Kolomdesa.com, Mojokerto – Desa Wisata Penanggungan menjelma menjadi salah satu destinasi wisata unggulan yang ada di Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Terletak di kaki Gunung Penanggungan,
desa ini dikelilingi oleh hamparan sawah yang hijau dan gunung-gunung indah, termasuk Gunung Penanggungan dan Gunung Welirang. Kesejukan udara dan pemandangan alam yang masih asri menjadi daya tarik utama bagi pengunjung.
Memiliki kondisi geografis dan suhu yang mendukung untuk dijadikan sebagai lahan pertanian, sebagian besar penduduk dari Desa Wisata Penanggungan bekerja sebagai petani. Banyak lahan subur yang ditanami sayuran, buah-buahan hingga tanaman-tanaman lainnya, seperti petai, padi, ketela, jagung, ubi, dan singkong.
Melihat potensi tersebut, Pemerintah Desa (Pemdes) Wisata Penanggungan berinisiatif mengembangkan potensi tersebut dengan konsep agrowisata. Upaya tersebut diiawali dengan mengembangkan lahan berstatus tanah kas desa (TKD) menjadi kebun sayur dan buah.
“Salah satu aktivitas yang bisa dilakukan pengunjung adalah petik sayur dan buah organik secara langsung,” jelas Kepala Desa Penanggungan, Tarji, pada Senin, (8/7/2024).
Sebelum dikenal sebagai Desa Wisata Penanggungan, desa ini terlebih dulu dikenal dengan Kampung Organik Brenjonk. Kampung Organik Brenjonk diinisiasi oleh Komunitas Pertanian Organik Brenjonk yang dirintis sejak tahun 2007.
Kelompok tani ini beranggotakan 109 orang, dan 89% dari jumlah anggotanya merupakan ibu-ibu petani. Kegiatan produksi dari kampung ini bertujuan untuk menghasilkan produk organik, seperti sayuran-sayuran, padi organik, kebun buah organik.
Selain potensi agrowisata, desa ini juga memiliki potensi wisata alam yang menakjubkan yaitu Air Terjun Sendang. Air terjun yang terletak di Dusun Kemendung ini memiliki ketinggian sekitar 50 meter.
“Air terjun ini masih satu wilayah dengan air terjun Watu Gilang dan bersebelahan dengan sumber Sendang atau sumber Kauripan,” ucapnya.
Selain menyuguhkan keindahan panorama alam, desa wisata yang dikelilingi areal persawahan di kaki Gunung Pawitra ini tengah mengembangkan daya tarik wisata Lembah Kecubung. Mulanya, Lembah Kecubung merupakan lahan pertanian, namun karena kontur tanahnya yang berupa lembah, membuat hasil pertanian kurang produktif.
“Akhirnya kita ubah menjadi kebun sayur dan buah organik. Hasil dari perubahan ini alhamdulillah berdampak bagus dan bisa mendatangkan kunjungan,” terang Taji kepada Kolomdesa.com.
Ekowisata Kampung Organik Brenjonk
Kampung Brenjonk yang berada di Desa Wisata Penanggungan dikenal sebagai kampung pangan organik. Masyarakat atau petani di kaki Gunung Penanggungan diberdayakan untuk mengelola tanaman pangan secara organik.
Kampung Brenjonk berfokus menghasilkan hasil tani organik, dari sayur organik hingga buah organik. Tidak hanya itu, panoramanya yang indah, membuat Desa Penanggungan cocok menjadi tempat wisata.
Berada tepat di lereng gunung dengan ketinggian 800 mdpl, kampung ini menawarkan pemandangan dua gunung, yaitu Gunung Penanggungan dan Gunung Welirang. Pekarangan bunga Refugia berwarna kuning yang membentang luas menjadi daya tarik tambahan.
Brenjonk berasal dari kata Sumber Rejo, sebuah mata air di kampung setempat. Di kampung ini, selain tanaman palawija, puluhan petani juga memanfaatkan lahan untuk tanaman Refugia atau tanaman yang berfungsi sebagai pengusir atau pengendali hama.
Konsep tanaman refugia yang berada di ketinggian 800 mdpl itu berawal dari 40 petani untuk menciptakan ketahanan pangan dan pemberdayaan ekonomi di dusun tersebut. Masing-masing petani bisa memanfaatkan lahan tersebut untuk membuat petak kuliner organik seperti beras dan sayur yang dibudidaya secara organik.
“90 persen mayoritas pencaharian penduduk Desa Penanggungan adalah petani,” paparnya.
Langkah ini menjadi awal pengembangan wisata untuk membangun daya tarik masyarakat dan dibuatlah taman berisi tanaman Refugia jenis Kenikir. Tanaman ini memiliki tiga fungsi yaitu untuk mengendalikan hama padi, sumber bahan makanan untuk kebutuhan pelengkap makanan seperti lalapan atau urap-urap hingga jadi spot foto wisata.
