Bandesa Adat Berawa Ditangkap, Usai Diduga Terlibat Suap

Bendesa Adat Berawa I Ketut Riana saat OTT di Cafe Cassa. Sumber: radarbali
Bendesa Adat Berawa I Ketut Riana saat OTT di Cafe Cassa. Sumber: radarbali

Kolomdesa.com, Badung – Sidang lanjutan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bendesa Adat Berawa, Badung, I Ketut Riana berlangsung memanas Kamis (4/7/2024).

Perdebatan itu terjadi saat Pasek menanyakan proses penangkapan tersangka oleh tim Intelijen Kejati Bali. Saksi AA Ngurah Jayalantara yang bertugas di bagian intelijen dan melakukan penangkapan tersangka mengatakan, proses penangkapan adalah tindak lanjut dari laporan l masyarakat terkait kasus suap.

”Ada laporan dari masyarakat, bahwa akan ada transaksi Rp 10 miliar,” ujar Jayalantara.

Sebelum Jayalantara mendapat surat tugas melakukan penangkapan dari pimpinan di Kejati Bali. Jayalantara dan timnya sudah diberitahu ciri-ciri orang yang akan ditangkap. Jayalantara sendiri bertugas menyamar sebagai ojek online. Sementara timnya sudah menunggu di dalam kafe.

Sedangkan di luar ada tim lain yang mem-backup Jayalantara. Di antara tim itu adalah dua orang anggota Polisi Militer. Keterangan Jayalantara itu langsung dikejar Pasek Suardika.

”Kenapa harus mengajak Polisi Militer? Apakah menangkap seorang bendesa adat harus di-backup Polisi Militer?” cecar Pasek.

Jayalantara mengaku tidak tahu menahu perihal itu, Pun saat dikejar tentang asal-usul dua personel Polisi Militer yang ikut mengawal OTT, Jayalantara mengaku tidak tahu.

”Kami hanya kenal di lapangan, selebihnya itu kewenangan pimpinan,” ucap Jayalantara.

Suasana semakin panas saat Pasek menyinggung Kejati Bali apakah juga melibatkan Polisi Militer saat melakukan OTT terhadap pegawai imigrasi di Bandara Ngurah Rai beberapa waktu lalu. Pertanyaan Pasek itu langsung dihujan interupsi JPU I Nengah Astawa dkk.

”Interupsi, Yang Mulia, itu sudah di luar substansi persidangan, kami keberatan!” seru JPU Oka.

Namun, Pasek tidak menyerah. Ia hanya ingin tahu apakah prosedur serupa juga dilakukan pada OTT yang lain. JPU kembali interupsi dan meminta tidak membahas di luar substansi. Seperti yang sudah diketahui, OTT imigrasi sampai saat ini tidak jelas kelanjutannya.

”Tolong yang ditanyakan yang berkaitan dengan perkara ini saja,” kata hakim Gede Putra Astawa mencoba menengahi.

Terkait penyamaran menggunakan jaket ojek online, Jayalantara mengatakan agar tidak mengundang kecurigaan publik, sehingga OTT sukses.

”Kami mengamankan terdakwa dan temannya (pemberi uang). Setelah kami amankan, keduanya diserahkan ke penyidik,” ungkap mantan Kasi Intelijen Kejari Buleleng itu.

Sebelum meyerahkan uang, antara terdakwa dan pemberi uang ngobrol biasa. Setelah uang diserahkan barulah ditangkap. Uang dimasukkan ke dalam amplop cokelat kemudian dimasukkan ke dalam tas kuning.

”Informasi awal akan ada transaksi Rp 10 miliar. Setelah tas kami buka isinya satu bendel seratus ribuan (Rp 100 juta),” tukas Jayalantara.

Menanggapi keterangan saksi, terdakwa mengaku tidak tahu jik ada tim kejaksaan yang memantau dirinya.

”Saat menangkap, mereka tidak menunjukkan surat tugas,” kata terdakwa.

Saksi Jayalantara mengakui tidak menunjukkan surat tugas, akan tetapi saksi sudah mengatakan kalua dari kejaksaan. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda saksi dari Desa Berawa.

Penulis : Fais
Editor : Danu

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *