Kolom Desa

Tingkatkan Kemandirian Ekonomi Melalui Pengelolaan Tempat Sampah

Sampah di Desa Ngabab sedang diangkut untuk diproses selanjutnya. Sumber foto; Istimewa

MALANG– Sampah masih menjadi pekerjaan rumah bagi kota dan desa di Indonesia. Pengelolaan sampah yang kurang optimal atau bahkan sama sekali, tentu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Menjawab permasalahan tersebut, Pemerintah Desa Ngabab menciptakan inovasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Dworowati untuk menanggulangi penumpukan sampah sekaligus membuka peluang kerja bagi masyarakat desa.

 

Kasus overcapacity di TPA berbagai daerah masih di angka yang terbilang lumayan. Indikasinya terlihat dari data timbulan sampah yang tercatat di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada periode 2019-2022. Pada tahun 2019, timbulan sampah mencapai 29,3 juta ton dengan rata-rata produksi harian sebesar 80.210 ton. Pada tahun 2022, jumlah produksi sampah melonjak menjadi 33,9 juta ton setahun dengan timbulan sampah harian rata-rata 92.960 ton.

 

Meningkatnya volume sampah yang tersebut berasal dari berbagai sumber produksi sampah. Berdasarkan data KLHK tahun 2022, komposisi sampah terbesar bersumber dari rumah tangga, yakni mencapai 35,42 persen. Selanjutnya, diikuti buangan sampah dari pasar (31,12 persen), perniagaan (15,61 persen), fasilitas publik (4,9 persen), dan lainnya (12,91 persen).

 

Kondisi Topografi Desa Ngabab

 

Desa Ngabab merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Dari segi topografi, Desa Ngabab berada di dataran tinggi dan berbukit, dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut. Desa Ngabab terletak di sebelah Pasar Mantung, pusat transaksi sayur-mayur terbesar di wilayah Pujon.

 

Desa Ngabab dilewati jalur utama lalu lintas darat yang menghubungkan antara kota Kediri dan kota Malang. Desa Ngabab berbatasan langsung dengan Desa Tulungrejo (sebelah barat), Desa Sukomulyo (sebelah selatan), Desa Tawangsari (sebelah utara), dan Desa Ngroto (sebelah timur).

 

Luas wilayah Desa Ngabab adalah 1244,93 Ha. yang digunakan sebagai hutan lindung, hutan produksi, ladang, pemukiman, perkebunan, dan fasilitas umum lainnya. Potensi yang paling menonjol dari Desa Ngabab adalah dari segi pertanian dan peternakan.

 

Sepak Terjang Pengelolaan di Desa Ngabab

Tingkatkan Kemandirian Ekonomi Melalui Pengelolaan Tempat Sampah
Dokumentasi mobil pengangkut sampah di Desa Ngabab sedang mengisi bahan bakar. Sumber foto: Istimewa

Menurut Mohammad Bahruddin, Koordinator Tenaga Kerja Desa Ngabab, terbentuknya TPST Dworowati ini berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Ngabab Tahun 2017. Dana operasional TPST dialokasikan dari Dana Desa sebesar 13 hingga 15 juta perbulan.

 

“Awalnya, TPST ini berjalan di dua RT saja, yaitu RT 19 dan 20. Setelah berjalan 6 bulan, akhirnya bisa direalisasikan ke semua Desa Ngabab,” ungkap Bahruddin saat dihubungi via telepon, Kamis (9/11/2023).

 

Selain itu, saat ini setidaknya ada 10 pegawai tetap dan 3 pegawai honorer dari Desa Ngabab yang memproses pengolahan sampah. Sampah diambil setiap seminggu dua kali, lalu dilakukan pemilahan. Dari proses pemilahan inilah, sampah-sampah organik dijadikan sebagai pupuk yang biasa digunakan masyarakat untuk menunjang penanaman bibit.

 

Sampah organik diolah dengan proses fermentasi kurang lebih 25 hari dengan menggunakan EM 4 dan tetes. Setelah itu dilakukan perajangan atau pencacahan dengan mesin cooper. Tahap selanjutnya dilakukan pengayaan untuk memisahkan pupuk yang sudah jadi dengan sampah plastik. Pada tahap akhir, pupuk dikemas dalam kantong sesuai dengan kebutuhan.

 

TPST Dworowari belum memiliki mesin pengolah limbah plastik sehingga sampah anorganik seperti botol, plastik, minuman dan logam dijual ke tengkulak. Untuk residu sampah plastik dibuang ke TPA Singosari dan TPA Tumpang. Berkat inovasi di atas lingkungan Desa Ngabab, setidaknya 70% sungai untuk aliran irigasi lancar dan bersih.

 

“Sebenernya mau saya ini kan program ini sukses 0% residu. Namun meski saat ini masih belum tercapai, setidaknya lingkungan cukup bersih lah, Mbak,” katanya.

 

Kurang Optimalnya Infrastruktur Produksi Pupuk Organik

Pengolahan pupuk organik Desa Ngabab. Sumber foto: Istimewa

Meski terbilang sukses dalam mengedukasi warga untuk menciptakan lingkungan bersih, nampaknya masih ada tantangan yang menjadi pekerjaan rumah TPST Dworowati tersebut.

 

Bahruddin mengatakan, produksi pupuk organik dinilai masih belum optimal disebabkan kurangnya infrastruktur dan jumlah pegawai yang masih terbatas. Ia mengatakan, pihaknya tidak rutin membuat pupuk hingga sekarang TPST Dworowati ini memilih vakum untuk sementara.

 

“Dua bulan waktu itu berjalan, sekarang tidak dulu, Mbak, karna alatnya kurang memadai,” ungkapnya.

 

Selain itu, Bahruddin mengungkapkan bahwa pupuk hasil produksi tersebut biasa dibeli petani yang menanam bibit. Namun, petani yang memiliki lahan dengan skala besar masih memilih pupuk instan yang mereka pesan dari luar daerah.

 

“Biasanya petani biasa beli pupuk di sini. Sekarungnya 17 ribu. Tapi petani-petani besar masih milih pupuk instan yang mereka ambil dari luar (daerah),” ungkapnya.

Exit mobile version