Tujuan kampung organik kampung ini adalah untuk menciptakan ekosistem produk organik, seperti sayuran-sayuran, padi hingga kebun buah organik. Ekosistem ini dibentuk secara runtut mulai dari hulu sampai hilir dengan memperhatikan kualitas pengolahan pertanian secara organik, produk hasil pertanian organik, pasca panen, hingga produk sampai ke tangan konsumen.
Produk organik yang dimiliki kampung ini telah mendapatkan sertifikasi organik dan lisensi halal. Setidaknya 126 item yang sudah dan tengah dalam proses sertifikasi halal. Hal ini cukup membantu untuk branding produknya.
Pengelola juga menyediakan program wisata edukasi yang bisa dipraktekkan langsung oleh pengunjung. Pengunjung akan dijelaskan bagaimana proses sistem ketahanan pangan organik seperti membuat kompos, mikroba, pembibitan, perawatan, panen, hingga distribusi tanaman organik.
Air Terjun Coban Watu Gilang, Surga Tersembunyi di Kaki Gunung Pawitra
Kawasan air terjun Coban Watu Gilang merupakan salah satu objek wisata alam yang dimiliki Desa Wisata Penanggungan. Lokasinya pun cukup dekat dari pusat keramaian yaitu hanya berjarak sekitar 3 kilometer dari pusat Kecamatan Trawas.
Tempat ini sebelumnya dikenal dengan nama Coban Talun, namun setelah musyawarah bersama warga setempat, akhirnya diubah menjadi Coban Watu Gilang. Tujuannya, karena bentuk batuannya yang berlapis dan untuk menghindari kemiripan nama dengan Coban Talun di kawasan Cangar, Batu.
Daya tarik utama air terjun ini adalah view indah air terjun dengan suasana alami, ditambah dengan tebing menjulang dihiasi bebatuan datar berlapis. Salah satu spot foto eksotis di Coban Watu Gilang adalah batuan besar di area lereng perbukitan dan di sepanjang aliran air sungainya.
Selain air terjun yang mempesona, Coban Watu Gilang juga dikelilingi oleh hutan tropis yang hijau dan alam yang masih asri. Pepohonan yang rimbun ditambah dengan keanekaragaman flora dan fauna menjadi daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam dan fotografer.
Suara gemericik air terjun dan kicauan burung-burung di sekitar menciptakan simfoni alam yang menenangkan. Pengunjung dapat melupakan sejenak hiruk pikuk kota dan menikmati ketenangan alam yang menyegarkan.
Pengunjung dapat bermain air di kolam alami yang berada di bawah air terjun. Airnya yang jernih dan segar sangat cocok untuk menyegarkan diri.
Waktu terbaik untuk berkunjung ke Air Terjun Watu Gilang adalah pada musim kemarau, yaitu antara bulan April dan Oktober. Pada musim hujan, air terjun mungkin akan lebih deras dan jalur trekkingnya bisa menjadi licin.
Kawasan Agrowisata Lembah Kecubung
Pembentukan Agrowisata Lembah Kecubung berawal dari pemanfaatan lahan pertanian yang kurang produktif. Kontur tanahnya yang berupa lembah menjadikan hasil pertanian kurang optimal.
Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Desa Wisata Penanggungan berinisiatif memanfaatkan lahan tersebut menjadi lokasi agrowisata. Lembah Kecubung mulai dirintis untuk dijadikan sebagai objek wisata di tahun 2023 lalu.
Agrowisata yang dikelola di atas tanah kas desa tersebut dimanfaatkan menjadi kebun sayur dan buah. Dikelola oleh BUMDes setempat, sistem pertanian diolah secara organik dengan melibatkan kelompok wanita tani (KWT).
Melimpahnya sumber air di kawasan tersebut juga dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya ikan. Terdapat tiga kolam yang dua di antaranya berisi ikan konsumsi mulai dari lele, tawes, hingga mujair dan satu kolam lainnya dimanfaatkan sebagai terapi ikan.
Selain budi daya ikan dan sayur, di kompleks tersebut juga dibangun wahana serta fasilitas pendukung lainnya berupa resto. Resto tersebut menyediakan berbagai menu masakan dan minuman yang sebagian besar bahannya berasal dari hasil pertanian organik di Desa Wisata Penanggungan.
“Sekarang sudah ada Resto Lembah Kecubung,” ungkapnya.
Untuk menarik lebih banyak wisatawan, Lembah Kecubung rencananya akan terus dilakukan pengembangan. Rencana pengembangan dilakukan dengan menambah berbagai wahana permainan.
“Harapannya supaya bisa mendongkrak ekonomi masyarakat sekitar,” katanya.
Jam Operasional dan Harga Tiket
Desa Wisata Penanggungan tidak memungut biaya tiket masuk untuk pengunjung. Desa ini buka setiap hari mulai dari pukul 09.00 WIB sampai 16.00 WIB.
Harga tiket masuk ke kawasan desa wisata ini juga terbilang murah dan bisa beramai-ramai bersama keluarga. Pengunjung hanya perlu membayar tiket masuk seharga Rp 5.000 dan bila ingin menikmati paket edukasi perlu membayar Rp 55.000 dan sudah termasuk makan siang.
Pengunjung juga perlu menyiapkan biaya tambahan untuk parkir kendaraan yang dibawa sebesar Rp 5.000 untuk setiap kendaraan. Pengunjung disarankan untuk memakai alas kaki yang nyaman karena akan banyak berjalan kaki
Waktu terbaik untuk mengunjungi Desa Wisata Penanggungan adalah pada pagi hari atau sore hari saat cuaca tidak terlalu panas. Pengunjung dapat mengikuti berbagai kegiatan edukasi yang tersedia di Kampung Organik Brenjonk, seperti belajar bertani organik, membuat pupuk organik, dan memanen sayuran.
Rute Menuju Desa Wisata Penanggungan
Perjalanan menuju Desa Wisata Penanggungan akan membawa pengunjung melalui pemandangan alam yang indah dan udara segar khas pegunungan. Hal ini menjadikan perjalanan sebagai bagian dari pengalaman wisata yang menyenangkan.
Jika menggunakan transportasi umum, pengunjung bisa naik bus atau angkutan umum menuju Trawas. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan ojek atau angkutan lokal ke Desa Wisata Penanggungan.
Pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi lebih memudahkan akses langsung ke Desa Wisata Penanggungan. Pastikan kendaraan dalam kondisi baik karena beberapa jalur mungkin menanjak dan berliku.
Pengunjung Desa Wisata Penanggungan
Desa Wisata Penanggungan dikelola secara bersama antara pemerintah desa dengan pihak BUMDes mampu menunjukkan perkembangan yang begitu signifikan. Desa wisata ini menjelma menjadi salah satu desa wisata yang terkenal dan mulai ramai dikunjungi wisatawan.
Potensi yang dimiliki desa wisata ini juga cukup beragam mulai dari wisata alam, agrowisata hingga edukasi. Beragam potensi ini menjadikan wisatawan memiliki banyak opsi untuk menikmati kunjungan ke Desa Wisata Penanggungan.
Perkembangan wisata suatu daerah salah satunya bisa diukur dengan besarnya jumlah pengunjung di daerah wisata tersebut. Pada tahun 2019 tercatat jumlah pengunjung yang datang ke Desa Wisata Penanggungan sekitar 15.000 wisatawan.
Badai pandemi COVID-19 yang sempat melanda dunia pariwisata di Indonesia membuat pertumbuhan sektor pariwisata seketika menjadi lesu. Tahun 2020 pemerintah memberlakukan peraturan PPKM sehingga seluruh kegiatan pariwisata harus tutup total termasuk Desa Wisata Penanggungan yang juga tidak menerima pengunjung sama sekali pada tahun tersebut.
Tahun 2021 menjadi titik balik bangkitnya pariwisata di Indonesia. Jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Penanggungan perlahan mulai tumbuh menjadi sekitar 12.000 jumlah kunjungan wisatawan.
Peningkatan jumlah kunjungan secara drastis terjadi pada tahun 2022 dimana pada tahun ini kegiatan pariwisata mulai berjalan normal dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Tercatat jumlah kunjungan wisatawan ke desa wisata ini mengalami peningkatan hingga mencapai 50.000 jumlah kunjungan wisatawan.
Omset Desa Wisata Penanggungan
Banyaknya jumlah kunjungan wisatawan akan selalu berdampak lurus dengan jumlah pendapatan atau omset yang diterima desa wisata. Hal ini juga terjadi di Desa Wisata Penanggungan, fluktuasi jumlah pengunjung selalu berpengaruh terhadap omset tahunan yang diterima.
Tahun 2019 pengelola desa wisata ini berhasil mencatatkan pendapat mencapai angka Rp 75.000.000. Angka tersebut terbilang besar dan sangat bermanfaat dalam upaya pengembangan desa wisata.
Tahun berikutnya pengelola tidak mendapatkan pemasukan sama sekali mengingat selama pandemi melanda operasional desa wisata juga berhenti total. Cahaya kebangkitan dunia pariwisata mulai terlihat pada tahun 2021, walau pendapatan yang diterima tidak sebesar seperti tahun sebelumnya, pengelola masih sanggup mencatat pemasukan sekitar Rp 60.000.000.
Seiring dengan meredanya pandemi COVID-19, geliat dunia pariwisata mulai terlihat kembali hidup. Tahun 2022 jumlah pendapatan Desa Wisata Penanggungan melejit hingga mencapai jumlah sekitar Rp 1.500.000.000.
Peningkatan jumlah pendapatan tersebut diperoleh dari berbagai sumber, seperti tiket masuk, paket edukasi, penjualan produk organik, dan penyewaan lahan untuk kegiatan edukasi. Pengembangan wisata yang inovatif dan adaptif menjadi salah satu faktor dari terjadinya lonjakan jumlah pendapatan yang fantastis.