Ritual Hindari Malapetaka, Desa Adat Tohjiwa Gelar Korban Menjaga-jaga

Tradisi Mejaga-jaga di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa Karangasem, Korban Suci Sebagai Penetral - Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa Bali Gelar Tradisi Mejaga-jaga, Korban Suci Penetral Sekala Niskala. Sumber: Tribunbali
Tradisi Mejaga-jaga di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa Karangasem, Korban Suci Sebagai Penetral - Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa Bali Gelar Tradisi Mejaga-jaga, Korban Suci Penetral Sekala Niskala. Sumber: Tribunbali

Kolomdesa.com, Klungkung – Ritual korban menjaga-jaga digelar oleh Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa, Kelurahan Semarapura Kaja, Klungkung, Bali, Senin (2/9/2024).

Ritual ini rutin digelar setiap tahunnya, tepatnya saat sasih karo dengan tujuan untuk menghindari berbagai malapetaka dan bencana bagi warga desa.

“Tradisi ini dipercaya oleh warga kami, sebagai bentuk menghindari malapetaka di seluruh penjuru desa,” ungkap Jro Mangku Kebayan Nyoman Sumana.

Nyoman Sumana menjelaskan, media yang sering digunakan adalah seekor sapi yang sudah memenuhi syarat, seperti sudah dikebiri, tidak boleh ekor sapi putih, dan kuku sapi berwarna merah. Sebulan sebelum upacara ada krama ritual, warga berkeliling mencari sapi sesuai syarat tersebut.

Prosesi mejaga-jaga mulai digelar sekitar pukul 07.00 wita. Ritual diawali dengan upacara matur piuning di Catus Pata Besang Kawan.

Dalam ritual ini, sapi cula (jantan) yang dipakai caru diperciki tirta dari Pura Dalem Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa dengan banten lengkap. Sebelum diperciki tirta, sapi tersebut dimandikan secara khusus.

Setelah upacara atur piuning di Catus Pata, warga kemudian beramai-ramai mengarak sapi menuju utara di jaba Pura Puseh, sepanjang 250 meter dengan diiringi tabuh baleganjur.

Kemudian sapi kurban itu lalu ditebas di bagian tertentu, menggunakan blakasa (parang) sudamala yang dikeramatkan warga. Salah satu yang di perebutkan warga adalah darah yang berasal dari sapi, hal itu diyakinkan untuk menjaga desa setempat, baik secara sekala maupun niskala.

Warga berebutan mengambil ketika Melihat banyaknya darah sapi yang sudah keluar dari tubuhnya, untuk dioleskan di bagian tubuh mereka.

Bebrapa yang mengusapkan darah sapi ke wajah mereka. Beberapa warga juga membagikan darah sapi kurban itu ke warga lainnya dan dipercaya dapat mengobati penyakit.

“Darah sapi yang diarak juga bisa dilumuri di badan dan di kaki. Karena warga yakin darah sapi dapat menghilangkan segala penyakit,” ungkap Jro Mangku Kebayan Nyoman Sumana yang bertugas menyembelih sapi menggunakan blakas sudamala.

Prosesi lalu dilanjutkan menuju ke arah selatan dari jaba Pura Dalem lalu kembali melewati Catus Pata, menuju timur, perbatasan Besang Kawan dengan Besang Kangin.

Kemudian, prosesi arak-arakan menuju ke barat di Pura Prajapati.

Terakhir kembali ke Catus Pata. Di masing- masing empat penjuru mata angin dan catus pata, dilakukan upacara atur piuning dan persembahyangan yang dipimpin para pemangku bersama prajuru dan warga.

Selesai diarak, sapi cula kemudian disembelih dan diolah dagingnya untuk caru sesuai dengan pengider-ider.

Pengolahan daging dan jeroan sapi menjadi bahan caru dilakukan warga di areal Catus Pata, tidak boleh di tempat lain, sekalipun hujan. Sisa dari olahan untuk caru kemudian diberikan kepada warga.

Sore harinya kemudian dilakukan pengastawan caru dan persembahyangan bersama seluruh warga.

Penulis : Fais
Editor : Danu

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *