LAMONGAN – Siapa yang tak mengenal batik Sendang Duwur khas Kabupaten Lamongan. Batik yang telah ada sejak zaman kolonial ini masih eksis di kalangan pecinta budaya dan menjadi oleh-oleh andalan kelompok peziarah makam wali di tanah Jawa.
Kabupaten Lamongan merupakan salah satu dari kabupaten di Jawa Timur yang menyimpan seni tradisi berupa seni batik. Memiliki dua sentra batik terkenal yaitu Batik Parengan di Desa Parengan Kecamatan Maduran dan Batik Sendang Duwur di Desa Sendang Duwur Kecamatan Paciran.
Sejarah batik Sendang Duwur dapat ditelusuri pada awal mula keberadaan berdirinya masjid Tiban pada tahun 1561 Masehi atau pada tahun 1483 Saka. Hal ini seperti tertulis pada papan serambi masjid dengan huruf Jawa yang berupa Candrasengkala yang berbunyi “Gunaning Sariro Kerto Hayu”.
Batik yang dibawa oleh Rondo Mantingan ke wilayah pesisir ini memiliki beberapa khas yang unik. Sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Raden Noer Rohmad atau biasa dikenal sebagai Sunan Sendang, batik sendang duwur memiliki makna filosofis di setiap motifnya.
Kini, batik Sendang Duwur telah diakui oleh Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda.
Ciri Khas Batik Sendang Duwur
Goresan gambar batik Sendang Duwur ini lumayan rumit dan detail. Sehingga proses pembuatannya membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Seiring berjalannya waktu, pengrajin mulai bersandar pada permintaan konsumen atau pembeli, yang berkembang sesuai permintaan.
Makna filosofi motif Batik Sendang Duwur, motif yang menjadi ciri khas Batik Sendang Duwur berjumlah 4 motif, diantaranya: Byur, Modang Sungut, Modang Liris Pelangi, dan Patinan. Pemaknaan motif Batik Sendang Duwur tergantung dengan para pengrajin memaknainya.
Para pengrajin mengartikan motif yang menjadi ciri khas Batik Sendang Duwur berdasarkan karakter yang dimilikinya dan sesuai dengan pengalaman yang terjadi pada diri pengrajin sesuai dengan lingkungan hidup mereka.
Menurut kepala desa Sendang Duwur Barur Rohim mengatakan, kebanyakan yang mengetahui makna filosofi motif Batik Sendang Duwur adalah para pengrajin yang sudah tua atau pengrajin yang sudah lama menekuni membatik.
“Kalau orang-orang muda atau pengrajin muda kurang paham mengenai makna filosofi Batik Sendang Duwur,” tuturnya saat diwawancarai oleh tim Kolomdesa.com, Senin (29/4/2024).
Upaya Keberlanjutan dari Pemerintah Desa Sendang Duwur
Batik Sendang Duwur sudah menjadi salah satu mata pencaharian warga desa. Hampir semua rumah di Desa Sendang Duwur memiliki usaha membatik. Baik usaha kecil maupun usaha menengah.
Pemerintah Desa Sendang Duwur membentuk paguyuban pengrajin batik untuk meningkatkan taraf ekonomi warga desa. Paguyuban ini dikomandoi oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Sendang Duwur.
“Dulu hampir semua rumah menggeluti batik, lalu kami buat sebuah paguyuban pengrajin batik desa Sendang Duwur,” kata Barur Rohim, Kepala Desa Sendang Duwur.
Menurut Barur, Pokdarwis menjadi jembatan antara pengrajin batik dengan konsumen yang berasal dari luar desa. “Sebagai jembatan agar pengrajin lebih mudah jual produknya”.
Selain itu, Barur mengatakan Pokdarwis juga menaungi wisata edukasi. Banyak peminat yang datang untuk melakukan studi wisata, terlebih pengunjung wisata religi.
“Nah, kemudian kan banyak yang datang untuk studi batik sendang, datang untung belajar batik, melihat-lihat batik, lalu saat itu berkunjungnya ke pengrajin-pengrajin saja, karena sudah ada Pokdarwis itu, kita tata,” ungkapnya.
Pokdarwis Desa Sendang Duwur mengajak para pengrajin untuk tergabung dalam organisasi yang terstruktur. Mereka nanti diminta untuk menjadi tentor bagi setiap orang yang datang untuk belajar. Pokdarwis juga menyediakan tempat untuk setiap pelaksanaan studi batik itu.
Barur mengatakan setidaknya terdapat 150 pengrajin batik di Desa Sendang Duwur yang masih aktif membatik. Usia pengrajin batik sendang ini juga bervariasi. “Yang tua, yang muda, yang masih sekolah pun juga sudah aktif menggeluti batik,” ungkapnya.
Untuk mempertahankan regenerasi pengrajin, Pemerintah Desa Sendang Duwur melakukan kegiatan pelatihan-pelatihan untuk pengrajin lokal dari pelatihan memproses batik hingga ke pemasaran.
“Pokdarwis juga melakukan pelatihan, untuk menjaga regenerasi berikutnya,” terangnya.
Sebagai desa yang memiliki wisata religi yaitu Wisata Religi Sunan Sendang, Pemerintah Desa Sendang Duwur juga membuka potensi UMKM yang dikelola oleh warga lokal. Banyak wisatawan yang berminat untuk membeli cinderamata berupa batik kain, kerajinan tas, topi dan udeng dari batik.
“Banyak juga pengrajin yang menjual produknya di sekitar wisata religi,” katanya.
Menurut Barur, Batik tulis Sendang Duwur dibanderol dari Rp 150an hingga 400 ribu, tergantung motif dan bahan. Kebanyakan konsumen batik sendang duwur berasal dari Kabupaten Tuban dan Kabupaten Gresik.
Barur berharap, pemasaran batik sendang duwur dapat lebih meluas lagi. “Selain regenerasi, diharapkan batik sendang juga lebih dikenal ke daerah-daerah lain,” pungkasnya.