Kolomdesa.com, Malinau – Desa Setulang adalah salah satu dari empat Desa Wisata yang ada di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. Pada 28 Oktober 2013, desa yang menjadi bagian Kecamatan Malinau Selatan Hilir tersebut telah diresmikan menjadi kawasan tujuan wisata Kabupaten Malinau, bernama Desa Wisata Setulang.
Desa Setulang memiliki budaya yang masih dilestarikan, yaitu budaya adat Dayak Kenyah Oma Lung. Mereka masih mempertahankan bahasa, hukum adat, budaya dalam kehidupan sehari-hari–khsususnya untuk melindungi hutan dan lingkungan.
Desa Setulang menjadi contoh dari usaha masyarakat Dayak Kenyah dalam melestarikan hutan adat mereka yang disebut ‘Tane’ Olen’. Melalui Desa Wisata ini, pengunjung diajak untuk merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat adat, belajar tentang kearifan lokal, serta menikmati keindahan alam yang masih asri.
“Bahwa tujuan utama dalam pengelolaan Desa Wisata adalah melestarikan budaya dan alam setempat sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucap Basmairan, Pengelola Desa Wisata Setulang, kepada Kolomdesa, Senin (9/9/2024).
Hutan adat ‘Tane’ Olen’ merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki Desa Wisata Setulang dengan luas lebih dari 5.000 hektar. Pengelolaan hutan ini dilakukan dengan menggunakan nilai kearifan lokal masyarakat setempat, dengan tujuan sebagai landasan kehidupan sekaligus pelindung ekosistem.
Dalam mengelola Hutan adat ‘Tane’ Olen’, masyarakat Desa Wisata Setulang masih mempraktikkan sistem pengelolaan hutan berkelanjutan. Sistem ini memungkinkan masyarakat untuk tidak menebang pohon secara sembarangan dan menjaga satwa liar yang hidup di dalamnya.
“Daya tarik yang ingin dikenalkan ke masyarakat yang pertama adalah seni dan budayanya yang kedua hutan yang masih alami dan terdapat pohon besar di sana dan ketiga ada airnya yang juga bersih,” ujarnya.
Hutan Adat Tane’ Olen, Alternatif Objek Ekowisata di Malinau
Hutan seluas 4.315 hektar ini menawarkan keindahan alam yang masih asli dan dilindungi hukum adat. Pengunjung akan diajak menjelajah hutan adat dengan pemandu lokal yang akan menjelaskan flora dan fauna yang ada, serta cara masyarakat menjaga kelestariannya.
Destinasi ekowisata Desa Setulang dikelola oleh pemerintah desa dan swakelola masyarakat setempat. Tane’ Olen merupakan istilah masyarakat Dayak Kenyah Oma Lung yang diartikan sebagai hutan cadangan.
Mayoritas penduduk di desa wisata tersebut merupakan masyarakat suku Dayak Kenyah. Masyarakat memaksimalkan pengelolaan kawasan hutan “Tane’ Olen” sebagai wisata ruang terbuka.
“Kami ingin menunjukkan bahwa menjaga hutan bukan hanya soal konservasi, tetapi juga bisa menjadi sumber kesejahteraan jika dikelola dengan baik,” jelas Basairan.
Hutan cadangan tersebut merupakan hak istimewa atas wilayah hutan yang diberikan masyarakat adat, sebagai bentuk balas jasa kepada Faren. Meskipun Tane’ Olen merupakan hak eksklusif Faren (sebutan bagi golongan bangsawan), hakikatnya wilayah hutan tersebut diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Oma Lung.
Cukup dengan membayar biaya retribusi senilai Rp 5 ribu, pengunjung dapat memanjakan mata dengan panorama alam, sejuk dan indahnya Tane’ Olen. Tiap perayaan hari besar, masyarakat di perkotaan berbondong-bondong ke Desa Wisata Setulang ini.
“Wisatawan yang datang ke sini bukan hanya melihat, tetapi mereka belajar dan merasakan langsung kehidupan kami,” terangnya.
Di antara jenis wisata pilihan digandrungi wisatawan lokal adalah wisata air. Anak sungai yang mengairi wilayah Tane’ Olen berlantai batuan, sulur-sulurnya jernih mengalir pelan.
