JEMBER – Warga di Desa Pondokrejo dan Dusun Mandiku, Desa Sidodadi, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember terus memperjuangkan sertifikasi lahan garap di kawasan hutan. Mereka mempertanyakan kebijakan sertifikasi hanya diperuntukkan rumah, fasilitas umum, dan fasilitas sosial di dua lokasi tersebut.
“Hari ini kami undang semua pihak meliputi petani, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jember, Badan Pertanahan Nasional, Dinas Cipta Karya, pemerintah desa, dan camat,” kata Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni, Senin (6/11/2023).
Ia menjelaskan, rapat itu membahas Program Penyelesaian Permasalahan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH). Dalam aturan, tanah yang diberikan kepada warga adalah pemukiman, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
“Sementara itu ada lahan garapan di belakang rumah warga yng tidak masuk dalam program tersebut. Ini yang jadi pertanyaan,” ujar Tabroni.
Tabroni mengatakan bahwa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memang tidak menyebutkan lahan garapan tersebut. Itu akan dimintakan dalam bentuk perhutanan sosial.
“Jadi lahan garapan itu boleh dikelola warga dalam bentuk perhutanan sosial,” katanya.
Kebijakan Menteri LHK ini menuai protes warga karena dianggap tidak sejalan dengan Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria. Pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil.
“Mereka merasa sudah mendiami lokasi itu selama puluhan tahun. Seharusnya negara memberikan kepada mereka, menurut reforma agraria. Tapi di Peraturan Menteri LHK tidak ada secara eksplisit. Kita harus ke pusat untuk mendapatkan penjelasan lebih detail, kenapa antara peraturan presiden dan peraturan menteri tidak linier,” jelas Tabroni.
Tabroni menambahkan, saat ini ada 1.200 hektare tanah kawasan hutan di Jember yang dimintakan sertifikasi. Terbanyak di kawasan Tempurejo.
“Saat ini sedang proses,. Patok-patoknya sudah dipasang. Proses berjalan sampai nanti disertifikasi BPN,” tandasnya.
Penulis: Habib Az
Editor: Rizal