NTT – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta para kepala desa agar memasukan pencegahan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) melalui program pemberdayaan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Tujuannya untuk meminimalisir masyarakat yang bekerja keluar negri.
“Bila setiap kepala desa memasukan program pemberdayaan melalui RKPDes, maka masyarakat tidak tergiur bekerja ke luar negeri,” ujar Ana Waha Kolin dalam konferensi pers di Hotel Kristal, Kota Kupang, NTT, Kamis (10/8/2023).
Ia mengatakan, perekrutan pekerja migran harus dimulai dari tingkat paling bawah, yaitu desa. Sehingga, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT perlu menggelontorkan anggaran ke tingkat desa untuk penanganan TPPO.
“Tadi sudah disampaikan oleh Sekda NTT bahwa sudah ditetapkan sejumlah anggaran untuk penanganan TPPO. Sehingga, kami, DPRD, berharap tidak sedang membiayai rapat, tetapi harus digelontorkan semaksimal mungkin,” katanya.
Kepala Dinas Koperasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT Sylvia Pekudjawang mengatakan, pihaknya telah membentuk gugus tugas penanganan TPPO yang mengacu pada pencegahan dan pengawasan masyarakat ke luar negeri di setiap bandara dan pelabuhan.
“Sesuai data kami, sejak 2018-2023 sudah melakukan penjegalan terhadap 2.722 orang sebagai TPPO yang keluar melalui bandara dan pelabuhan di Kota Kupang,” katanya.
Ia  menyebut, jumlah TPPO di NTT yang tersebar di Kabupaten Malaka, Belu, Timor Tengah Utara (TTU), Timor Tengah Selatan (TTS) Kupang, Flores Timur, Lembata, Ende, Sikka, dan Sumba diperkirakan meningkat pada 2023.
“Sebenarnya sempat turun pada saat pandemi, tapi sekarang mulai meningkat lagi karena orang sudah mulai bebas keluar,” ujarnya.
Penulis: Hafidus Syamsi
Editor: Mukhlis