SAMARINDA – DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus melakukan pendalaman rancangan peraturan daerah (Raperda) pembentukan kelembagaan desa adat di Bumi Etam, Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur. Raperda tersebut bertujuan untuk menjamin perlindungan hukum dan pengakuan keberadaan desa adat.
“Selama ini, banyak potensi desa adat di Kaltim tidak mendapatkan pengakuan secara hukum,” kata Rusman Ya’qub selaku Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kaltim Pembahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pembentukan Kelembagaan Desa Adat, Rabu (27/03/2024).
Rusman mengatakan ketiadaan pengakuan tersebut seringkali menimbulkan benturan di lapangan antara masyarakat adat dengan pihak investor. Terutama terkait dengan konflik lahan.
“Contohnya, banyak lahan adat beralih fungsi menjadi kebun sawit atau pertambangan, yang mengakibatkan masyarakat adat mengalami risiko kerugian,” tuturnya.
Rusman menjelaskan Raperda pembentukan kelembagaan desa adat bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan pengakuan terhadap keberadaan desa adat di Kaltim. Raperda tersebut juga diharapkan dapat membantu menyelesaikan konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat.
“Dengan adanya perda ini, diharapkan desa adat dapat terlindungi dan memiliki legalitas yang kuat dalam mengelola wilayah dan sumber daya adat mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Pansus DPRD Kaltim terus berupaya menyelesaikan pembahasan Raperda, supaya segera disahkan dan diberlakukan. Selain pengakuan dan perlindungan, Raperda juga mengatur tentang kelembagaan desa adat, hak dan kewajiban desa adat, serta pendanaan desa adat.
“Dengan terwujudnya desa adat yang kuat dan berdaya, maka dapat berkontribusi pada pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat adat di Kaltim,” kata Rusman.
Menurutnya, tanpa perlindungan yang memadai, desa-desa adat di Kaltim bisa lenyap ditelan oleh investasi yang tidak memperhatikan nilai sosial dan budaya. Sehingga keberadaan desa adat dan lembaga-lembaga adat merupakan bagian fundamental dari sejarah dan pembentukan negara.
“Investasi memang penting, tapi tidak boleh mengabaikan atau merusak habitat sosial manusia yang telah ada turun-temurun,” tegasnya.
Sehingga, DPRD Kaltim berkomitmen untuk memastikan bahwa Perda tersebut tidak hanya mampu melindungi. Akan tetapi juga mengakui dan menghargai kontribusi desa-desa adat dalam menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat.
Diketahui, konflik IKN juga lebih bersifat konflik lahan yang menyeret masalah adat. Bukan konflik tentang ibu kota negara yang memang digeser ke luar Jawa untuk pemerataan dalam jangka panjang.
Penulis : Devi arp
Editor : Habib az