Kolomdesa.com, Flores Timur – Musyawarah desa (Musdes) perubahan iklim Yayasan Ayu Tani Mandiri di Desa Persiapan Padang Pasir dan Desa Induk Hokeng Jaya, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur, bersama masyarakat yang berlangsung di Kantor Yayasan Ayu Tani Mandiri, Selasa (30/7/2024)
Direktur Yayasan Ayu Tani Mandiri, Thomas Uran, mengatakan perubahan iklim sebagai isu global memerlukan kerjasama dan komitmen dari semua pihak, tak hanya perubahan iklim yang berdampak pada lingkungan tetapi juga sosial dan ekonomi. Harusnya Penanganan dilakukan secara komprehensif dan berkelanjutan, salah satu aspek penting dalam penanganan perubahan iklim adalah peran masyarakat.
“Masyarakat dapat menunjukkan komitmennya dengan berperan sebagai agen perubahan menginisiasi dan mendukung gerakan pengendalian perubahan iklim berbasis komunitas,” kata Thomas.
Meski begitu, kata Thomas, peran masyarakat dalam penanganan perubahan tidak dapat dipisahkan dari dukungan pemerintah. Harusnya memberikan dukungan berupa kebijakan dan bantuan teknisi yang memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dan efektif dalam upaya mitigasi dan adaptasi iklim.
Disisi lain harus berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk saling bersinergi dan berkolaborasi dalam penanganan perubahan iklim.
“Atas dasar itulah kami sebagai bagian dari Koalisi Pangan Baik bersama para lokal champion dampingan dari Desa Hewa dan Hokeng Jaya menyelenggarakan forum diskusi bersama masyarakat,” kata dia.
Harapan Thomas diskusi tersebut bisa menghasilkan rencana tindak lanjut untuk melakukan aksi nyata baik di tingkat kampung, desa, dan kecamatan agar lebih tangkap terhadap perubahan iklim.
Salah satu peserta yang juga local champion Desa Hokeng Jaya, Rosalia Ocha mengatakan dampak perubahan iklim kian terasa di desanya banyak petani gagal tanam dan panen akibat curah hujan yang tak menentu dan sulit diprediksi. Ekonomi warga semakin memburuk akibat dampak perubahan iklim.
“Misalnya tanaman kakao yang terserang hama. Ini terjadi hampir lima tahun terakhir,” katanya.
Ocha menambahkan, penggerak lokal bersama Pemerintah Desa Hokeng Jaya terus melakukan berbagai upaya, salah satunya penanaman pucuk merah di sepanjang jalan. Mereka juga memanfaatkan pangan lokal seperti keladi dan pisang untuk diolah menjadi kripik.
“Pakai sini yang kami manfaatkan sehingga bisa sedikit membantu peningkatan ekonomi,” ucap dia.
Ketua BPBD Hewa Gabriel Doler menyampaikan, terjadinya kegagalan panen juga terjadi di desanya akibat curah hujan yang tidak menentu. Yang paling parah terjadi pada 2023, banyak petani ladang mengeluh gagal tanam.
“Karena curah hujan yang tidak menentu ada petani yang lima gagal tanam. Semua pada mengeluh,” ujar dia.
Gabriel menjelaskan sekitar 37 hektar lahan sawah di Desa Hewa para petani mengalami gagal panen. Hanya saja setiap musim kemarau debit air berkurang, sehingga tidak semua areal sawah terairi.
“Kondisi ini diperparah karena bendungan yang ada tidak berfungsi secara optimal. Kita sudah usulkan ke kabupaten dan provinsi tapi belum terealisasi,” katanya.
Penulis : Fais
Editor : Danu