MADURA – Tradisi Okol merupakan salah satu tradisi yang berkembang di Kabupaten Pamekasan, Madura untuk meminta hujan. Tradisi ini dilakukan dengan cara bergulat oleh masyarakat setempat. Sampai saat ini, tradisi Okol hanya ada di Desa Akkor, Kecamatan Palenggaan, Pamekasan.
Masyarakat di wilayah ini memiliki keyakinan bahwa melalui pelaksanaan Okol, mereka dapat memohon hujan kepada Allah SWT. Dengan kata lain, Okol adalah cara mereka untuk memohon datangnya hujan.
“Sebelum dimulai, pelaku okol biasanya melakukan ritual tahlilan atau istigasah terlebih dahulu. Sebelum musim hujan datang, tradisi ini digelar secara bergiliran di suatu desa,” kata Zainal selaku panitia pelaksana Okol.
Tradisi Okol biasanya diadakan ketika musim kemarau berkepanjangan, yang sering kali disertai dengan kekeringan dan kelangkaan air bersih yang melanda wilayah Pamekasan dan kabupaten sekitarnya yang berada di Pulau Garam. Oleh karena itu, Okol menjadi suatu ritual penting dalam upaya meminta turunnya hujan yang sangat dibutuhkan untuk pertanian dan kehidupan sehari-hari.
Tradisi Okol bukanlah tradisi baru, melainkan telah dikenal dan dipraktikkan selama ratusan tahun. Ini merupakan warisan budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikannya sebagai bagian tak terpisahkan dari khazanah budaya dan tradisi turun-temurun masyarakat di wilayah tersebut. Tradisi ini menjadi bukti kekuatan dan keberlanjutan budaya lokal dalam menghadapi tantangan lingkungan dan alam yang keras, serta menjadi bukti nyata tentang keimanan dan harapan masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Pelaksanaan Tradisi Okol di Jawa Timur
Di Jawa Timur (Jatim), terdapat seni beladiri gulat yang cukup populer yang dikenal dengan sebutan Okol. Tradisi Gulat Okol ini sering menjadi daya tarik dalam pertunjukan di beberapa wilayah Jawa Timur, termasuk di pulau Madura, Surabaya, dan Gresik.
Saat kita melihat Gulat Okol secara sekilas, mungkin terlihat mirip dengan beladiri Sumo yang berasal dari Jepang. Jenis beladiri kedua ini melibatkan pertandingan gulat di atas permukaan yang datar, dengan pesilat berusaha menjatuhkan lawan mereka.
“Peserta Okol saat akan bertarung, harus membuka baju, tidak boleh memukul, menjotos, dan menggigit lawan,” kata Muhammad Shaleh salah satu pemuda pegiat tradisi Okol.
Pertama-tama, kostum atau pakaian yang dikenakan oleh pesilat dalam Gulat Okol berbeda dengan kostum Sumo. Pesilat Okol mengenakan celana panjang dan kain yang melilit tubuh mereka, memberikan kesan yang lebih tradisional dan sederhana dibandingkan dengan pakaian Sumo yang lebih besar dan serba putih. Selain itu, dalam Gulat Okol, pesilat juga sering kali memakai hiasan kepala yang menarik.
Selain perbedaan dalam kostum, peraturan dan teknik dalam Gulat Okol juga memiliki ciri khas tersendiri. Meskipun tujuannya sama, yaitu menjatuhkan lawan, teknik-teknik yang digunakan dalam Okol memiliki varian dan nuansa tersendiri yang membedakannya dari Sumo. Pesilat Okol sering menggunakan gerakan-gerakan yang lebih dinamis dan lincah, dengan banyak putaran dan serangan tiba-tiba yang menambah keseruan pertandingan.
Gulat Okol bukan hanya sebuah seni beladiri, tetapi juga sebuah bagian penting dari warisan budaya di Jawa Timur. Pertunjukan Gulat Okol tidak hanya menjadi hiburan yang memikat, tetapi juga menggambarkan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Jawa Timur, serta menunjukkan bahwa keberagaman seni beladiri di Indonesia sangat menarik dan beragam.
Makna Sosial dalam Tradisi Okol
Di sisi lain, perempuan dan ibu-ibu dari komunitas yang berbeda turut serta andil dalam meramaikan perayaan Okol dengan cara yang unik. Mereka berpartisipasi dalam menyediakan makanan dan minuman sederhana, menciptakan suasana yang hangat dan ramah selama perayaan berlangsung. Tindakan ini merupakan wujud keterlibatan mereka dalam merayakan kemeriahan acara ini.
Dalam tindakan sederhana ini, terdapat makna yang mendalam. Tindakan kaum perempuan dan ibu-ibu dalam menyediakan makanan dan minuman bukan sekadar tugas rumah tangga biasa, melainkan juga simbol persatuan dan rasa kebersamaan di antara warga. Mereka berperan penting dalam menjaga hubungan sosial yang harmonis dan erat antaranggota komunitas.
Kehadiran makanan dan minuman bukan hanya sebagai aspek praktis untuk memenuhi kebutuhan fisik peserta perayaan, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan kesempatan berinteraksi, berbincang, dan saling mengenal satu sama lain. Dalam suasana yang akrab ini, terjalin silaturrahmi yang erat, yang menjadi salah satu tujuan utama dalam pelaksanaan hiburan Okol.
Melalui peran kaum perempuan dan ibu-ibu ini, perayaan Okol tidak hanya menjadi sebuah acara gulat semata, tetapi juga sebuah peristiwa sosial dan budaya yang mengikat masyarakat dalam ikatan persaudaraan yang kuat. Mereka tidak hanya mempersembahkan makanan dan minuman, tetapi juga kehangatan dan kebersamaan, menjadikan Okol sebagai sebuah perayaan yang mendalam dengan makna sosial yang luar biasa.
Editor: Ani