Kolomdesa.com, Banyuwangi – Warga Desa Sumberberas yang berada di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi terus menekuni usaha rumahan pengolahan ikan tradisional. Usaha yang menjadi ciri khas itu secara turun-temurun menjadi sumber utama pengasilan bagi warganya.
“Dengan itu, aromanya lebih terasa. Yang diasap mayoritas ikan pari. Tapi tergantung ketersediaan ikan juga,” kata salah seorang warga, Nuryanto, pada Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang tengah menjalani program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) di desa tersebut, Senin (29/7/2024).
Menurut Nuryanto (52), proses pengasapan yang dilakukan masih menggunakan metode tradisional, yakni menggunakan serabut kelapa dan bonggol jagung kering.
Setiap hari, ia menghabiskan hingga 100 kilogram (kg) ikan pari untuk diasap di rumah pengasapan. Ikan-ikan itu kemudian dijual dengan harga antara Rp 3.500 hingga 4.500 per tusuk.
Nuryanto bersama istrinya mengelola industri rumahan tersebut dibantu para istri nelayan di sekitarnya. Mereka bekerja membersihkan ikan, mengasap ikan, hingga menyiapkan bambu untuk menjepit ikan asap.
Ikan asap produksi Nuryanto dijual sebagian besar ke sejumlah pasar yang tersebar di Banyuwangi. Dalam sehari, ia mengantongi omzet hingga Rp 3 juta.
“Pernah diminati untuk dikirim ke China juga. Tapi kita tidak bisa karena targetnya harus sampai puluhan ton. Sementara stok ikan pari kami tidak sampai sebanyak itu,” tutur Nuryanto.
Selain pengasapan ikan, di desa ini hasil perikanan juga diolah menjadi petis. Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengunjungi usaha rumahan petis udang milik Heru Dwi Narto. Usaha keluarga ini telah beroperasi selama 28 tahun dan mampu memproduksi hingga 7 kwintal petis udang setiap harinya.
“Ini usaha keluarga. Keunggulan produksi petis udang kami memakai gula yang kami buat sendiri, sehingga ada cita rasa yang khas. Pasar kami masih untuk memenuhi kebutuhan pasar Banyuwangi,” kata Heru.
Ipuk mengapresiasi upaya masyarakat dalam mempertahankan pengolahan hasil perikanan yang telah mereka lakukan secara tradisional, sehingga menjadi ciri khas tersendiri.
“Justru pengolahan tradisional seperti ini harus tetap dipertahankan, karena saat ini banyak diminati. Aroma dan rasanya juga lebih lezat seperti ini daripada diolah dengan cara modern lainnya,” ujar Ipuk.
Selain itu, Ipuk juga mengapresiasi usaha mereka karena melibatkan istri nelayan dalam pengolahan ikan. Menurut Ipuk, hasil olahan akan lebih menguntungkan dibanding ikan yang disimpan dalam cold storage.
“Cara pemberdayaan istri nelayan semacam ini bagus. Bapaknya melaut, istrinya bisa melakukan aktivitas yang produktif,” kata Ipuk.
“Kami juga meminta OPD terkait untuk memberikan pendampingan, agar produksi mereka meningkat dan pasarnya lebih luas,” imbuhnya.
Penulis : Moh. Mu’alim
Editor : Danu