HALMAHERA BARAT – Warga Desa Dere dan Desa Todahe, Kecamatan Sahu ,Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara masih mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Pasalnya, dua desa yang terletak di wilayah pegunungan itu, mengalami krisis air bersih sudah berlangsung lama.
“Torang (kami) di Desa Dere dan Todahe ini dari dulu sebelum Indonesia merdeka sudah kesulitan air bersih, jadi sudah lama sekali,” ujar warga Desa Dere Melfin Kaumur, Senin (14/8/2023).
Dua desa itu terdiri dari 2 RT dengan jumlah penduduk masing-masing 300 jiwa. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka menggunakan air hujan yang ditampung di dalam bak.
Selain itu, warga juga kerap memanfaatkan air sumur yang terletak di bibir pantai. Namun warga harus menuruni jalur terjal berjarak 2 kilometer.
“Ada 3 sumur di sini, tapi itu letaknya di pantai. Sedangkan torang (kami) punya desa ini kan posisinya di atas pegunungan, jadi kalau mau ambil air harus turun gunung di pantai. Lumayan (jaraknya) sekitar 1-2 kilometer. Jadi setengah mati karena tebing toh, jadi turun gunung begitu,” ujarnya.
Namun air sumur itu tidak bisa dikonsumsi karena rasanya payau lantaran berjarak hanya beberapa meter dari pantai. Selain itu, saat musim kemarau, warga terpaksa merogoh kocek untuk membeli air yang dijual menggunakan mobil tangki.
“Kalau musim kemarau begini, warga terpaksa beli di oto (mobil) tangki, harganya Rp 170.000, itu jumlahnya 1.600 liter. Jadi nanti siapa yang mau (air) tinggal pesan, nanti dorang (mereka) antar,” ujarnya.
Melfin menambahkan, sudah ada bantuan penyulingan air dari Kementerian Desa yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Sumber airnya dari sumur yang berada di tepi pantai, dijual seharga Rp 6000 yang fungsinya untuk dikonsumsi saja.
Saat ini suplay air bersih dari PDAM hanya sampai di Desa Taruba. Sementara, jarak antara Desa Taruba dengan Desa Dere dan Todahe sekitar 2 kilometer. Menurut Melfin, jika pihak PDAM mau menambah jaringan pipa, maka warga tidak akan kesulitan air bersih.
Penulis: Ilham W
Editor: Danu