JEMBER – Pemerintah Kabupaten Jember menargetkan kenaikan status Kabupaten Layak Anak (KLA) dari Nindya menjadi utama. Target tersebut tampaknya akan sulit dicapai yang disebabkan belum adanya aturan terkait kawasan tanpa asap rokok (KTR). Selain itu, dari seluruh desa di Jember belum semuanya jadi desa layak anak.
“Terkait perda KLA yang terdiri atas 79 pasal tersebut, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember akan segera membuat draf peraturan bupati yang membahas secara teknis,” kata Kabid Perlindungan Anak DP3AKB Jember Joko Sutriswanto, Selasa (5/9/2023).
Selain itu, Joko membenarkan bahwa Jember belum memiliki Perda KTR dan mengaku kesulitan untuk membuat perbup yang mengatur hal tersebut. Hal ini bukan tanpa alasan, salah satu penyebabnya adalah Jember yang dikenal sebagai Kota Tembakau.
“Hal tersebut membuat target status KLA menjadi utama akan cukup sulit. Wilayah yang banyak anak-anak bermain, seharusnya diatur dengan Perda KTR. Tapi, kami belum punya dan belum mengusulkan,” tuturnya.
Kendati demikian, Joko mengaku masih akan mengusahakan agar Perda KTR segera terbentuk. Sebab, hal itu bisa menjadi salah satu penyebab mandegnya status KLA Jember.
“Sementara, target pemkab tahun ini statusnya sudah meningkat menjadi utama,” ujarnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, ia memperkirakan target utama baru diraih pada 2024 mendatang. Untuk mencapainya, salah satu yang harus dipenuhi adalah semua desa dinyatakan layak anak.
“Sampai sekarang baru 128 desa layak anak, dari 248 desa yang ada di Jember,” tuturnya.
Ia menambahkan, ada juga hal yang lebih mendesak yaitu dibuatnya perbup yang mengatur pencegahan pernikahan anak. Menurutnya, pernikahan anak yang cukup tinggi membuatnya harus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pihak kepolisian.
“Kasus pernikahan anak pada 2022, Jember menjadi yang terbanyak kedua di Jatim setelah Malang,” cetusnya.
Menurutnya, pernikahan anak yang cukup tinggi membuatnya harus bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk pihak kepolisian. Sebab, pemaksaan perkawinan anak dapat dilaporkan sebagai tindak pidana.
“Sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Seluruh perkawinan anak, usia 17 tahun ke bawah bisa dilaporkan kepada polisi,” tandasnya.
Penulis: Habib Az
Editor: Rizal Kurniawan