Kolomdesa.com, Batu – Ratusan warga Desa Sumberejo, Kecamatan Batu, Kota Batu melakukan aksi unjuk rasa karena merasa resah ada kabar aset tanah makam dan lapangan sepak bola akan dikuasai seseorang. Lahan tanah makam tersebut yang memiliki luas sekitar 5.000 meter persegi dan luas lahan lapangan bola sekitar 4.000 meter persegi.
“Sehingga kami hari ini mengadakan aksi sebagai bentuk penolakan,” ujar Koordinator aksi, Markiyan, Minggu (2/6/2024).
Markiyan menyebut warga menolak keras terhadap segala bentuk kesewenangan dan penguasaan lahan yang menyangkut ruang hidup mereka. Tanah makam dan lapangan bola selama ini dimanfaatkan tiga dusun.
Ia menjelaskan, informasi terkait dengan penguasaan lahan tersebut didapatkan warga karena sempat ada aktivitas pengukuran oleh pihak luar. Sebanyak empat orang tak dinekal melakukan pengukuran tersebut.
Saat diketahui perangkat desa, mereka diduga menghindar dan meninggalkan lokasi. Perbuatan tersebut memicu respons masyarakat.
Markiyan menambahkan, bulan lalu ada undangan rapat koordinasi (rakor) di Pengadilan Negeri (PN) Malang. Dalam rakor itu ada pembahasan eksekusi tanah lapangan bola tersebut.
Ia menjelaskan, penguasaan tanah lapang tersebut, menurut warga, tidak tepat bahkan dinyatakan cacat. Pihak warga sepakat mempertahankan lapangan bola dan tanah makam. Sejak awal keberadaan lapangan bola dan tanah makam itu, warga tidak pernah menjual atau melakukan tukar guling ke siapa pun.
“Karena itu fasilitas umum,” imbuhnya.
Terkait dengan status tanah, sambungnya, itu merupakan tanah eigendom. Sejak tahun 1972, tanah tersebut sudah dipakai masyarakat sebagai lapangan dan fasilitas umum.
“Kemudian tiba-tiba sekitar tahun 1990 muncul SHM (sertifikat hak milik). Inilah yang menyebabkan keresahan masyarakat. Apalagi tanah yang diklaim oleh seseorang ini masih aktif dan digunakan oleh warga Desa Sumberejo,” katanya.
Bukan hanya berunjuk rasa. Warga juga bermaksud menelusuri bagaimana sertifikat tersebut bisa diperoleh.
Sementara itu, Kepala Desa Sumberejo Riyanto mengungkapkan dirinya beberapa waktu lalu mendapatkan undangan dari Pengadilan Negeri Malang pada 13 Mei 2024. Undangan terkait eksekusi SHM 43 yang saat ini berupa lapangan olahraga. Undangan itu juga dihadiri oleh polres, koramil dan pemerintah desa untuk rencana eksekusi.
Menurut Riyanto, hasil rakor bersama Pengadilan Negeri Malang itu dilaporkan ke BPBD, sehingga mendapatkan respons dari warga dengan menolak rencana eksekusi tersebut. Selama proses di pengadilan menurutnya tidak pernah ada pemberitahuan atau undangan.
“Tidak pernah ada informasi sebelumnya, tiba-tiba ada pemberitahuan eksekusi. Selamanya warga akan mempertahankan. Warga tidak mau tahu pihak-pihak lain yang mengklaim menguasai. Warga desa semua kompak dan solid akan mempertahankan haknya,” tegas Riyanto.
Penulis : Moh. Mu’alim
Editor : Habib