Tane Olen menjadi lokasi favorit wisata keluarga karena desainnya yang ramah anak. Sebagian wilayah tepian merupakan kawasan landai, sehingga cocok menjadi area bermain anak.
Pengelola wisata turut menyewakan perahu karet dan sejumlah fasilitas lainnya. Pengunjung tak perlu khawatir soal pengganjal perut, sebab di sepanjang area wisata, sejumlah warga desa menyajikan aneka kuliner.
Desa Wisata Setulang terbentuk dari kearifan lokal warga setempat yang terus berupaya untuk melestarikan alam beserta kebudayaannya. Pemanfaatan hutan diatur jelas oleh pemangku adat yang menetapkan pemanfaatan hutan terbatas dan pemanfaatan hutan non-kayu.
“Kita masyarakat desa wisata setulang sangat bergantung kepada Tane’ Olen, pokoknya kita sayang, intinya kita sayang dengan hutan karena hutan itu adalah hidup bersama-sama kita,” tambahnya.
Lamin Adat Adjang Lidem, Pusat Pemerintahan Masyarakat Desa Wisata Setulang
Di wilayah Desa Wisata Setulang, berdiri megah Lamin Adat Adjang Lidem. Balai Adat ini merupakan pusat pemerintahan masyarakat Desa Setulang.
Penamaan Adjang Lidem digunakan untuk mengenang pemimpin masyarakat adat kala itu. Adjang Lidem dikenang sebagai pemimpin migrasi masyarakat sehingga terbentuk pemukiman baru yang hari ini dikenal dengan nama Desa Setulang.
“Selain sebagai tempat pertemuan, balai adat ini juga berfungsi sebagai arena pementasan tari-tarian dan kesenian daerah. Begitupun saat menyambut tamu kehormatan,” papar Basairan.
Berdirinya Desa Wisata Setulang sarat dengan nilai sejarah. Hingga saat ini, nilai-nilai sejarah diwarisi turun temurun melalui cerita anak dan lagu pengantar tidur.
“Adjang Lidem adalah nama pemimpin masyarakat. Jasanya dikenang karena telah sukses memimpin migrasi masyarakat selamat hingga ke Setulang dulu kala,” katanya.
Miliki Perpaduan Wisata Alam dan Budaya yang Menarik
Sebagai desa wisata yang masih kuat dalam menjaga tradisi dan nilai budayanya, Desa Wisata Setulang memiliki sajian wisata budaya yang otentik. Salah satu budaya yang mereka sajikan kepada wisatawan adalah atraksi Kelupi.
Alat tradisional bernama Kelupi ini merupakan alat yang digunakan untuk memeras tebu dengan mekanisme penggeraknya adalah tenaga manusia. Secara fisik, Kelupi berukuran besar dan berat.
Untuk memproduksi tebu menggunakan Kelupi dibutuhkan sekitar 5-7 orang, Kelupi terbuat dari batang pohon utuh. Selain batang pohon, ada juga beberapa potongan kayu yang terdapat di tubuh pohon, fungsinya sebagai tuas pemutar untuk memeras tebu.
Selama proses produksi tebu dengan memanfaatkan Kelupi, ada kearifan lokal yang ikut dibawa oleh suku Dayak yaitu musik dan tarian tradisional. Perpaduan antara produksi tebu menggunakan Kelupi, musik, dan tarian tradisional bertujuan untuk menghibur para pemeras.
Atraksi budaya lainnya yang tak kalah seru untuk dilewatkan adalah tarian Cole Beko. Tarian ini merupakan salah satu tarian tradisional khas masyarakat Dayak Kenyah di Desa Wisata Setulang.
Tarian ini dikenal sebagai simbol kebersamaan, kegembiraan, dan rasa syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah atau peristiwa penting lainnya dalam kehidupan komunitas. Tarian ini tidak hanya menjadi bagian dari adat, tetapi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Desa Setulang.
Tarian Cole Beko sering dipentaskan dalam acara penyambutan wisatawan di Desa Setulang sebagai bentuk penghormatan kepada tamu yang datang. Wisatawan tidak hanya menonton, tetapi juga diajak untuk ikut menari bersama, menjadikannya pengalaman interaktif yang menyenangkan.
