Kolomdesa.com, Lombok Tengah – Desa Sasak Ende atau Desa Sade, berada di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Kampung wisata tradisional ini telah lama diresmikan sebagai desa wisata, yakni sejak 1999. Desa Sade ini merupakan salah satu destinasi wisata di Lombok Tengah yang menyuguhkan pemandangan unik. Di tempat ini kita akan menemukan rumah-rumah yang berdiri kokoh dengan beratap ilalang. Sementara lantainya, terbuat dari kotoran sapi atau kerbau. Tak hanya itu, disana kita juga dapat merasakan serta menghayati nuansa Lombok zaman dahulu kala yang masih sangat alami, tanpa dipoles dengan bahan material modern. Yang tak kalah menarik ialah, masyarakatnya identik dengan menggunakan sarung.
Bale Tani, merupakan nama rumah adat mereka seperti deskripsi yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Bale artinya rumah, dan Tani berarti tani. Yang berarti rumah Petani. Rumah yang mereka tinggali hanya memiliki satu ruang tidur di dalamnya, dengan tinggi kira-kira tiga sampai empat meter saja. Memiliki dinding yang hanya dibuat menggunakan anyaman kayu dan tidak ada satupun jendela di rumah tersebut. Sedangkan pintu dari rumah adat mereka sangat rendah, hal ini memiliki maksud agar setiap orang yang akan bertamu atau memasuki rumah mereka dapat menunduk, dalam artian yang dimaksud adalah menjunjung tinggi kesopanan dan kesantunan dalam bertamu, rumah yang mereka gunakan sebagai tempat tinggal.
“Materialnya memang dari alam semua, kalua atapnya ini terbuat dari alang-alang (ilalang-red). Boleh tahan sampai lima atau enam tahun sekali harus diganti. Tirainya dari bambu, kayu, tanah liat. Dan lantainya ini, sebulan boleh dua atau tiga kali dipoles menggunakan kotoran sapi atau kotoran kerbau. Fungsi dari kotoran sapi adalah sebagai pengganti dari kotoran semen,” ungkap salah satu pemandu wisata Desa Sasak Ende yang akrab disapa Salman itu.
Sebagaimana yang ditemukan dari berbagai sumber, ada beberapa versi berbeda terkait sejarah Desa Sade ini. Versi yang dikenal saat ini mengatakan nenek moyang orang Sade berasal dari Jawa. Yakni, leluhur Hama Ratu Mas Sang Haji. Ada juga yang mengatakan orang Sade merupakan warga Kerajaan Hindu-Budha yang dipimpin Raja A A Gede Karangasem. Hal ini dapat terlihat dari bentuk-bentuk rumah penduduk berdasarkan tiga tangga di Bale Tani tersebut, yang merupakan simbol dari waktu telu.
Salman menuturkan, di Desa Sade ini dihuni oleh 30 kepala keluarga dengan total 135 penduduk yang merupakan bagian dari Suku Sasak. Sebagian besar warganya beragama islam, dan bekerja sebagai petani, peternak, serta penenun harian. Salah satu seni budaya yang sering ditampilkan di Desa Sasak Ende adalah pertunjukan alat musik genggong dan perisaian pada waktu tertentu, misalnya saat menyambut tamu rombongan yang terkonfirmasi akan berkunjung.
Lokasi desa ini tidak jauh dari Bandara Internasional Lombok Praya yakni berjarak sekitar 9 km saja. Untuk bisa sampai ke desa ini kamu harus memulai perjalanan dari Kota Mataram. Sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 40 km dengan waktu 60 menit. Tempatnya cukup mudah dijangkau kendaraan, sebab posisi desa ini berada di jalan raya Kuta Lombok. Setelah sampai di sana, kita akan disambut dengan ramah oleh masyarakat desa sasak tersebut.
Salman juga menjelaskan dengan cara mudah sehingga para wisatawan dapat mudah mengerti mengenai kebudayaan mereka. Di awal tour ini kita dapat melihat beberapa wanita sedang menenun kain songket, bahkan bagi mereka, keterampilan menenun adalah sebuah tradisi, bahkan beberapa wanita tidak diperbolehkan menikah jika belum bisa menenun.
Tradisi unik yang tak kalah menarik dari suku di desa ini adalah budaya Merariq, dalam hal ini laki-laki harus menculik gadis sebelum melakukan pernikahan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kesungguhan seorang lelaki untuk menikahi gadis yang ia inginkan, Ketika sang lelaki telah berhasil menculik gadisnya, dilanjutkan dengan memberitahu kepada keluarga sang gadis bahwa sang lelaki sudah berhasil menculik anak gadisnya. Salman sebagai pemandu menceritakan tradisi ini pada saat para wisatawan berkeliling melihat sekeliling desa.
Sementara itu, ketika kita sudah sampai di daerah bagian atas desa tersebut, terdapat sebuah gubuk yang cukup luas, yang biasa digunakan untuk mempertunjukkan sebuah kesenian yaitu Tari Peresean, tari ini merupakan tradisi seni adu ketangkasan antar dua lelaki. Masing-masing petarung dibekali dengan sebuah rotan panjang dan tameng yang bernama ende dan juga dipandu oleh seorang wasit.
Permainan tersebut dilakukan sebanyak tiga ronde, dan dalam aturan bermainnya, hanya pemain yang berhasil melukai lawannya yang akan dinyatakan menang. Namun begitu, perlu diketahui, salah satu dari mereka yang berlaga ini tidak boleh memukul bagian perut ke bawah. Pada ronde kedua, pertunjukan bertarung ini dimainkan oleh tiga orang anak kecil dengan peran yang sama. Dalam perhelatan kali ini mereka ingin menunjukkan bahwa budaya yang mereka miliki akan terlestarikan dengan baik, sebab anak-anak yang berada di sana sudah diajari budaya dan adat istiadat mereka sejak kecil, dan diteruskan hingga berkelanjutan.
Penulis : Danu