Kolomdesa.com, Temanggung – Desa Bansari berada di lereng gunung Sindoro dengan ketinggian 1.000 hingga 1.500 mdpl, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Desa Bansari mengembangkan potensi pertaniannya melalui konsep smart farming atau pertanian modern untuk tanaman melon.
Sebelum bertransformasi ke konsep modern, para petani di Bansari dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti curah hujan tinggi yang memicu hama dan penyakit, hingga hasil panen yang tidak konsisten.
Sampai pada tahun 2020, Hendi Nur Seto, Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Bansari membangun green house yang menjadi permulaan nasib baik bagi petani melon di Desa Bansari.
Dari Sistem Hidroponik hingga Internet of Things (IoT)
Menghadapi kendala tersebut, petani-petani Desa Bansari beralih ke sistem hidroponik tetes dengan media substrat. Sistem ini memungkinkan budidaya melon di dalam rumah kaca (green house) khusus dengan kontrol suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya yang optimal.
“Dengan hidroponik, budidaya lebih mudah karena sebagian besar sudah otomatis. Sistem irigasi tetes terhubung dengan pompa, sehingga takaran pupuk dan air lebih presisi dan efisien,” jelas Hendi kepada Kolomdesa.com, pada Senin (24/6/2024).
Perubahan ini membawa hasil yang luar biasa. Desa Bansari kini mampu menghasilkan melon premium varietas eksklusif dengan harga jual tinggi dan stabil.
“Sistem hidroponik memungkinkan kami untuk tanam sepanjang tahun dan relatif aman dari hama penyakit,” kata Hendi.
Inovasi di Desa Bansari tak berhenti di situ. Mereka memanfaatkan teknologi modern seperti Internet of Things (IoT) untuk memantau berbagai parameter seperti suhu, kelembaban, pH air, dan ketersediaan pupuk secara real-time.
Data tersebut kemudian digunakan untuk mengoptimalkan budidaya dan meningkatkan hasil panen.
Sistem IoT terhubung dengan blower, alat pengabut, lampu, dan pompa. Pengoperasiannya mudah dan bisa disetting sesuai kebutuhan. Saat ini, 14 green house di Desa Bansari sudah menggunakan sistem IoT.
“Katakanlah jika cuaca sedang sangat panas itu nanti fan atau kipas itu otomatis menyala antara range 30 sampai 50 derajat. Selanjutnya sistem pengkabutan itu misal kelembaban terlalu rendah maka sistem pengkabutan akan otomatis menyala,” terang Hendi.
Teknologi lain yang diterapkan adalah penggunaan energi terbarukan melalui tenaga surya dan sistem CCTV untuk keamanan. “Lima green house sudah terpasang solar cell berdaya 2.200 watt,” lanjut Hendi.
Pihaknya juga menggunakan agens hayati untuk menekan hama dan penyakit secara biologis, memanfaatkan sumberdaya lokal di desa.
Agens Hayati atau Agens Pengendali Hayati (APL) organisme berupa jamur, bakteri, virus, nematoda, serangga, serta hewan lainnya yang berguna mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Hasil dari penerapan teknologi ini tak diragukan lagi. Desa Bansari kini mampu menghasilkan melon premium dengan kapasitas maksimal 19-28 ton per minggu.
Dalam setahun, green house dapat memproduksi melon premium sebanyak 4 kali sesuai dengan interval musim panen. Keuntungan yang dapat diperoleh dapat mencapai 15 juta per panen, atau setara dengan 60 juta per tahun.
“Sedangkan untuk harga buahnya dibanderol dengan harga Rp 25 ribu per kilogram,” papar Hendi.
Penghasilan tahunan itu dialokasikan untuk peningkatan kapasitas SDM kelompok tani dan juga upah pekerja.
Ajak Petani Muda Kelola Green House
Hendi mengatakan, sebanyak 14 dari 23 kelompok tani di Desa Bansari masih aktif untuk melakukan pengembangan pertanian sekaligus yang mengelola greenhouse. 14 Kelompok Tani (Poktan) ini kebanyakan beranggota pemuda.
Menurut Hendi, petani muda dari keempat belas kelompok tersebut lebih mudah beradaptasi dengan instrumen modern. Sedangkan sisanya masih menggunakan teknik konvensional, mengingat rata-rata usia anggota kelompok lebih tua.
“Saya tidak bisa langsung merangkul semuanya. Jadi saya harap dari 14 kelompok tani muda ini bisa nyetrum kelompok lain biar lebih giat dan semangat (belajar),” katanya.
Setiap kelompok akan difasilitasi berupa lokasi dan alat-alat penunjangnya. Hendi mengatakan, fasilitas yang ada sekarang merupakan hasil dari kerjasama dengan beberapa kementerian dan lembaga, perbankan, dan perusahaan off taker.
“Kementerian yang sudah berkolaborasi antaranya Kominfo, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Pertanian,” ungkapnya.
Untuk saat ini, lanjut Hendi, aset yang dimiliki green house secara keseluruhan telah menyentuh kisaran 100 hingga 200 juta. Sedangkan untuk IoT, berada di angka 60 hingga 120 juta.
“Alhamdulillah, kelompok tani kami sudah punya aset yang cukup untuk produksi,” terangya.
Selain itu, Gapoktan Rahayu Makmur berkolaborasi dengan BUM Desa Bansari untuk pengembangan green house. Keduanya berkolaborasi, terutama pada pengelolaan Embung Bansari.
Embung Bansari merupakan sarana pengairan petani yang telah meningkat menjadi destinasi wisata. “Embung Bansari itu secara pariwisata dikelola oleh BUM Desa tapi secara pertanian baik irigasi maupun yang lain itu dikelola oleh Gapoktan Rahayu Makmur,” ungkapnya.
Dengan keberhasilan itu, Hendi mencoba mentransformasikan sistem IoT ke sejumlah daerah sekitar Kabupaten Temanggung. Di antaranya, Wonosobo, Magelang, Sleman dan Kulon Progo. Menurut Hendi, wilayah-wilayah tersebut berhasil menerapkan sistem IoT pula.
“Namun untuk produksi dan pemasaran ke kota-kota besar masih terpusat di Desa Bansari,” katanya.
Pemasaran melon premium Desa Bansari telah menjangkau Jakarta, Bandung, dan Semarang melalui perusahaan off taker.
Hendi berharap, ke depannya Desa Bansari dapat mengembangkan komoditas tanaman baru menggunakan teknologi modern yang sesuai dan lebih maju.
“Diharapkan dapat menghasilkan komoditas yang nilainya jauh lebih tinggi yang bisa diproduksi secara massal yang mempunyai kerjasama dengan perusahaan secara baik,” pungkasnya.
Penulis: Ulfa
Editor: Rizal