Cobek Batu Singosari di Balik Kekayaan Alam Desa Toyomarto

A VPN is an essential component of IT security, whether you’re just starting a business or are already up and running. Most business interactions and transactions happen online and VPN
Produksi Cobek Batu di Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Sumber foto: istimewa

KABUPATEN MALANG Desa Toyomarto berada di Kabupaten Malang, Kecamatan Singosari. Desa ini terbentuk dari peleburan tiga desa pada masa penjajahan Belanda yaitu Desa Ngujung, Desa Bodean, dan Desa Sumberawan, ketiga desa tersebut dijadikan satu desa yang bernama “Toyomarto”. 

Desa Toyomarto mempunyai sumber mata air dengan jumlah 7 sumber yang terbagi di 7 dusun, yakni Bodean Krajan, Ngujung, Sumberawan, Bodean Putuk, Glatik, Petung wulung, dan Wonosari. Setiap dusun di Desa Toyomarto memiliki keunikan tersendiri yang mewarisi budaya dari kerajaan Singosari.

Desa ini juga memiliki potensi lain seperti Agro Wisata Kebun Teh Wonosari, Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, Kolam Renang Pentungan Sari, dan berbagai UMKM di setiap dusun.

UMKM yang dijalankan hingga hari ini antara lain produksi cobek batu, sandal klompen, Rumah Dupa Kendedes, Kopi Wonosantri, olahan Manseto, Keripik Jaya Makmur, Jamu Instan Emak Bodean, sandal spons, Batik Sekar Kamulyan, dan Mandiri Fish and Farm. 

Cobek Batu, Produk Legenda Desa Toyomarto

Cobek Batu Singosari di Balik Kekayaan Alam Desa Toyomarto
Proses Pemahatan Cobek Batu. Sumber foto: Istimewa.

Warmin, seorang pengrajin cobek di Desa Toyomarto mengaku ia telah menekuni usaha seni pahat itu sejak tahun 1950-an. “Mulai sek anak-anak, sek remaja kerja begini,” ungkapnya. 

Cobek Desa Toyomarto menjadi salah satu warisan budaya yang saat ini masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat setempat. Kekayaan alam menjadi faktor pendukung komoditas pengrajin cobek, yang mana banyak batu-batuan alam ditemukan di desa tersebut. 

Cobek adalah alat yang terdiri dari wadah dan alat penghalusnya biasanya disebut dengan ulekan, ugelan atau munthu dalam bahasa Jawa. Cobek mempunyai bentuk bulat pipih dan memiliki cekungan di bagian tengahnya untuk meletakkan bahan-bahan yang akan dihaluskan. 

Bahan baku cobek batu berasal dari batu-batuan berwarna hitam, para pengrajin membeli bahan batu pasir dari penggali pasir dengan harga Rp 300 ribu per pick up

Uniknya, Cobek batu asal Desa Toyomarto ini unik, tanpa campuran semen sehingga memiliki ketahanan dan usia pakai yang relatif lama. Berbeda dengan cobek hasil campuran pasir dan semen yang seiring berjalannya waktu akan tergerus dan cepat aus.

“Sehari kalau standar ya dapat (membuat) 10 biji, ukuran kalau yang paling besar 40 cm, yang paling kecil sampek ukuran 15 cm,” ungkap Warmin. 

Cukup Diminati, Pasar Hingga ke Bali

Cobek Batu Singosari di Balik Kekayaan Alam Desa Toyomarto
Hasil produk cobek batu. Sumber foto; Istimewa.

Warmin mengungkapkan, pemasaran batu cobek paling populer yakni di Bali. Kata dia, masyarakat Bali memiliki antusiasme yang tinggi terhadap produk kerajinan batu cobek khas Singosari ini. 

“Nah, terus penjualannya paling jauh ke Bali. Sentralnya emang di Bali, soalnya batu sini cocok di Bali,” tukas Warmin.  

Selain cobek, pengrajin batu di Desa Toyomarto juga membuat produk perlengkapan dapur yang lain seperti lumpang, uleg, dan gilingan jagung dan kedelai.

Pengirimannya pun tidak hanya di wilayah Malang Raya saja, tetapi juga sudah sampai luar kota bahkan pulau. Antara lain Pasuruan, Jember, Bali, hingga Kalimantan.

“Pasarnya seluruh Jawa dan beberapa pulau lain seperti Bali dan Kalimantan,” terangnya. 

Dalam waktu 1,5 bulan, rata-rata tiap pengrajin bisa mengirim perlengkapan batu tersebut sebanyak dua truk ditambah dengan satu pick up. Jika ditotal, ada sekitar 1500 cobek dan perlengkapan rumah tangga lain yang dikirim. 

Digitalisasi Produk untuk Perluas Pasar

Hartono, Koordinator pengrajin cobek batu di Desa Toyomarto mengungkapkan, pemasaran cobek batu awalnya hanya di wilayah Malang dan sekitarnya. Namun, sejak mahasiswa Kelompok Kerja Nyata (KKN) dari berbagai perguruan tinggi mendatangi Desa Toyomarto, berbagai inovasi muncul dan dijalankan hingga sekarang. 

“Apalagi sejak zaman Covid-19, pengrajin dituntut untuk terus belajar digitalisasi, jualan di platform online,” ungkapnya. 

Hartono mengaku bahwa pengrajin kesulitan pada mulanya karena tidak terbiasa menggunakan gawai sebagai media marketing. Sehingga, Pemerintah Desa Toyomarto turut memberikan berbagai pelatihan untuk pengrajin. 

“Sudah sulit, soalnya pengrajinnya tua-tua. Jadi yang kami ajak untuk latihan ya bagi mereka yang masih mampu belajar, anak-anak pengrajin juga diajak biar tau, regenerasi selanjutnya,” terangnya. 

Dorong Perekonomian Desa

Produksi Batu Cobek di Desa Toyomarto kini menjadi salah satu mata pencaharian utama bagi warganya, terutama di Dusun Petungwulung. 

Hartono mengungkapkan, usaha kerajinan batu cobek ini mampu meningkatkan taraf ekonomi warga. Mereka tak perlu keluar kota untuk merantau, sebab sudah memiliki usaha mandiri. 

“Usaha ini sudah turun temurun, sejak saya masih kecil orang-orang sudah aktif (produksi),” katanya. 

Selain itu, dengan berbagai paket wisata yang disuguhkan Pemerintah Desa Toyomarto, menjadi peluang besar bagi pengrajin untuk memasarkan produknya kepada para pengunjung. 

“Jadi kami fasilitasi untuk UMKM-UMKM yang ada, buat menjual produknya di desa wisata,” ungkapnya. 

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Inovasi Lainnya