Kolom Desa

Dongkrak Perekonomian Desa melalui Badan Usaha Pengelolahan Sampah

Eduwisata Sampah BUM Desa Murakabi. Sumber foto: Kanal Desa

KUDUS – BUM Desa Murakabi dinilai berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat Desa Gondosari melalui unit usaha yang dirintisnya. Salah satu unit usahanya yang berhasil adalah unit usaha pengelolaan sampah.


BUM Desa Murakabi resmi berdiri pada tahun 2017 berdasarkan Peraturan Desa Pandowoharjo Nomor 6 Tahun 2017 tentang Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).


Direktur BUM Desa Murakabi yakni Bambang Supriyanto mengungkapkan bahwa tujuan dari pendirian BUM Desa Murakabi ini untuk meningkatkan ekonomi desa dan membuka lapangan pekerjaan yang luas.


“Misi dari pembentukan dari BUM Desa Murakabi ini dalah untuk meningkatkan perekonomian warga desa Gondosari dan terbukanya lapangan pekerjaan yang luas,” ungkap Direktur BUM Desa, Bambang Supriyanto.


Unit Usaha Pengelolaan Sampah


BUM Desa Murakabi untuk mengelola sampah bukanlah tanpa alasan, bukan pula karena tidak ada potensi lain. Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih. Selain itu, karena banyak warga yang membuang sampah ke sungai sembarangan dan lokasi pembuangan sampah yang cukup jauh. Untuk itulah BUM Desa Murakabi memilih mengelola sampah.


Pada awalnya BUM Desa Murakabi masih membuang sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Tanjungrejo di Jekulo. Namun hanya berlangsung enam bulan saja. Sebab biaya pengangkutan ke TPA Tanjungrejo justru lebih mahal. Untuk itu BUM Desa Murakabi memutuskan untuk mengelola sampah secara mandiri. Sampah-sampah itu kemudian ditampung di TPS yang berdiri di bengkok (tanah kas) milik desa.

Mesin Pengolah Sampah BUM Desa Murakabi. Sumber foto: Kanal Desa
Mesin Pengolah Sampah BUM Desa Murakabi. Sumber foto: Kanal Desa

TPS BUM Desa Murakabi cukup jauh dari Balai Desa Gondosari. Untuk menuju ke lokasi, warga harus menuju ke perbatasan dengan Desa Menawan. Setelah masuk ke perkampungan dan melewati kebun sengon hingga area persawahan, barulah sampai di TPS seluas 3.500 meter persegi.


Dalam pengelolaan sampah ini, direktur BUM Desa Murakabi melakukan studi banding ke berbagai daerah untuk melihat sistem pengolahan sampah. Setelah melihat sistem dan prosesnya, Bambang akhirnya mantap memilih bioreaktor. Sebab kelebihan sistem ini mampu bekerja di segala musim.


Tak hanya itu, Bambang mengklaim, pengkomposan menggunakan sistem pengolahan bioreaktor ini prosesnya jauh lebih cepat ketimbang pengkomposan menggunakan bak-bak di tempat lain.

Delapan ruang pengomposan milik BUM Desa Murakabi. Sumber foto: Kanal Desa

Kades Gondosari Aliya Himawati mengatakan unit usaha yang dikolola BUM Desa Murakabi sampah saat ini memang sampah. Untuk menunjang pengelolaan sampah, maka dibuatlah bioreaktor kapal selam. Alasan mengelola sampah karena Desa Gondosari tidak lagi membuat sampah di TPA Tanjungrejo.


Gudang seluas 135 meter persegi itu berisi peralatan, sampah, dan mesin pengolah sampah. Mesin itulah yang setiap hari memilah dan mengolah sampah Desa Gondosari. Setiap harinya, mesin itu mampu mengolah 6 ton sampah.


Setelah sampah dipilah oleh mesin, selanjutnya sampah akan diolah menjadi kompos padat atau cair, peptisida, hingga biogas melalui sistem pengolahan bioreaktor yang oleh Bambang dinamakan Murakabi Recycle System (MRS) Kombi.


Untuk mengolah sampah menjadi biogas, ada sebuah sumur biodigester. Sekilas biodigester ini berupa kolam persegi panjang yang berisi air. Bentuknya nyaris mirip dengan kolam renang. Biodigester BUM Desa Murakabi ini memiliki panjang 12 meter, lebar tiga meter, dan kedalaman 5 meter. Di bawah biodigester ini ada sebuah tabung yang terendam di dalam air yang mengolah sampah menjadi biogas. Biogas itu sendiri merupakan salah satu energi terbarukan yang dapat digunakan untuk kebutuhan listrik hingga kebutuhan memasak.


Untuk sampah yang akan diubah menjadi kompos, diolah di delapan ruang penampungan yang letaknya bersebelahan dengan biodigester. Delapan penampung itu berupa ruangan bawah tanah berbentuk persegi panjang. Ruangan itu ditutup dan diberi warna menyesuaikan dengan jenis sampahnya. Untuk warna merah dan kuning khusus untuk sampah plastik, sedangkan penampung berwarna hijau dan biru berisi sampah organik, seperti sayuran, buah-buahan, hingga sisa makanan.

