Minim Layanan Kesehatan, Papua Dominasi Kasus Kematian Ibu dan Bayi

Ilustrasi Kematian pada Ibu Melahirkan, Sumber Foto: Istock
Ilustrasi Kematian pada Ibu Melahirkan, Sumber Foto: Istock

PAPUAPapua menjadi salah satu provinsi dengan angka kematian ibu (AKI) paling tinggi di Indonesia. Hal tersebut berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 yang telah mencatat sebanyak 565 kematian setiap 100 ribu kelahiran hidup.

 

Selain itu, minimnya fasilitas kesehatan dan sebaran bidan di tanah Papua juga menjadi salah satu faktor tak maksimalnya pelayanan kesehatan pada masyarakat setempat. Akibatnya, kematian juga sering terjadi pada bayi.

 

“AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status kesehatan secara umum, pendidikan, ekonomi, sosial budaya dan pelayanan kesehatan selama kehamilan dan melahirkan,” dilansir dari laman resmi BPS, Kamis (28/12/2023).

 

Data Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyebutkan, terdapat 3.620 bidan di Papua. Mereka bertugas di 5.549 desa di Papua, Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. Tetapi sebanyak 90 persen dari mereka memilih bertugas hanya di pusat kota.

 

Padahal, idealnya satu desa dihuni satu tenaga bidan. Mereka mengungkapkan, salah satu alasanya adalah gangguan keamanan, seperti daerah rawan di Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, hingga Puncak.

 

Fasilitas yang tidak ideal juga menjadi sebab bidan enggan ditempatkan di pedalaman. Akibatnya, Persalinan kerap terkendala. Ditambah Minimnya pengetahuan ibu, stunting juga kerap menjadi sebab penghambat pertumbuhan dan kesehatan anak yang telah dilahirkan.

 

”Kami berharap pemerintah dan DPR lebih fokus dalam penyediaan tenaga kesehatan, menyiapkan fasilitas yang lengkap, dan menjamin perlindungan serta kesejahteraan mereka. Seharusnya hal-hal tersebut dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan,” harap Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Papua Dionesia Pri Utami.

 

Dalam hal ini, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), terus berkomitmen mengalokasikan Dana Desa agar digunakan untuk kegiatan-kegiatan kesehatan dan percepatan penurunan stunting.

 

“Dana Desa bisa digunakan untuk apa saja asal berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sumber daya masyarakat (SDM),” kata Abdul Halim Menteri Desa PDTT, dilansir dari Indonesia.go.id pada Kamis (28/12/2023).

 

Tak hanya itu, Kemendesa melalui fasilitator generasi sehat dan cerdas berharap dapat memberikan pelayanan pada masyarakat. Baik dalam pendampingan, maupun sosialisasi langsung kepada masyarakat dan aparatur desa mengenai pentingnya kesehatan, peningkatan gizi, dan sanitasi.

 

Penulis: Ilham W
Editor: Danu

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *