Kampung Anggrek, Inovasi ala Desa Dadaprejo

Desa Dadaprejo, Kabupaten Batu, Jawa Timur dikenal dengan Kampung Anggrek. Setidaknya terdapat 108 petani anggrek. Melalui komoditas ini, ekonomi Masyarakat terus meningkat.

BATU – Memasuki wilayah Desa Dadaprejo pandangan kita akan dikejutkan dengan pemandangan ribuan tanaman anggrek di sepanjang jalan. Komoditas ini berdampak pada peningkatan ekonomi Masyarakat setempat.

 

Lahirnya kampung anggrek tidak lepas dari campur tangan Dedek Setia Santoso. Pria gondrong berusia 42 tahun tersebut menekuni hobinya merawat bunga sejak tahun 2005. Tahu bahwa hobi bisa mendatangkan hasil, membuat petani muda tersebut termotivasi untuk menekuni hobinya mengembangkan usaha tanaman Anggrek di Desa Dadaprejo, Kecamatan Junrejo, Kota Wisata Batu, Jawa Timur.

 

“Butuh passion untuk mengembangkan anggrek,” ujar Dedek.

 

Bagi Dedek, tak mudah untuk membangun kebun budidaya anggrek. Saat itu, ia hanya bermodalkan uang Rp 25 ribu untuk membeli bibit anggrek. Berawal dari satu bibit dan mulai belajar dan berdagang secara gerilya.

 

Dedek Setia Santoso saat mendampingi mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di Desa Dadaprejo. Sumber foto: Istimewa
Dedek Setia Santoso saat mendampingi mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di Desa Dadaprejo. Sumber foto: Istimewa

 

Tak ada usaha yang sia-sia, rupanya perlahan usahanya membuahkan hasil, ia sukses merintis kebun anggrek pertama yang diberi nama DD Orchids. Kebun anggrek sederhana seluas 1 meter persegi di samping rumahnya dan kini berkembang menjadi 5 ribu meter persegi.

 

“Kalau sudah hobi tidak merasa rugi, tapi juga harus ada manfaatnya,” ujar Dedek.

 

Dedek mengatakan selama ini dirinya belajar secara otodidak, berkat ketekunannya, ia berhasil mengembangkan sebanyak 200 jenis silangan anggrek dan telah didaftarkan di The Royal Horticulture Society (RHS) yang berbasis di Inggris.

 

Beberapa jenis anggrek yang berhasil dibudidayakan diantaranya, Dendrobium Black Mamba, Mufidah JK, Cettar, Shinning Batu, Indonesia Damai, Binatang Jalang, jenis anggrek tersebut yang telah mendapatkan apresiasi internasional dari First Class Certificate (FCC) dari Singapura pada tahun 2018.

 

Kini, DD Orchids telah memiliki 108 titik greenhouse dan melibatkan petani lokal. Tersebar di beberapa dusun, seperti Areng-areng, Karangmloko, Dadaptulis Dalam, Dadaptulis Utara, Dauan, Semanding, Junreja, dan Tegalweru.

 

Jadi Eduwisata dan Lokasi Penelitian

 

Semakin suksesnya budidaya tanaman anggrek di Desa Dadaprejo. Kampung Anggrek kini menjadi pusat edukasi budidaya anggrek bagi warga. Setiap hari, desa ini selalu dipenuhi kegiatan pelatihan, penelitian, hingga eduwisata anggrek.

 

Tak hanya warga lokal, berbagai kunjungan dari pelajar, mahasiswa, perusahaan, peneliti, hingga pecinta anggrek kerap meramaikan desa dari berbagai wilayah. Dalam membangun inovasi tersebut, Dedek menggandeng pemuda desa dan karang taruna desa untuk turut mengembangkan usahanya. Mereka berkolaborasi dalam mengembangkan desa wisata anggrek di Desa Dadaprejo.

 

DD Orhids memiliki bangunan yang lengkap. Mulai pembibitan, pembesaran, ruang pelatihan, ruang pengiriman barang, hingga kedai kopi. Adanya kampung anggrek menjadi peluang bisnis yang kini dikembangkan oleh kelompok wisata anggrek Desa Dadaprejo.

 

Pelatihan anggrek yang dikembangkan oleh kelompok wisata anggrek Desa Dadaprejo, Kabupaten Batu, Jawa Timur. Sumber foto: Istimewa
Pelatihan anggrek yang dikembangkan oleh kelompok wisata anggrek Desa Dadaprejo, Kabupaten Batu, Jawa Timur. Sumber foto: Istimewa

 

Selain itu, Dedek juga menyediakan tempat tinggal gratis berkapasitas 60 orang yang berdiri dekat lokasi kebun, sebagai fasilitas penginapan untuk peneliti yang berasal dari luar daerah, seperti Surabaya dan Jember.

 

“Siapapun bisa belajar gratis di sini,” kata Dedek.

 

Tempat ini menjadi wadah menampung hasil kerajinan warga, seperti produk batik, gerabah anggrek, hingga keperluan budidaya anggrek lainnya.

 

“Sering sekali yang melakukan penelitian disini, namun ada kapasitasnya. Dalam sebulan rata-rata 20 sampai 30 yang magang, dan harus gantian,” jelas Dedek.

 

Kini, kurang lebih dari 110 greenhouse berdiri di kampung ini, yang semuanya dikelola secara mandiri oleh warga.

 

Rumah Ekonomi Warga

 

Keberadaan kampung anggrek ini ikut membantu perekonomi warga Desa Dadaprejo. Dedek mempunyai tempat untuk kultur jaringan sendiri. Dalam sehari ia bisa memproduksi 9 ribu bibit tanaman anggrek.

 

Keberhasilan Dedek melalui DD Orchids telah menjuarai lomba anggrek tingkat nasional hingga apresiasi sertifikasi internasional. Penghargaan ini ikut menjadikan Desa Dadaprejo terkenal di mata dunia.

 

Kini, 108 petani anggrek telah menjadi mitra utama DD Orchids dan menyerap tenaga kerja lebih dari 50 orang karyawan. Mereka kebanyakan warga sekitar Desa Dadaprejo. Ada yang fokus sebagai pembudidaya, ada yang juga fokus bekerja sebagai marketing.

 

Keberadaaan DD Orchids pun perlahan menjadi jantung yang menghidupkan Desa Dadaprejo sebagai desa mandiri di Kabupaten Batu, Jawa Timur.

 

Syamsul Arifin salah satu pengelola green house mengatakan untuk harga anggrek yang dijual berkisar antara Rp 25 ribu hingga Rp 50 ribu bergantung jenis anggreknya. Sementara untuk anggrek yang sudah berbunga harganya bisa sampai puluhan juta.

 

“Kalau yang sudah jadi bunga, harganya tergantung yang punya. Bisa sampai jutaan,” kata Syamsul.

 

Adapun rata-rata omzet yang mereka dapat mencapai Rp 500 juta per bulan. Dengan perhitungan kebun seluas 300 meter persegi petani bisa dapat omzet Rp 10-20 juta per bulan. Saat pandemi 2020 lalu omzet yang didapat petani mitra binaan seluruhnya mencapai Rp 2 miliar per bulan.

Print Friendly, PDF & Email
Ikuti berita Kolomdesa.com terupdate di:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Inovasi Lainnya