Undang Hujan, Desa Paron Gelar Ritual Sedekah Dawet

Sejumlah petani pada saat melakukan ritual sedekah dawet. Sumber foto: Istimewa.
Sejumlah petani pada saat melakukan ritual sedekah dawet. Sumber foto: Istimewa.

KEDIRI –  Musim kemarau berkepanjangan yang terjadi selama beberapa bulan terakhir membuat sejumlah petani di Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri melakukan ritual sedekah dawet. Hal itu dimaksudkan sebagai ikhtiar untuk mengundang hujan agar segera turun.

 

“Teknis tradisi yang dilakukan adalah dawet yang diwadahi beberapa gentong tanah diarak oleh para petani dari salah satu rumah warga menuju Sumber Kembangan Paron,” kata Kepala Desa Paron, Buyung Wicaksono, Senin (6/11/2023).

 

Buyung mengatakan setelah menggelar doa bersama, sebagian dawet tersebut dibagikan kepada para petani dan masyarakat sekitar. Sementara sebagian lainnya diguyurkan ke badan Klantung atau petugas penjaga air.

 

“Kita menerima keluhan dari petani, mengalami kesulitan air. Karena itu kita gelar sedekah dawet ini,” ungkapnya.

 

Mereka beranggapan jika guyuran itu bukan tanpa alas an, selama ini para klantung menjaga saluran air tetap lancar, baik dari hulu ke hilir setiap harinya. Lalu, dawet yang masih ada dalam wadah gentong tanah ditumpahkan seluruhnya ke sumber oleh para petani.

 

“Rumusnya para petani, kalau klantung basah karena guyuran dawet, maka hujan akan segera turun. Semoga segera turun hujan dan barokah. Kalau hujan cepat turun, membantu petani mengurangi biaya pertanian,” harapnya.

 

Sementara itu, Ketua Gapoktan Tani Makmur Desa Paron, Ahmad Toyib menjelaskan bahwa sebelumnya petani secara swadaya harus mengeluarkan ongkos menyewa pompa. Hal ini dilakukan agar para petani tetap bisa mengairi sawah mereka.

 

“Petani terpaksa menyewa pompa. Sekali sewa diesel per jamnya sekitar Rp40 ribu-Rp50 ribu. Untuk mengairi sawah perlu waktu setidaknya 3-4 jam, jadi bisa lebih dari Rp 100 ribu,” tandasnya.

 

Diketahui, di Desa Paron sendiri terdapat kurang lebih 300 orang petani yang sehari-hari menggarap lahan, baik padi ataupun hortikultura. Tradisi tersebut terakhir kali dilakukan pada tahun 2019.

 

Penulis: Habib Az

Editor: Rizal

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *