KUPANG – Kemenkumham melakukan pencegahan praktik perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur dimulai dengan melakukan sosialisasi sejak dari desa-desa. Penilaian selektif juga dilakukan sejak proses permohonan paspor di kantor imigrasi.
”Formula pencegahan itu sudah kami jalankan. Mengapa dimulai dari desa? Karena kantong TPPO (tindak pidana perdagangan orang) itu mulai dari desa-desa. Masyarakat dan kepala desa harus diingatkan,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM NTT Marciana Dominika Jone, Senin (31/7/2023).
Ia menuturkan, banyak kepala desa tidak mengetahui jika ada warganya menjadi pekerja migran ilegal. Alasannya, pengurusan administrasi yang dikendalikan perekrut TPPO itu tidak melalui pemerintah desa sehingga kepala desa baru tahu ada warga ke luar negeri saat terjadi kasus tertentu atau ketika korban meninggal.
”Mereka yang ke luar negeri dalam keadaan hamil, punya anak di bawah umur, tanpa persetujuan istri atau suami sehingga kerap menimbulkan banyak persoalan,” tutur Marciana.
Sejauh ini, sosialisasi sudah dilakukan di sejumlah desa di Kabupaten Ngada dan Sumba Barat Daya. Selanjutnya, tim Kemenkumham NTT akan mendatangi Kabupaten Belu dan sejumlah kabupaten lain di Pulau Timor.
Selanjutnya, kata Marciana, kantor imigrasi juga diingatkan selalu selektif saat menerbitkan permohonan pengajuan paspor. Jika ada indikasi TPPO, permohonan itu direkomendasikan ditolak.
”Laporan dari imigrasi, sudah banyak yang ditolak,” ucap Marciana.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Atambua KA Halim menuturkan, hingga Juni 203, ada 43 pengajuan paspor yang ditolak karena terindikasi TPPO. Pada Januari, tercatat tujuh orang, Februari 6 orang, Maret 3 orang, April 4 orang, Mei 7 orang, dan Juni 16 orang.
Indikasi itu ditemukan ketika sesi wawancara dengan petugas imigrasi. Para pemohon tidak dapat menjawab pertanyaan dari petugas.
”Bahkan, setelah ditelusuri, ada pemohon yang pernah ke Malaysia secara nonprosedural,” ujarnya.
Menurut dia, saat ditanya terkait tujuan pengajuan paspor, para pemohon biasanya beralasan akan menggunakannya untuk pergi ke Timor Leste. Mereka ingin mengunjungi keluarga atau menghadiri hajatan di sana.
Akan tetapi, setelah ditelusuri, alasan itu tidak benar. Diduga, mereka akan kembali ke Malaysia.
Kantor Imigrasi Atambua membawahkan tiga kabupaten di NTT, yakni Belu, Malaka, dan Timor Tengah Utara. Tiga wilayah itu berbatasan langsung dengan Timor Leste.
Sementara itu, Gabriel Goa, Ketua Dewan Pembina Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian, mengajak semua pihak di NTT untuk memerangi TPPO. Gabriel merupakan salah satu aktivis yang gencar mengampanyekan gerakan melawan TPPO.
Menurutnya, perekrutan pekerja migran nonprosedural merupakan pintu masuk menuju TPPO. Para pelaku TPPO memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat di desa yang berpendidikan rendah.
Warga direkrut dengan iming-iming mendapat gaji layak. Setelah di luar negeri, mereka dipaksa bekerja dengan gaji murah, bahkan tanpa dibayar.
Dalam catatannya, hingga akhir Juli 2023, ada 82 pekerja migran asal NTT yang meninggal di luar negeri. Sebagian adalah pekerja migran nonprosedural.
Penulis: Erdhi
Editor: Rizal