Kolomdesa.com, Muaro Jambi – Pemanfaatan lahan kosong di Desa Ibru, Kecamatan Mestong, Kabupaten Muaro Jambi menjadi salah satu ide inovasi yang menarik. Desa ini berhasil melakukan percobaan mengembangkan tanaman biofarmaka atau tanaman rimpang untuk dijadikan berbagai olahan dan menambah hasil pendapatan.
Mayoritas penduduk di Desa Ibru bermatapencaharian sebagai petani, dengan jarak sekitar 38 km dari pusat ibukota. Secara geografis, Desa Ibru memiliki luas wilayah kurang lebih 1.828,57 ha. Desa yang relatif kecil, dengan 271 kepala keluarga.
Kendati demikian, Desa Ibru memiliki sumber daya alam yang potensial. Desa Ibru memiliki lubuk air bersih. Selain itu, lahan tidur yang banyak ditemukan di desa ini dimanfaatkan untuk menanam tanaman rimpang seperti kunyit.
Pengembangan tanaman kunyit dikomandoi oleh BUM Desa (Badan Usaha Milik Desa) Suka Makmur. Dalam prosesnya, BUM Desa dibantu oleh beberapa kelompok petani dan masyarakat sekitar. Agar budidaya berhasil, BUM Desa Suka Makmur mendorong warganya untuk menanam kunyit di pekarangan rumah.
Sebab dari keberhasilan budidaya kunyit tersebut, Desa Ibru menoreh penghargaan sebagai Desa Inovatif dan Digitalisasi terbaik Nasional pada tahun 2023.
Manfaatkan Lahan Hasilkan Cuan
Budidaya tanaman rimpang cukup diminati oleh masyarakat. Selain mudah tumbuh meski dengan lahan yang sempit, umur panen kunyit juga cukup singkat.
Masyarakat Desa Ibru memulai budidaya rimpang kunyit ini sejak tahun 2017. Kemudian pada tahun 2018 melalui program pengabdian masyarakat oleh dosen Universitas Jambi, pihak desa bersama SMK Asy’ariyah mengajukan pengembangan budidaya dan riset tanaman rimpang ini.
Program yang dicanangkan tersebut juga disambut baik oleh beberapa pihak. Sehingga pada tahun 2021, BUM Desa Suka Makmur mulai aktif melakukan musyawarah Desa (Musdes) dan dilakukan pemilihan Direktur BUMDes dengan Anggoro Kasih sebagai ketuanya.
“Kami mengajukan dan memperkenalkan adanya budidaya kunyit yang hasilnya sangat baik dan butuh dilakukan riset untuk pengembangan budidaya tanaman rimpang kunyit,” kata Anggoro Kasih kepada Kolomdesa.com, pada Minggu (16/6/2024).
Tak tanggung, BUM Desa juga menggandeng Kelompok Tani Suka Makmur II untuk bekerjasama dalam budidaya kunyit. Kerjasama dimulai dari persiapan bibit rimpang kunyit dengan didampingi oleh pihak Universitas Jambi.
Program kerjasama ini sempat menoreh penghargaan Nasional Desa Mitra terbaik Perguruan Tinggi yang digelar oleh Kemendikbud Ristek pada tahun 2021, dengan menawarkan produk unggulan berupa serbuk kunyit dan teh kunyit. Hal ini menjadi pemacu semangat bagi BUM Desa Suka Makmur untuk terus melakukan pengembangan inovasi produk.
Sejak saat itu, BUM Desa Suka Makmur aktif dalam pengembangan produk dan memasarkannya. Pemasaran produk kunyit, lanjut Anggoro, sudah menjangkau seluruh wilayah Indonesia melalui salah satu aplikasi milik Bank Rakyat Indonesia (BRI) bernama Lokaloca.
“Kemudian produk ini telah menjangkau pesanan-pesanan via online dan offline masyarakat di Provinsi Jambi,” tambahnya.
Hasil dari pengolahan kunyit ini berawal dari modal sekitar 30 hingga 50 juta per tahun dan dapat menghasilkan omzet sebesar 150 hingga 180 juta per tahun. Dengan rentang angka tersebut, dapat dipastikan pengolahan kunyit di Desa Ibru berhasil mendongkrak perekonomian desa.
Zero Waste Jadi Konsep Pengolahan Produk
Konsep pengolahan produk hasil budidaya tanaman rimpang kunyit ini, kata Anggoro, menggunakan konsep zero waste atau produk tanpa limbah. Menurut beberapa sumber, konsep ini pada dasarnya mencegah adanya limbah yang terbentuk sebagai sisa proses.
Penerapan konsep zero waste dapat dicapai melalui optimalisasi proses pengolahan bahan baku, upaya daur ulang, serta pembuatan kompos dari sisa bahan baku. Dengan penerapan ini, BUM Desa Suka Makmur mampu menghasilkan berbagai macam produk lanjutan.
Anggoro menyebutkan setidaknya ada 8 macam produk yang sudah siap jual menggunakan konsep zero waste ini, di antaranya serbuk kunyit, teh kunyit, kunyit kristal, kerupuk kunyit, susu kunyit, kunyit asam, sabun padat atau body wash dan eco enzym kulit kunyit.
Produk olahan kunyit ini berbasis industri rumahan (home industry). Semua olahan dikerjakan di salah satu rumah warga yang merupakan ketua klaster usaha di Desa Ibru. Anggoro menyebutkan, BUM Desa Suka Makmur kini tengah mempersiapkan lokasi khusus untuk produksi.
“Saat ini sudah proses kami bangun khusus untuk produksi seperti adanya tempat packing, pencoperan, pencucian rimpang, gudang alat dan pengeringan rimpang,” ungkap Anggoro.
Tak mau berhenti berinovasi, BUM Desa Suka Makmur juga melakukan uji coba untuk produk olahan baru di antaranya es krim kunyit, cat tembok berbahan kunyit organik, pewarna kain, batik bermotif kunyit, obat-obatan unggas dan kosmetik lulur dan pelembab kulit.
“Inovasi ke depan yang sedang kami laksanakan adalah pengembangan beberapa produk turunan dari rimpang tanaman kunyit (seperti yang disebutkan di atas),” kata Anggoro.
Rawat Potensi SDM dengan Berbagai Pelatihan
Pengembangan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dalam organisasi tentu sangat penting. Sebagai pihak yang menjadi penggerak utama aktivitas budidaya kunyit, BUM Desa Suka Makmur aktif dalam memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat yang tergabung dalam kelompok budidaya.
Pelatihan SDM dilaksanakan dengan menggandeng mitra BUM Desa yaitu salah satu perbankan terbesar milik pemerintah Indonesia, Bank BRI. Pelatihan yang berhasil dilakukan yakni digitalisasi pemasaran dan pengemasan produk.
“(Pelatihan tersebut) dengan peserta yaitu pengurus BUMDes, Kelompok Wanita Tani (KWT) dan Klaster Usaha Maju Jaya dengan jumlah peserta sebanyak 30 orang,” kata Anggoro.
Selain itu, pelatihan yang berfokus pada pengolahan tanaman dan riset, BUM Desa Suka Makmur menggandeng akademisi dari Fakultas Pertanian Universitas Jambi dengan sasaran peserta dari mahasiswa dan kelompok tani yang ada di Desa Ibru.
“Jumlah peserta sekitar 60 orangan peserta,” kata Anggoro, yang juga alumni dari Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
Dari program pelatihan yang sudah dijalankan, Anggoro mengatakan bahwa Desa Ibru dapat menghasilkan klaster usaha Maju Jaya yang berfokus pada pengolahan tanaman kunyit. Klaster usaha ini juga telah membantu kurang lebih 15 perempuan menghasilkan pendapatan secara mandiri.
“Lebih kurang 15 anggota ibu-ibu yang bekerja di dalamnya dengan omzet per bulan 15 jutaan dari pengolahan tanaman kunyit tersebut dan mampu mengolah lebih kurang 500 kg kunyit segar,” jelas Anggoro.
Anggoro mengaku, dampak yang dirasakan setelah pengembangan usaha tanaman tersebut dapat memberdayakan perekonomian masyarakat Desa Ibru sekaligus menjadi magnet pengunjung dari luar desa datang untuk membeli produk.
“Dari beberapa daerah di Provinsi Jambi hingga luar Provinsi Jambi,” katanya.
BUM Desa Suka Makmur telah mempunyai lokasi pelatihan khusus. Tempat pelatihan terbuka tersebut dinamakan kawasan agroindustri. Lokasi pelatihan ini sering menjadi lokasi kunjungan desa-desa se-Indonesia.
Anggoro mengaku, Desa Ibru merupakan salah satu Desa Laboratorium Universitas Jambi sebagai tempat belajar independen, magang, MBKM mahasiswa dan tempat riset mahasiswa serta dosen-dosen Universitas Jambi.
Untuk menunjang kegiatan, BUM Desa ini juga sedang mempersiapkan gedung serba guna melalui program CSR PT. Transgasindo yang melintas di areal agroindustri milik BUM Desa.
Sampai saat ini, produk serbuk kunyit sudah mulai diperkenalkan ke dua negara yaitu Turki dan Malaysia. Namun, untuk melakukan pemasaran ke kedua negara ini, Anggoro mengatakan BUM Desa masih belum siap.
“Pengenalan produk melalui kunjungan kerja salah satu Kadin Provinsi Jambi dan PT. BLANTIKA Global di negara Turki dan Malaysia, sehingga alhamdulilah mendapat sambutan baik namun perlu adanya beberapa izin edar yg belum siap dikerjakan oleh BUM Desa Suka Makmur,” jelasnya.
Penulis: Ulfa
Editor: Rizal