidak hanya berfungsi sebagai upaya pelestarian budaya, tetapi juga berperan dalam pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Jember.
“Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar. Melalui Festival Sumber Tunjung, diharapkan masyarakat dapat mengingat kembali nilai-nilai budaya dan sejarah desa serta berkomitmen untuk melestarikan lingkungan demi generasi mendatang,” pungkasnya.