Kompos Buatan BUM Desa Murakabi. Sumber foto: Kanal Desa

Sebanyak 1.170 pelanggan ini terdiri dari berbagai golongan menyesuaikan dengan jumlah sampah dan biaya pengangkutan. Untuk golongan rumah tangga dibagi dua: (1) yang menghasilkan tidak terlalu banyak sampah cukup membayar Rp20 ribu; golongan rumah tangga dengan sampah yang cukup banyak biayanya Rp30 ribu. Sedangkan untuk golongan toko atau warung tarifnya Rp70 ribu. Golongan instansi Rp100 ribu dan golongan perusahaan Rp300 ribu hingga Rp 650 ribu, menyesuaikan dengan jumlah sampah. Untuk fasilitas sosial seperti masjid dan musala digratiskan.


Tak hanya sampah, BUM Desa Murakabi juga mengelola bank sampah yang diberi nama Kelingsari. Untuk bank sampah, Bambang mengaku aktif di RW 2, RW 3, dan RW 4. “Warga yang menyetor sampah kami hargai Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kg untuk sampah plastik, sedangkan untuk samah kertas dihargai Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kg. Untuk sampah kaleng dan kardus dihargai Rp 2.000 hingga Rp 3.000 ribu,” rinci Bambang.


Dengan sistem pengelolaan sampah ini, desa memiliki banyak manfaat, khususnya masalah sampah. Sebab sebelum ada sistem pengelolaan sampah, warga Gondosari memilih membuang sampah di sungai. Akibatnya sampah menumpuk di jembatan dan banjir. Namun setelah ada sistem pengelolaan sampah hingga bank sampah, budaya membuang sampah di sungai berkurang. Warga justru semangat untuk menukarkan sampahnya.


Kebetulan, kata Bambang, hasil kompos organik dari BUM Desa Murakabi yang diberi nama Sari Organik kini sudah mulai dipasarkan. Saat ini BUM Desa memberi promo harga. Satu sak dihargai Rp 20 ribu. Untuk harga normal Rp 25 ribu. Selain itu juga ada gratis ongkir untuk seluruh wilayah Kudus.


Unit Usaha Pembayaran Pajak


Selain unit usaha sampah, BUM Desa Murakabi juga mengelola pembayaran pajak kendaraan bermotor. Namun karena syaratnya ribet, maka banyak warga yang memilih membayar di Samsat keliling. Sehingga unit usaha ini perkembangannya sangat lambat.


Sampah dijadikan Wisata Edukasi


Bunga warna warni itu tertata rapi di kantor BUM Desa Murakabi di Balai Desa Gondosari. Bunga-bunga itu terbuat dari sampah plastik warga Desa Gondosari.

Baru-baru ini, BUMDes juga menerima kunjungan sekolah yang belajar mengelola sampah. Salah satu yang diajarkan kepada siswa yakni membuat bunga dari sampah plastik.


Bambang selaku Direktur BUM Desa Murakabi mengatakan, kedepan TPS BUM Desa Murakabi ini akan dijadikan wisata edukasi. Bahkan, akan membuat kebun buah yang menggunakan kompos yang diproduksi oleh BUM Desa Murakabi.


Modal BUM Desa Murakabi


Penyertaan modal BUM Desa Murakabi dari dana dari bantuan gubernur (Bangub) sebanyak Rp30 juta pada 2017. Kemudian pada 2018, dari APBDes sebanyak Rp87,5; Bangub 20 juta; dan hibah 17,8. Pada 2019, tambahan modal diperoleh dari Bangub sebanyak Rp20 juta. Pada 2020 tambahan modal sebesar Rp20 juta, dan pada 2021 penyertaan modal dari APBDes sebanyak Rp280 juta dan CSR dan donatur sebanyak Rp 930 juta untuk pembangunan instalasi pengolahan sampah. Tidak ada penyertaan modal pada 2022. Teranyar, pada 2023 desa menambahkan modal sebanyak Rp91,6.


Peningkatan Lapangan Pekerjaan yang tersedia


BUM Desa Murakabi mampu meningkatkan perekonomian masyarakat melalui unit usaha yang dirintisnya. Untuk saat ini BUM Desa Murakabi melalui unit usaha pengelolaan sampah telah menyerap tenaga kerja sebanyak 8 orang warga Desa Gondosari.


Pendapatan BUM Desa Murakabi


Pendapatan BUM Desa Murakabi sudah lima kali setor PADes. Pada 2018, BUM Desa setor Rp20 juta, 2019 Rp 5 juta dan 2020 Rp 33 juta. Sedangkan pada 2021 Rp11,6 juta, dan selanjutnya pada 2022 Rp 5,75 juta.

Exit mobile version