Momon dan Sorgum Bioguma: Harapan Baru di Lahan Tandus Desa Beber

Momon, Kepala Desa Beber mencoba komoditas baru yakni sorgum sebagai alternatif pendapatan selain bertani padi atau jagung. Hal ini menjawab keresahannya oleh banyaknya lahan tidak produktif di Desa Beber sebab tandus dan sulit untuk ditanami apapun.
Momon, Kepala Desa Beber, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon sedang memantau tanaman sorgum bioguma di kebunnya. Sumber: Dokumentasi Momon

Kolomdesa.com, Cirebon – Momon, Kepala Desa Beber, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon memulai peruntungan baru dengan menanam sorgum bioguma di lahan kebunnya yang sudah tidak produktif. Pemilihan sorgum bioguma ini bukan tanpa alasan. Lahan yang ia punya terhitung tandus dan tidak dapat ditanami tanaman padi atau jagung, yang mana keduanya menjadi komoditas umum di daerah Jawa.

Kabupaten Cirebon berada di wilayah tropis dengan suhu udara rata-rata 22-33 celcius, serta memiliki curah hujan kurang lebih 1.351 mm per tahun. Posisi semu matahari yang berada di sekitar garis ekuator mengakibatkan suhu kota ini lebih panas dibandingkan dengan daerah Jawa Barat yang lain. 

Sorgum bioguma merupakan bahan pangan yang termasuk dalam golongan tanaman gandum, jagung, padi, dan kedelai. Sorgum memiliki berbagai keunggulan, salah satunya dapat bertahan hidup di lahan yang tandus dan panas. 

Momon mulai menanam sorgum bioguma pada awal Februari 2024. Dengan modal dan perawatan seadanya, sorgum yang ia tanam berhasil menghasilkan panen di luar ekspektasi.

Oleh karenanya, Momon memiliki impian baik terhadap Sorgum, komoditas yang terbilang baru di daerahnya. 

Lahan Mati Jadi Produktif, Hasilkan Alternatif Pendapatan

Proses penjemuran sorgum bioguma oleh kelompok tani Siliwangi. Dokumentasi: Momon.
Proses penjemuran sorgum bioguma oleh kelompok tani Siliwangi. Dokumentasi: Momon.

Saat dihubungi oleh Kolomdesa.com pada Minggu (28/07/2024), Momon bercerita bahwa kondisi topografis di wilayah Desa Beber relatif kering dan sangat tandus. Bahkan jika ditanami padi, mungkin hanya bisa satu kali tanam pada musim hujan. 

Lahan bengkok atau tanah kas Desa Beber seluas 2 hektar contohnya. Tanah ini sama sekali tidak menghasilkan apapun. Tanahnya terlalu tandus sehingga segala jenis tanaman bahkan palawija tidak dapat tumbuh di atas tanah itu. 

“Gak bisa ditanami apa-apa, kurang produktif,” katanya. 

Tak kehabisan akal, Momon membuat demplot dengan menggandeng kelompok tani Siliwangi, dengan tujuan mengembangkan komoditas tanaman baru, yaitu sorgum bioguma. Ia memakai benih sorgum yang didapatkan dari pemerintah. 

Pada tahun 2023, Momon belajar sedikit demi sedikit seputar budidaya sorgum bioguma, mempelajari karakter tanah dan bagaimana memperlakukan serta merawat tanaman tersebut.  “Kami yakin dengan barangnya kami yakin dengan sistemnya kami mencoba untuk fokus”.

Ternyata, percobaan awal Momon dan timnya berhasil. Bahkan sorgum bioguma tersebut dapat dipanen lebih dari satu kali dengan mencapai jumlah sekitar 2 ton dalam sekali panen. 

“Kami tertarik untuk melanjutkannya, tahun ini sudah mempersiapkan panen yang kedua dengan sekali nanem,” bebernya. 

Meski harga jualnya tidak setinggi tanaman padi atau jagung, Momon menjelaskan tanaman sorgum ini memiliki keunggulan yang patut dipertimbangkan. Katanya, tanaman sorgum ini memiliki kesempatan masa panen yang lebih banyak dengan sekali tanam tunas. 

Pohon sorgum dapat dipanen tiga sampai lima kali dalam sekali tanam sehingga biaya perawatan dapat diminimalisir. Ratun sorgum dapat bertahan meski tumbuh di daerah tandus dan panas. 

“Sedangkan kalau jagung, sekali panen harus nanem ulang dari awal pencangkulan. Belum tentu juga mau tumbuh lagi kalau sudah musim panas karena tanah tidak tersentuh air sama sekali,” ungkap Momon. 

Meski terbilang awal, Momon tidak menemukan kesulitan berarti saat proses perawatan. Ia mengungkapkan, biaya perawatan disesuaikan dengan kemampuannya saja. 

Yang terpenting adalah menjaga kelembaban tanah di awal menanam sampai tumbuh buah. Tidak kering juga tidak harus berair.

“Cukup 3 minggu sampai 1 bulan sekali. Dan saya yakin sorgum ini tahan di udara panas,” terang Momon. 

Sedangkan treatment pemupukan terbilang sederhana. Momon hanya memakai 50 kilo Urea untuk lahan 2 hektar. 

“Paling untuk hama burung sampai saat ini kami menggunakan tutup plastik yang paling aman. Cuma agak pegel kalau ngerjain dua hektar dengan ribuan pohon,” katanya. 

Berharap Dilirik Masyarakat

Momon dan Sorgum Bioguma: Harapan Baru di Lahan Tandus Desa Beber
Panen pertama sorgum bioguma dihadiri oleh beberapa perangkat desa. Sumber foto: Momon.

Momon mengakui, awal percobaannya ini sempat tidak mendapat dukungan dari masyarakat sekitar. Selain masih asing dengan sorgum, masyarakat pesimis dengan keberhasilan panen dan pemasaran sorgumnya. 

“Mereka masih tabu dengan sorgum ini, belum pernah mencoba, sekalipun mau mencoba masih khawatir mau dijual kemana,” jelas Momon. 

Untuk itu, Momon melakukan beberapa upaya untuk melanjutkan usahanya. Salah satunya adalah menimbun hasil panen sorgum kali pertama untuk dijadikan benih. Dengan itu, ia dapat bersiap diri menyediakan plasma baru jika sewaktu-waktu ada yang tertarik untuk menanam di lahannya nanti. 

“Jadi panen 2 ton kemarin semuanya untuk benih. Barangkali ada yang beli baik itu dinas atau masyarakat lain atau swasta kami siap mengadakan benihnya,” beber Momon. 

Tak hanya itu, benih yang sudah ditimbun sudah memiliki label ungu dan bersertifikat. 

Saat ditanya bagaimana tanggapan warga setelah menyaksikan panen pertama, Momon bersemangat. Katanya, masyarakat sekitar mulai mendatanginya dan mencari informasi bagaimana cara budidaya sorgum itu. 

“Sudah mulai cari tahu, bahkan ada beberapa petani yang sudah mau mulai nanam sorgum di awal musim penghujan,” katanya. 

Selain itu, Momon juga gencar mempromosikan benih sorgumnya. Katanya, dinas pemerintahan sudah mulai memesan bibitnya, dan relasinya dari berbagai daerah mengajaknya berdiskusi. 

“Ini jadi harapan baru, sorgumnya dapat sambutan baik dari masyarakat dan pemerintah,” kata dia. 

Harapan Ke Depan

Selain mengedukasi dan memberdayakan masyarakat sekitar, Momon mengungkapkan bahwa usaha miliknya dapat bersinergi dengan berbagai pihak, salah satunya pihak ketiga atau pabrik olahan pangan. 

Menurut Momon, saat ini pabrik-pabrik di sekitar Cirebon masih mengimpor tepung sorgum dari India. Ia melihat peluang di sana. “Ada potensi pasar,” katanya. 

Momon dan Sorgum Bioguma: Harapan Baru di Lahan Tandus Desa Beber
Buah sorgum bioguma setelah dipanen. Dokumentasi: Momon.

Setidaknya dimulai dari petani, lanjut Momon, jika telah banyak yang menanam sorgum pihaknya siap untuk menjadi pemasok bibit yang nanti akan diteruskan ke pabrik-pabrik. 

“Kami siap untuk membeli hasil panen dari petani,” ungkapnya. 

Hingga saat ini, Momon masih mengajak petani untuk duduk melingkar memperkenalkan budidaya sorgum. besar harapannya untuk mendapatkan mitra yang siap berkolaborasi dengan hajatnya itu. 

“Sampai dengan berproduksi tinggi lah sampai dengan produksi tepung. Tepung itu kan bisa memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik yang sebelumnya belanjanya dari luar negeri. Itu harapan terbesarnya sih seperti itu,” pungkasnya. 

Editor: Rizal K

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Inovasi Lainnya