Selain itu, penampilan tarian ini juga kerap dipertontonkan dalam festival budaya yang diselenggarakan oleh desa, menjadi ajang pelestarian budaya dan promosi wisata. Tarian Cole Beko tidak hanya menjadi warisan budaya yang terus dilestarikan, tetapi juga menjadi daya tarik yang memperkuat identitas Desa Wisata Setulang.
Jam Operasional, Harga Tiket dan Rute Menuju Desa Wisata Setulang
Desa Wisata Setulang beroperasi setiap hari pada jam kerja yaitu mulai pukul 08.00 WITA sampai 16.00 WITA. Desa ini juga tidak menerapkan retribusi masuk bagi pengunjung, pengunjung hanya dikenakan biaya parkit jika membawa kendaraan pribadi sebesar Rp 5 ribu untuk motor dan Rp 10 ribu untuk mobil.
Sebagai ganti dari tidak adanya tiket, pengunjung yang ingin menikmati setiap atraksi wisata yang ditawarkan di Desa Wisata Setulang akan dikenakan biaya tambahan. Harga yang ditawarkan juga bervariasi tergantung dari paket wisata apa yang dipilih pengunjung.
Misalnya, pengunjung yang ingin menikmati atraksi Kelupi akan dikenakan biaya Rp 700 ribu. Sementara tarian Cole Beko dapat dinikmati dengan biaya sebesar RP 550 ribu. Bagi wisatawan yang gemar wisata alam, disarankan untuk memilih menikmati wisata susur sungai menggunakan perahu Ketinting dengan tarif Rp 350 ribu.
Desa Wisata Setulang dapat dicapai dari kota Malinau dengan perjalanan darat menggunakan mobil atau motor selama sekitar 3 jam. Rute perjalanan meliputi melewati jalan beraspal dan beberapa jalan tanah, terutama saat memasuki wilayah hutan.
Pengunjung disarankan menggunakan kendaraan yang tangguh karena beberapa bagian jalan bisa berlumpur saat musim hujan. Selain jalur darat, terdapat alternatif jalur lain yang bisa ditempuh wisatawan yaitu menggunakan pesawat dari Kota Tarakan dengan durasi sekitar 30 menit.
Jumlah Pengunjung dan Omzet Desa Wisata Setulang
Jumlah pengunjung di Desa Wisata Setulang terus meningkat setiap tahunnya, menandakan adanya peningkatan minat wisatawan terhadap atraksi budaya dan alam Desa Setulang. Pada tahun 2021, Desa Wisata Setulang menerima kunjungan wisatawan mencapai 1.500 pengunjung.
Jumlah ini meningkat di tahun 2022 menjadi 2.300 pengunjung secara keseluruhan. Tren positif ini bisa dipertahankan oleh pengelola dan berlanjut di tahun 2023 mendapatkan pengunjung mencapai angka 3.100 pengunjung.
Jumlah pengunjung yang meningkat diiringi dengan jumlah pendapatan yang juga meningkat. Tercatat selama kurun waktu 2021 sampai dengan 2023, omzet yang dibukukan setiap tahunnya juga terus mengalami peningkatan.
Tahun 2021 Desa Wisata Setulang total mendapatkan pemasukan mencapai Rp 150 juta. Pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2022 meningkat menjadi Rp 230 juta.
Tahun 2023 jumlah pendapatan yang berhasil dibukukan oleh pengelola mencapai Rp 310 juta. Omzet tersebut berasal dari berbagai sumber atraksi wisata yang ditawarkan oleh pengelola.
Desa Wisata Setulang adalah sebuah permata tersembunyi yang patut dikunjungi. Keunikan budaya dan keindahan alamnya menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Desa Wisata Setulang menawarkan pengalaman yang tak terlupakan bagi siapa saja yang ingin merasakan keindahan budaya dan alam Kalimantan Utara.
Dengan terus menjaga kelestarian alam dan mengembangkan potensi wisata yang ada, Desa Wisata Setulang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat dan menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan. Peran pemerintah dalam upaya pembangunan akses infrastruktur pendukung wisata juga diperlukan sebagai upaya mempertahankan eksistensi Desa Wisata Setulang.
“Kami berharap ada dukungan lebih dari pemerintah untuk memperbaiki akses jalan ke desa kami. Namun, kami tetap bangga karena meskipun aksesnya menantang, banyak yang tetap ingin datang untuk melihat keindahan desa kami,” pungkas Basairan.