Merajut Desa Damai dan Berkeadilan

Sumbef foto: Canva.com
Sumbef foto: Canva.com

Kolomdesa, SDGs Desa – Pertengkaran sering menciptakan ketakutan, kelaparan, kerusakan lingkungan, jatuhnya korban jiwa, dan sederet penderitaan lainnya. Tak bisa dipungkiri, konflik sosial khususnya di desa merupakan sesuatu hal yang sudah melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Munculnya konflik sosial di desa umumnya karena perbedaan antarindividu maupun kelompok. Baik itu perbedaan pandangan politik, penampilan, ras, ideologi organisasi masyarakat, budaya setempat, dan perbedaan lain.

Dalam kaitannya dengan merajut desa damai dan berkeadilan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), melalui konsep SDGs Desa poin ke-16, ingin memastikan bahwa setiap individu maupun kelompok di desa, memiliki tanggung jawab setara dalam memelihara kedamaian sosial. Lalu pertanyaannya, langkah apa yang dapat kita tempuh untuk dapat menciptakan Masyarakat desa yang damai dan berkeadilan itu?

Yang pertama, tentu masyarakat perlu menegakkan hak asasi manusia, Warga desa dapat membantu menjamin HAM untuk menciptakan kehidupan di tingkat desa yang damai. Menyadur dari United Nations Human Rights , HAM adalah hak yang kita miliki sebagai manusia terlepas dari kebangsaan, jenis kelamin, etnis, warna kulit, agama, bahasa, dan status sosial. Semua manusia adalah sama, manusia berhak atas makanan, kesehatan, kebebasan, pendidikan, pekerjaan, dan perlindungan.

Yang kedua, toleransi dan tenggang rasa. Sudah fitrahnya, bahwa manusia terlahir berbeda-beda, setiap individu maupun kelompok di berbagai elemen desa memiliki keunikannya sendiri. Untuk menciptakan kebahagiaan dan keadilan di desa itu, kita harus mengembangkan sikap dan tindakan yang layak ditoleransi dan juga tenggang rasa.

Yang ketiga, Kesadaran akan tanggung jawab. Tanggung jawab juga merupakan sikap dan tindakan yang diperlukan untuk menciptakan pemulihan konflik, baik individu maupun kelompok. Adanya rasa bertanggung jawab dapat mengurangi rasa kecewa dari pihak lain akibat kesalahan kita. Misalnya, ketika kita bertanggung jawab dan jujur akan kesalahan kita, besar kemungkinan kita akan dimaafkan. Namun, ketika kita tidak bertanggung jawab dan terus mengelak dari kesalahan, masalah akan menjadi semakin besar dan rumit. Hal itu lah yang membuat iklim persaudaraan antar umat di Tingkat desa sulit disatukan.

Yang keempat, melaksanakan musyawarah dan mediasi. Demi mewujudkan perdamaian, warga desa harus terbiasa melakukan diplomasi dan juga mediasi. Dalam hal ini kita berkewajiban secara bersama-sama dalam suatu musyawarah hingga mencapai satu solusi yang menguntungkan bagi setiap pihak. Mengutip dari United Nations , diplomasi dan mediasi adalah cara peling efektif untuk mengurangi penderitaan manusia dan kerugian akibat konflik dan mencegah terjadinya konflik sejak dini. Desa dalam hal ini tentu bukan Solusi baru.

Sebab di desa memang kenyang dengan pengalaman menyelenggarakan Musyawarah Desa (Musdes). Yang dalam prosesnya adalah upaya mengakomodasi berbagai pendapat pemangku kebijakan, ahli, tokoh, maupun masyarakat lokal dalam merumuskan masalah dan mencari titik temu Solusi yang tepat dan strategis, sehingga menjadi kesepakatan bersama, serta dijalankan oleh seluruh lapisan masyarakat secara berkelanjutan.

Yang kelima, mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Untuk menciptakan kedamaian, Masyarakat di desa harus pro aktif mengamalkan nilia-nilai Pancasila. Pasalnya, Pancasila merupakan ideologi bangsa yang memberikan dasar bagaimana kita harus bertindak dan berperilaku. Kelima sila yang terkandung dalam Pancasila mengandung nilai-nilai yang bisa menjaga perdamaian di berbagai lapisan Masyarakat desa. Misalnya, sila kedua yang berbunyi Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Menurut M. Syamsudin dalam buku Pendidikan Pancasila: Menempatkan Pancasila: Keislaman dan Keindonesiaan (2009), ini mengandung makna kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar mutlak dalam konteks hati nurani.


Dan yang terakhir, berperilaku baik. Agar dapat menciptakan keseimbangan social-kultural, warga desa juga harus didorong untuk berperilaku baik kepada semua orang. Misalnya menerapkan santunan, meminta maaf ketika salah, membantu orang yang membutuhkan bantuan, tidak berkata dan berperilaku kasar, memelihara suasana damai, tidak menilai dan mengolok-olok orang lain, tidak curang, tidak bersifat egois, juga selalu baik dan berhati-hati. Jika semua aspek itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka harmonisasi keberagaman, kebangsaan di desa akan senantiasa terjaga, dan jauh dari runcingnya permasalahan-permasalahan yang berujung pada pertengkaran.

Penulis: Danu

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *