Kolom Desa

Mengenal Ampo, Camilan Tradisional Khas Tuban Berbahan Dasar Tanah Liat

Camilan Ampo, Sumber: Situs Resmi Disbudporapar Kabupaten Tuban

Kolomdesa.com, Tuban – Bagi banyak orang, makanan yang jatuh ke tanah mungkin dianggap kotor dan menjijikkan. Namun, di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, ada jenis makanan yang justru terbuat dari tanah. Makanan tersebut bernama Ampo, camilan tradisional berbahan dasar tanah liat murni yang tetap terjaga kelestariannya hingga kini.

Ampo merupakan makanan unik yang mencuri perhatian banyyak orang karena menggunakan bahan baku yang tak lazim. Kualitas tanah yang dipilih sebagai bahan utama sangat berperan penting dalam menghasilkan cita rasa gurih dan menjaga kualitasnya. Rasa Ampo tidak pahit, melainkan lebih menonjolkan aroma tanah dengan sentuhan rasa asap.

“Ampo terlebih dahulu dibakar dengan api di atas tungku selama beberapa jam. Ampo memiliki bentuk yang menyerupai wafer rol dengan warna coklat kehitaman. Proses pembuatannya sendiri dengan cara tanah ditumbuk lalu dikerok dengan bambu yang dipertajam agar tanah liat gulungan tipis,” kata Sumarlip, Kepala Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban kepada Kolom Desa.

Meskipun hanya sedikit orang yang masih membuatnya, camilan ini terus diproduksi secara turun-temurun oleh beberapa warga di Desa Bektiharjo. Sementara itu, minat masyarakat terhadap camilan ini menurun karena banyak yang menganggapnya sudah ketinggalan zaman dan tidak layak untuk dikonsumsi.

Ampo telah ada sejak era penjajahan ketika Tuban berada di bawah kekuasaan Belanda. Pada masa itu, sistem tanam paksa yang diterapkan penjajah membuat masyarakat kesulitan mendapatkan pangan. Sebagai solusi, ampo pun dibuat dari tanah liat. Namun, hingga kini banyak produsen ampo yang berhenti memproduksi karena keterbatasan regenerasi.

“Proses pengolahanya sangat sederhana. sebagai bahan baku, pembuatnya mengambil tanah liat dari sawah. Yang dipilih adalah jenis tanah yang bersih, liat, dan tak ada batunya. Tanah liat pilihan biasanya diperoleh oleh produsen dari satu lahan sawah milik orang lain yang telah disewa,” ujarnya.

Berdasarkan informasi dari situs resmi pemerintah Kabupaten Tuban bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia akan menetapkan Ampo sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) atau Intangible Cultural Heritage. Penetapan ini dilakukan setelah melalui sidang yang berlangsung di Jakarta pada 19 hingga 23 Agustus 2024.

Mengenal Ampo, Camilan Tradisional Khas Tuban Berbahan Dasar Tanah Liat
Camilan Ampo, Sumber: Akun Instagram Khofifah Indar Parawansa

Proses Pembuatan Ampo

Dalam pembuatan Ampo, produsen menggunakan beberapa peralatan, seperti seseh atau bambu runcing yang berfungsi menggantikan pisau. Selain itu, mereka menyiapkan obongan atau tungku untuk proses pengasapan Ampo, serta glangsing yang digunakan sebagai alas untuk membentuk Ampo. Arit digunakan untuk menggali tanah, sementara kain jarik dipakai sebagai wadah untuk membawa tanah dari sawah.

Pemilihan Tanah

Untuk memudahkan proses pengerokan, kelembapan tanah harus dijaga. Jika tanah terlalu kering, perlu disiram air. Sebaliknya, jika terlalu lembap, tanah harus dijemur. Sementara itu, tanah yang tidak sedang dikerok ditutup dengan karung plastik agar terhindar dari paparan angin dan panas, sehingga kelembapannya tetap terjaga.

Membentuk tanah

Tanah lembab dibentuk menjadi kotak dan dihaluskan dengan memukulnya menggunakan ganden. Selanjutnya, tanah yang sudah berbentuk kubus dibungkus plastik dan dibiarkan selama satu hari.

Penyerutan Tanah

Tanah berbentuk kotak ini, setelah dibiarkan beberapa saat, akan diserut menggunakan seseh hingga menjadi lembaran tipis. Setelah itu, tanah dijemur di bawah sinar matahari hingga mengeras, agar proses pengasapan ampo dapat berlangsung lebih cepat.

Pengasapan

Setelah kering, adonan yang telah dikikis dimasukkan ke dalam wadah tanah untuk melalui proses pengasapan. Proses ini masih menggunakan api dari kayu yang dibakar di tungku. Agar ampo yang dihasilkan memiliki rasa enak, gurih, dan tidak pahit, pemanasan harus dilakukan dengan asap.

Oleh karena itu, saat memasak ampo, api harus diawasi agar tidak menyala. Proses ini memakan waktu sekitar setengah jam, tetapi jika ampo tidak dijemur sebelumnya, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengasapan bisa berkisar antara satu hingga satu setengah jam.

Pengemasan

Tahap akhir adalah pengemasan menggunakan bahan plastik, setelah itu ampo siap untuk dipasarkan. Makanan tradisional ini dijual di Pasar Baru Tuban dan beberapa Pasar Krempyeng dengan harga sepuluh ribu rupiah per kilogram.

“bagi warga di luar Tuban, jika ingin menjajal camilan ini tak perlu khawatir. Saat ini Ampo dapat ditemukan di berbagai Online Shop” kata Sumarlip

Camilan Ampo, Sumber: Akun Instagram Khofifah Indar Parawansa

Manfaat Camilan Ampo

Ampo tidak hanya dimakan sebagai camilan oleh sebagian orang, tetapi juga dapat berfungsi sebagai pelindung bagi usus, mirip dengan masker lumpur. Banyak orang percaya bahwa camilan ini memiliki berbagai manfaat kesehatan. Jika digunakan sebagai obat, ampo tidak dimakan seperti camilan, melainkan direndam dalam air dan kemudian diminum.

Makanan tradisional yang berbentuk seperti remah-remah astor ini ternyata juga sering dikonsumsi oleh wanita hamil di Tuban. Ampo dipercaya dapat memperkuat sistem pencernaan dan menyejukkan perut, sehingga menjadi resep yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Selain itu, tanah liat dipercaya dapat berperan sebagai adsorben alami yang dapat menempel pada zat-zat berbahaya seperti mikroba, patogen, dan virus dalam tubuh. Selain itu, ampo juga dapat membantu meredakan panas dalam, mengurangi gatal-gatal, serta menyerap racun di dalam tubuh manusia.

“Tak hanya sebagai pengganjal rasa lapar saja, pada zaman dahulu, makanan ini sendiri dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pengganti rokok karena sanggat cocok dinikmati dengan secangkir kopi dan the,” kata Sumarlip.

Selain sebagai bahan konsumsi, Ampo juga memiliki makna spiritual dalam budaya Tuban. Ampo sering digunakan sebagai sesajen dalam berbagai perayaan tertentu. Masyarakat setempat percaya bahwa nenek moyang Tuban juga menyukai Ampo.

Editor: Mukhhlis

Exit mobile version