Kolomdesa.com, Mojokerto – Usai dikenal sebagai penghasil kopi arabika terbaik, Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto juga punya inovasi terbaru dengan melakukan pengolahan kulit kopi menjadi teh berkualitas.
Hasil teh dari kulit kopi ini tidak hanya menambah variasi produk yang ditawarkan, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi dari produk kopi mereka.
“Semua lahan perkebunan kopi jenis arabika ini ditanam dan dikelola sendiri oleh warga yang tergabung dalam kelompok petani kopi,” ungkap Kepala Desa Ketapanrame Zainul Arifin, Rabu (3/7/2024).
Dengan lahan perkebunan kopi milik desa yang pernah meraih penghargaan Desa Wisata Terbaik dari Kemenparekraf tahun 2023, ini berada di lereng Gunung Arjuno-Welirang, dengan ketinggian 1.100 mdpl. Luasnya mencapai 70 hektare, dengan lahan produktif tanaman kopi antara 40-60 hektare.
Zainul Arifin menjelaskan bahwa bulan ini, warga yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (gapoktan) kopi tersebut rutin melakukan aktivitas panen atau petik buah kopi. Usia buah kopi yang dipanen dipilih adalah untuk biji kopi yang ranum, berwarna merah atau kering di pohon.
Selama musim panen tersebut, rata-rata petani mampu menghasilkan kopi antara 5 hingga 7 kuintal per orang. Biji-biji kopi tersebut kemudian dijual dengan harga Rp 150 ribu per kilogram.
“Kopi-kopi ini lantas kami olah, dan sebagian dijual di pasaran sudah dalam bentuk bubuk kopi siap seduh,” imbuhnya.
Proses pemasaran kopi khas Trawas terbilang cukup mudah. Di samping telah dikelola melalui gapoktan, belakangan banyak permintaan dari wisatawan, pengelola kafe, hingga institusi pemerintahan dan swasta. Bahkan, kualitas kopi arabika tersebut menarik perhatian pemerintah pusat, daerah, serta Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ketua Gapoktan Kopi Desa Ketapanrame Wahyu Sanyoto menuturkan, kualitas hasil panen kopi arabika tahun ini terbilang cukup bagus dibanding musim panen sebelumnya. Berkat panen yang melimpah petani bahkan mampu memanen kopi antara Rp 2 hingga 3 ton per 1 hektare.
“Sekarang panennya melimpah. Alhamdulillah, kami banyak untung, karena kualitas hasil panen sangat bagus,” katanya.
Banyak pihak yang memberikan perhatian terhadap kopi arabika di bawah binaan Pemdes Ketapanrame tersebut. Selain pemerintah dan swasta, baru-baru ini, IPB mengunjungi langsung areal perkebunan dan pengolahan kopi. Mereka melakukan riset terkait proses pertanian, pengolahan, hingga kualitas rasa dan manfaat kopinya.
Salah satu dosen IPB Dian Herawati menyatakan, perkebunan kopi di Desa Ketapanrame tersebut memang cukup potensial. Terlebih, di tengah harga kopi komersial dunia sedang melambung.
“Hasil tanam kopi di sini cukup ranum dan buahnya besar-besar. Artinya, tanaman-tanaman kopi di sini cukup ternutrisi dengan baik ,” jelas Dian.
Dian menilai tanaman kopi tersebut sudah memenuhi standar perkebunan kelas dunia. Karena ditanam oleh petani di atas ketinggian 1.100 mdpl pegunungan Arjuno-Welirang.
“Dipelihara dengan baik, yang bisa dicirikan dengan peremajaan. Setelah 10 tahun ditanam lalu diremajakan. Sehingga tanaman tidak melebihi ketinggian untuk jenis kopi-kopi komersial,” tandasnya.
Penulis : Moh. Mu’alim
Editor : Danu