NGADA – Desa Inegena merupakan desa penghasil kemiri tertinggi di Kabupaten Ngada, Flores, NTT. Di Desa Inegena, kemiri jadi komoditas unggulan.
Sekitar 80% masyarakat Ngada memiliki kebun kemiri. Hal ini dikarenakan wilayah Desa Inegena ini memiliki cuaca tropis yang relatif sejuk sehingga kemiri dapat tumbuh secara optimal.
Sebelumnya, para petani kemiri di Desa Inegena ini mengolah kemiri secara manual. Sampai pada 2022, Kelompok Penerima Bantuan “Maju Bersama” berhasil menjadi satu dari 1.100 desa di Indonesia sebagai penerima bantuan Kegiatan Demonstration Plot (Demplot) dari Program Transformasi Ekonomi Desa Terpadu, Kementerian Desa.
Bantuan tersebut berupa sepaket alat untuk mengolah kemiri secara lebih optimal dan efektif. Dimulai dari mesin pemecah, freezer, oven, dan satu unit mesin pemeras minyak kemiri.
Proses Pengolahan Kemiri
Sejak difasilitasi alat-alat modern, kini masyarakat Desa Inegena dapat menyingkat waktu dalam proses pengolahan kemiri. Fiktorinus Roja, Ketua BUM Desa Maju Bersama Desa Inegena mengatakan, sebelum adanya bantuan alat tersebut, masyarakat membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu. Mulai dari memanen, menjemur hingga proses pemecahan.
Menurutnya, untuk memecahkan 100 kg kemiri membutuhkan sekitar 3-4 hari. Namun, sejak adanya bantuan tersebut, mereka hanya membutuhkan waktu 3-4 jam saja.
“Penggunaan mesin yang maksimal itu sudah berjalan sejak tiga bulan terakhir. Sebab, musim kemiri jatuh di bulan sembilan, sepuluh, sebelas sampai dua belas akhir,” ungkapnya.
Dampak dan Sebaran Pasar
Sejak penerapan inovasi tersebut. Setidaknya 20 orang Desa Inegena andil dalam Kelompok Penerima Bantuan dan ikut serta memproses kemiri siap jual baik dalam bentuk gelondongan maupun diolah menjadi minyak.
“Waktu masyarakat tidak habis dengan memecah kemiri, sehingga mereka dapat melakukan kegiatan produktif yang lain,” kata Rino Roja.
Selain itu, pengurus BUM Desa juga menerima hasil dari kemiri dari masyarakat. Ketika masyarakat sudah menggiling kemiri, hasilnya dapat ditimbang ke BUM Desa.
“Itu (dapat) mempercepat mereka memperoleh pemasukan,” tegas Rino Roja.
Sebelum adanya inovasi, para petani kemiri hanya memasarkan produknya kepada para tengkulak pasar. Namun, setelah KPB Maju Bersama terstruktur, mereka mulai pelan-pelan menjadikan BUM Desa sebagai mitra pemasaran hasil kemiri mereka.
“Dua minggu terakhir kami sudah berhasil menampung kemiri kulit sebanyak 2.885 kg. Sementara untuk kemiri yang sudah dikupas cangkangnya sudah berhasil kami tampung sebanyak 1.150 kg,” jelas Rino Roja.
Rino Roja mengatakan, BUM Desa mampu menampung kemiri hasil petani sekitar 200 hingga 300 kilogram perharinya.
Harga jual kemiri dibandrol sekitar 6.000 rupiah/kg dengan kondisi masih berkulit. Sedangkan untuk kemiri yang telah dikupas, dihargai sekitar 22.000 rupiah/kg.
Sementara itu, stabilitas harga kemiri masih mengikuti harga pasar lokal yang ada. Namun, BUM Desa Inegena saat ini melakukan kerjasama dengan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang ekspor khususnya untuk kemiri ini.
“Kemarin kami melakukan kontak dengan salah satu PT bernama Agradaya untuk bisa tembus ke pasar ekspor. Sekarang kami tinggal menyusun poin-poin MoU-nya,” katanya.
Rino Roja mengatakan, kendala yang dialami selama menjadi pengurus BUM Desa adalah bagaimana cara membiasakan masyarakat untuk bertransformasi. Dengan kepengurusan BUM Desa yang didominasi oleh kaum milenial, terkadang mereka terhambat oleh norma-norma masyarakat konvensional yang berseberangan dengan ide-ide kreatif para pengurus BUM Desa.
“Terkadang, ide-ide kreatif dari kami orang muda itu selalu berbenturan dengan ide orang tua yang ada di sini, karena kami masih terikat dengan tradisi kami harus menghormati orang tua,” katanya.
Menjawab permasalahan tersebut, Rino Roja telah melakukan sosialisasi pengaplikasian mesin tersebut kepada pengelola mesin tersebut yang nantinya dapat ditransformasikan pada masyarakat Inegena. Selanjutnya, BUM Desa Inegena juga memanfaatkan media sosial untuk menyebarluaskan informasi sekaligus memperluas jaringan marketing.
“Butuh proses sih, Mbak. Tapi saya yakin, bukan tahun depan tapi dua hingga tiga tahun berikutnya masyarakat kami akan pelan-pelan bertransformasi mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” katanya.
Kendala lain adalah harga kemiri yang cenderung fluktuatif. Fiktorinus Roja menyebut, masyarakat Desa Inegena masih belum mampu melihat kemiri sebagai komoditi utama yang dapat berpengaruh pada peningkatan ekonomi keluarga. Hal ini disebabkan oleh harga kemiri yang cenderung fluktuatif. Permainan pasar pun juga menjadi faktornya.
“Bisa dibilang, harganya masih dipermainkan oleh para tengkulak di Kabupaten Ngada,” katanya.
Selain itu, untuk melanjutkan usahanya, BUM Desa Inegena telah mengajukan proposal kepada Kementerian Desa PDTT untuk pengadaan mobil pick up, penambahan freezer dan penambahan pemeras minyak sendiri dengan kapasitas yang lebih besar dari yang sekarang.