Penanganan Sampah Adat Cemenggaon Jadi Percontohan Desa Luar Bali

ilustrasi sampah. Sumber foto: istockphoto
ilustrasi sampah. Sumber foto: istockphoto

Kolomdesa.com, Gianyar – Badan Pengelolaan Sampah (BPS) Desa Adat Cemenggaon kerap mendapat kunjungan studi tiru (percontohan) dari sejumlah desa di Bali maupun dari luar Bali.

Hal itu juga yang membuat Desa Adat Cemenggaon, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini, ditetapkan sebagai penerima rekor MURI tahun 2022 yang lalu.

Dalam praktiknya, desa tersebut melakukan sistem yang dinamakan Penanganan Sampah Berbasis Sumber Dengan Sistem Pesan-pede (Pengelolaan Sampah Mandiri Pedesaan).

“Selama 5 tahun kami aktif memungut sampah plastik, tapi masih bingung mau dibawa ke mana,” ungkap Ketua Forum Peduli Lingkungan sekaligus Ketua Badan Pengelola Sampah (BPS) Desa Adat Cemenggaon, I Wayan Balik Mustiana saat ditemui di sela kegiatan Bank Sampah, Minggu (7/7/2024).

Menurut I Wayan Balik, sejak tahun 2011 atau sudah 13 tahun berjalan, Desa Adat Cemenggaon merintis pengelolaan sampah ini. Bermula dari dari luberan sampah di gang-gang, jalan, dan lingkungan sekitar. hal tersebut membuat sejumlah relawan terpanggil untuk membentuk Forum Peduli Lingkungan yang kegiatannya bersih-bersih sampah plastik. Namun, aksi tersebut ternyata belum menjawab keresahan atas serbuan sampah plastik.

“Dari bank sampah, kami ajak semua warga kumpulan sampah plastik di rumah, kemudian ditabung setiap bulan,” jelasnya. Pelan namun pasti, ajakan ini telah berhasil menyadarkan 85% warga dari total 354 KK setempat.

Ketika sampah plastik tertangani, BPS Desa Adat Cemenggaon menemukan ide brilian pembuatan Teba Modern, yakni lubang sedalam 2 sampai 3 meter yang dimodifikasi untuk menampung sampah organik semisal dauh, canang, dan sejenisnya.

“Tahun 2017 kita mulai buat Teba Modern ini di beberapa rumah. Kemudian di tahun 2020 sudah menjadi kesepakatan kita di desa adat menggunakan sistem ini,” jelas Balik.

Desa Adat mendukung penuh pembuatan Teba Modern ini di seluruh rumah warga yang jumlahnya 354 KK. Bahkan saat ini ada sekitar 80 rumah sudah memiliki 2 Teba Modern.

“Idealnya ada 2 di masing-masing rumah,” ujarnya.

Jadi sejak April 2020, secara resmi masyarakat Desa Adat Cemenggaon sudah berhenti menjadi pelanggan truk sampah Desa. Sejak saat itu pula, Desa Adat Cemenggaon hanya mengirim sampah residu saja ke TPA Temesi.

“Sampah residu ini dijemput setiap hari Minggu mulai pukul 05.00 Wita sampai selesai. Karena memang belum bisa kita tangani seperti pampers, pembalut, styrofoam dan B3 (bahan beracun berbahaya),” terang Balik

Berkat Pengelolaan sampah Desa Adat Cemenggaon ini, BPS kerap mendapatkan kunjungan studi tiru dari sejumlah Desa di Bali bahkan luar Bali.

“Banjar Apuh Mawang Kelod sudah mengadopsi sepenuhnya pengelolaan sampah ini. Desa Talepud sedang memulai dan ada beberapa desa yang tertarik. Itu desa adat yang membiayai semua,” jelasnya

Berdasarkan catatannya, Teba Modern ini sudah masif dipergunakan di Bali.

“Mungkin sudah ada sekitar 11.000-an teba modern di seluruh Bali, baik itu yang dibangun secara mandiri maupun CSR,” ujarnya.

Berangkat dari itu, Ketika masyarakat mengajukan proposal tidak melulu untuk pembangunan fisik balai banjar, tapi bisa meminta pembuatan teba moderen.

“Konsep ini sangat sustainable, dampak positifnya banyak sekali,” jelasnya.

Jikan dihitung Untuk 1 unit teba moderen, memerlukan 2 Buis, satu penutup, dan ongkos gali. kisaran Rp 1 sampai Rp 1,5 juta per unit. Teba moderen inipun bisa ditempatkan di mana saja, karena dari hasil uji lab teba moderen bisa dibangun dekat sumur sebagai sumber air.

“Beri jarak 1 meter saja sudah aman,” terangnya

Selain itu, Mang Adi Bali Recycle mengatakan penukaran sampah plastik pada konsep bank sampahnya dibuat lebih sederhana dan langsung angkut. Mang Adi hanya mengkategorikan sampah an organik dalam beberapa jenis, diantaranya sampah plastik, sampah botol kemasan plastik, kardus, rongsokan, dan timah.

“Kita ingin masyarakat lebih simpel dalam memilah,” ujarnya.

Selain di Desa Adat Cemenggaon, MAB Bali menjalin kerjasama serupa dengan beberapa Desa di Bali serta sekitar 15 SD di Gianyar.

“Di sekolah, kami datang memberikan edukasi pemilahan sampah, edukasi ke kantin sekolah, membuatkan teba moderen dan mengangkut sampah plastik mereka. Jadi ini sudah jalan dan semakin banyak sekolah yang berminat,” ungkapnya

Salah satu nasabah, I Wayan Diarta merasa sangat bersyukur bisa menyalurkan sampah plastiknya tepat tempat. Baginya, sampah plastik tersalurkan saja sudah baik apalagi diuangkan. Bahkan Wayan Diarta belum berminat melakukan penarikan saldo bank sampah meskipun nilainya sudah menyentuh Rp 719.000.

“Kumpulkan saja dulu, nanti kalau sampai jutaan baru saya tarik. Supaya berkah dari sampah itu lebih terasa,” ungkap pedagang pasir ini.

Penulis : Fais
Editor : Danu

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *