Supir Ambulans Desa Harus Dapat Rekom Kades

Ambulans Desa. Sumber foto: Dinkes Jember.
Ambulans Desa. Sumber foto: Dinkes Jember.

JEMBERPemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur akan mengevaluasi seluruh sopir ambulans desa awal tahun 2024. Sopir ambulans harus mendapatkan rekomendasi dari kepala desa setempat.

 

“Sopir ambulans desa yang sulit ditelepon, sopir ambulans yang tidak mudah diakses, akan kami evaluasi. Tentunya kami diberikan data kuat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember Hendro Soelistijono, Kamis (28/12/2023).

 

Hendro menjelaskan, saat ini ada empat desa di Kabupaten Jember yang tidak memiliki sopir ambulans desa, yaitu Desa Kaliglagah Kecamatan Sumberbaru, Desa Pondokdalem Kecamatan Semboro, Desa Ampel Kecamatan Wuluhan, dan Kelurahan Kranjingan Kecamatan Sumbersari.

 

“Sekarang sedang proses rekrutmen. Prinsipnya rekomendasi kepala desa memiliki poin sangat tinggi. Namun ada tes. Ke depan kami akan lebih transparan. Dalam rekrutmen, rekomendasi kepala desa tetap akan diperhatikan,” jelas Hendro.

 

Hendro berjanji akan menyampaikan hasil rekrutmen dan nilai yang diperoleh pelamar, shingga bisa menghapus kecurigaan adanya permainan dalam prosesnya. Selain itu, Hendro membantah jika aturan pemakaian ambulans desa untuk membawa pasien ke rumah sakit rumit.

 

“Masalahnya adalah bagaimana kita menyesuaikan dengan regulasi penggunaan ambulans pemerintah. Rujukan pasien itu tidak diminta, tapi diberikan. Tidak bisa seenaknya berangkat ke rumah sakit,” ujarnya.

 

Ia menambahkan, penggunaan ambulans desa memakai dana APBD, yakni untuk rujukan terencana dan rujukan emergency. Untuk rujukan terencana, pertanggungjawaban penggunaan BBM dan utilitasnya butuh konfirmasi dari kepala puskesmas.

 

“Karena tidak seperti ambulans transport yang digunakan kapan pun boleh. Itu sesuai rekomendasi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” urainya.

 

Hendro menyebut, aturan rujukan ini berlaku nasional, termasuk untuk jaminan kesehatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Kecuali untuk emergency.

 

“Emergency pun harus ada penilaian, karena kadang begitu sampai rumah sakit, (biaya) tidak bisa diklaim karena menurut rumah sakit bukan emergency,” tambah Hendro.

 

Dalam situasi seperti itu, kata Hendro, klaim operasional akhirnya menggunakan program J-Pasti Keren dari Pemkab Jember, bukan BPJS Kesehatan. Penggunaan J-Pasti Keren sangat besar.

 

“Oleh karena itu kita harus memilah layak rujuk atau tidak. Kesannya memang subyektif, tapi itulah aturannya di Indonesia. Jadi ini bukan masalah birokrasi,” kata Hendro.

 

Hendro mengingatkan, program kesehatan J-Pasti Keren hanya diperuntukkan layanan di rumah sakit pemerintah. Dulu mungkin ada rumah sakit swasta yang menerima rujukan surat keterang miskin (SKM).

 

“Tapi sekarang, kita semua sudah sepakat, DPRD juga sudah sepakat, tiga rumah sakit pemerintah menjadi rujukan J-Pasti Keren atau untuk orang miskin. Ketika dia memilih rumah sakit swasta, itu menunjukkan dia mampu,” tandasnya.

 

Penulis: Habib Az

Editor: Rizal

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *